Thursday, June 2, 2011
Ayah tiriku
Namaku sebut saja deh Nando, nama yang keren kan? Sekarang aku sedang bingung akibat Papaku yang seksi itu loh, agaknya memang dia rada-rada biseks gitulah, soalnya dia masih tidur sama Mama tetapi dia juga sering mengajakku berfantasi "syurr" dengannya. Pekerjaanku setiap hari selalu dan selalu merenungi nasib, duh pusing aku jadinya. Ini semua salah siapa sebenarnya? aku tak tahu, apakah ini salah ayah tiriku ataukah salah Mamaku yang selalu memgabaikan aku. Dan agaknya akhir-akhir ini Mamaku selalu hanya akrab dengan Papaku, sebenarnya aku agak cemburu sih kalau melihat mereka sedang berpelukan, berciuman, ah pokoknya membuat iri.
Seperti biasa aku selalu merenung, paling-paling aku hanya melamun setiap hari di depan pintu atau seringkali aku surfing internet teknologi yang satu ini memang membuatku tergodasetiap harinya aku selalu melihat situs situs porno di dunia maya ini. Dan karena aku tertarik iklan situs gay yang terkenal maka suatu hari aku subcribe. Wah, isinya komplit semua. Dari yang Asia sampai yang selalu bikin "horny" aku, yaitu cowok cowok bule.
Saat inii aku duduk di salah satu bangku sekolah di sekolah favorite yang megah, tetapi itu tidak membuatku senang apalagi gembira, karena Ayahku tercinta telah tiada. Mungkin juga akibat Papa kandungku telah meninggal makanya dimulailah petualangan seruku di dunia gay yang panas ini.
Sampai suatu hari Mama memutuskan untuk menikah dengan seorang pria, aku sungguh terkejut mendengarnya dan sekaligus tidak menerima akan hal ini.
"Ma, aku tidak setuju Mama menikah lagi, Mama udah lupa apa yah sama Papa?" tanyaku.
"Kamu harus punya ayah nak, Mama sudah tak sanggup terus bersedih hati," Mama membalas kata kataku sambil memohon dengan tangan nya.
Aku bersikeras untuk tidak menanggapinya, oleh karena itu aku melakukan aksi demo dengan cara diam alias tutup mulut sampai kira-kira beberapa hari lamanya.
"Ma, sekali lagi aku mohon Ma, jangan lupakan ayah Ma!"
Agaknya kata-kataku tidak didengarnya.
Selang beberapa hari kemudian ketika aku pulang sekolah mataku terbelalak ketika di meja dapur tergeletak secarik kertas undangan. Oh tidak, ternyata itu adalah kartu undangan perkawian antara Mama dengan seorang laki-laki bernama Andrew. Mataku berlinang air mata dan suaraku mendadak terdiam seperti melihat hantu saja. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Begitu malam harinya Mama sepeerti biasa pulang kerja.
"Mah, Mama masih nekat yah? Yah sudah lah Nando nggak mau lagi ngomong sama Mama lagi!"
"Terserah kamu Nan, Mama juga sudak capek mendengar rengekanmu."
Sejak hari itu aku tidak pernah bicara, tatap muka, ataupun sekedar berpamitan sekolah. Pas hari perkawinan Mama, aku sengaja minggat ke rumah nenek di Jakarta Barat. Berangkat sekolah pun aku juga berangkat dari rumah nenek.
Karena aku sangat kangen ke rumah apalagi dengan komputer kesayanganku itu, karena dengan komputer itu hobi-hobiku menyelusuri situs gay terpenuhi. Kayaknya aku sedikit "mupeng" kalau tidak sedikit melihat-lihat sesuatu yang berbau gay dan cowok-cowok seksi di internet. Apalagi yang berbau bau cowok bule yang seksi. Karena sangat kangen seminggu kemudian aku pulang ke rumahku yang nyaman. Hari sudah malam tetapi Mama dan suaminya belum pulang juga dari kantornya.
Terdengar suara mobil, tetapi aku tidak menghiraukannya, apalagi melihatnya, aku teruskan pekerjaan rutinku yaitu meng-update website-ku tentang gay karena pekerjaan ini sangat mengasyikan, dan pekerjaan ini rutin kulakukan setiap minggu, sambil update aku juga biasa berjelajah ke situs gay lainnya. Sampai tiba-tiba pintu terketuk dengan pelannya, "Nando kamu di dalam kamar yah?" Terdengar suara yang halus tapi seksi seorang pria tetapi tidak kugubrisketukan itu dan belum kubukakan pintu karena aku masih men-download picture gay.
Sesosok pria ganteng melangkah masuk ke ruanganku dengan suara langkah-langkahnya yang cool-lah pokoknya. Kulihat dari monitor komputerku yang memamtulkan cahaya lampu kamarku sesosok pria jantan berbodi "hot" membuatku "horny", lalu disketku yang penuh dengan foto-foto bugil itu kukeluarkan dari floppy-nya, yah isinya sudah bisa ditebak, yaitu file gambarcowok bule yang lagi "naked". Maksudku adalah inginku upload ke site-ku itu.
Tiba-tiba aku dipeluk seorang pria yang berbadan kekar dan berbau harum parfum yang sangat membiusku, dari kemejanya yang sudah tipis itu kulihat bahwa dia berbulu dada yang lebat, dan tiba-tiba sambil menciumku, dia berkata,
"Jadi ini anak Papa yah? cakep juga yah."
"Teruskan bermain komputer biar pinter yah!"
"Biar pintar?"
"Papa ke kamar mandi kamu yah soalnya air panas di kamar mandi sebelah sedang rusak."
Hah! mimpi apa aku semalam di rumah nenek? Papaku begitu ganteng, gumamku. Sejenak aku melihat ke sekitar ruanganku. Hah! Papa sedang mandi tak menutup pintunya, tetapi dia tetap santai tak menganggapku. Badannya yang kekar berbulu dan yang penting lagi "barang ajaib"-nya yang kata orang di bilang "kontol" dia usap-usap dengan sabun mandiku yang ada di kamar mandi sekaligus kamar masturbasiku setiap hari, terang saja batang kemaluannya itu bereaksi dengan cepat.
Oh my God! besar sekali sekitar 23 cm. Tampak dari kejauhan batang kemaluannya yang berwarnaputih ke coklatan lalu dia selesai mandi, dengan dibalut dengan handuk ku yang tipis, ia melangkah ke depanku dengan PD-nya, karena wajar saja dengan bodinya yang hot itu semua orang pasti tambah PD, padahal aku yang sedang download gay movie, datang dari belakangku langsung memelukku.
"Hah, kamu ini sedang apa Nando?" tanyanya.
"Papa nggak percaya, kamu ternyata.."
Tapi entah kenapa dan bagaimana Papa ikut melihat film yang selesai ku-download. Sungguh film yang hot membuatku terbakar dengan fantasi-fantasi yang tersirat pada film itu. Tiba-tiba telingaku terasa basah dan rasa-rasanya ada sebuah benda berdaging yang basah bergerak membuatku tambah nafsu berat. Lalu Papaku dengan suara lembut nan seksinya berkata,
"Sini kamu Papa ajarin, gini-gini Papa dulu juga pernah kayak kamu waktu Papa sekolah."
Seperti pemerkosa, tiba-tiba Papaku memelukku dengan dadanya yang bikin "horny", lalu diciumnya dan dikulumnya mulutku yang kata teman-temanku "cute" ini. Oh suck, dia mengurut-urut batangannya. Dijilatinya bajuku, wah padahal aku masih berpakaian lengkap loh! Daerah sekitar putingku dijilati hingga baju kubasah oleh air liur nafsunya. Tangannya mulai masuk ke bajuku dan membelai-belai dan menggesek-gesekkan tangannya ke puting dadaku. Akibat tak sabar maka dia membuka perlahan bajuku, celanaku. sampai tertinggal CD saja di kulitku.
"Nando ayo donk, gimana sih udah diajak Papa juga!"
"Papa kok.."
Aku terbelalak mendengar perkataannya yang mengejutkanku, ternyata di balik badannya yangseksi itu ternyata dia pernah jadi gay waktu muda dulu.
"Udah nikmatin aja yah nak."
Dia langsung menyerangku, dia mencari-cari puting dadaku, lalu dia menghisap dan menjilatinya, dan aku mengerang-ngerang tak tahan merasakannya, segera dia meraba CD-ku yang sudak sesak dengan batangan 18 cm yang sudah tegang dari tadi dan kayaknya juga sudah dibanjiri precum=ku yang bening. "Ah.. Ah.. terus Pah." Kuarahkan semua nafsu dan darahku ke batang kemaluanku agar batang kemaluanku menjadi tegang dan keras seperti ujung rudal. Dia makin menjadi-jadi dan akhirnya menghisapku dengan kuat.
"Papa, Nando pengen punya Papa donk!" Dia mengangguk lalu kami berganti posisi "69". Nikmatsekali rasanya, kujilati batangannya yang berbulu lebat sekali, dengan sesekali kukocok lalu kuhisap lagi. Papaku mengerang, "Arrgghh.." karena dia sudah tegang dengan kerasnya lalu diaberkata, "Nando, Papa mau masukin kamu yah?" Langsung saja kemaluanku dilumuri dengan ludahnyayang mengalir deras seperti liur serigala kelaparan, dan tiba-tiba tangannya memainkan jarinya ke anusku agar tidak sakit nantinya..
Selanjutnya sebuah batangan keras dan panjang juga tebal menembus anusku "Ah.. Papa.." Rasasakit luar biasa meliputi tubuhku, tetapi Papa tidak memperhatikan mimik mukaku yang sudah capai menahan batangannya yang gajah itu. "Pah, Nando capek Pah." Dia terus bergerak maju mundur menikmati anusku yang sudah mekar akibat batangannya. Kucoba dengan menikmati goyangannya yang agak "Hardcore" itu, dan sesekali kukocok kemaluanku. Sampai tiba-tiba keluar rasa nikmat yang tak tertahankan, "Pah Nando mau keluar Pah," Tiba-tiba batanganku menegang keras sekali dan "Crot.." batanganku tiba-tiba mengeluarkan cairan putih yang kental sekali dan kuarahkan sangat banyak ke muka Papa. "Pap, Nando ada hadiah nih, aargh.." Ah, rasanya seperti terbang ke awang-awang, "Nando kamu ternyata jagu semprot yah," dia malah senang sekali kelihatannya.
Papa terus goyangkan badan sampai sesaat batangannya menegang tinggi langsung gerakannya menjadi-jadi layaknya lokomotif kereta api dan dicabut dari anusku "Ahh.. Crot.." batangannya mengeluarkan sperma yang basah, dan ternyata dia membalasku. Dia membalasku dengan menembakannya ke arahku tepat di wajahku.
"Ahh.. Nando Papa bener khan, Papa juga bisa."
"Iya Pap, mulai sekarang Nando jadi anak Papa deh."
Setelah itu kami saling berpelukan tanpa busana sedikit pun. Sesaat setelah kami melepas lelah masing-masing kemudian aku menariknya kembali untuk minta mengulanginya lagi. Kami dua kali melakukanya sampai terkuras semua nafsu kami semua.
Diawali dengan meminum obat berlabel Viagra yang tersimpan di saku celana Papa. Seperti anjing kami melakukan dengan terburu-buru mengingat waktu sudah menunjukan bahwa Mama sebentar lagi pulang. Tetapi dengan nafsu yang makin membara dan membakar tubuh kami. Papa melumuri diriku dengan "gel" yang hot habis deh pokoknya. Dan dia melakukan hal yang sama dengan tubuhnya. Oh my god, "gel" ini membuat badanya menjadi super "macho", dan tanpa adagan kulum mengulum langsung saja dia memintaku menungging dengan posisi pantatku di depan batang kemaluannya.
Setelah setengah jam bergerak maju mundur akhirnya kejadian paling hot terjadi lagi."Ahhgg.. Crot.." batangannya meledak-ledak dengan peluru cairnya yang hangat itu. Kami rasa nafsu kami benar-benar habis untuk kali ini, Papa mengambil nafas lega. Oh, aku seperti di surga.
"Pap besok ajarin Nando lagi yah, abis gede banget sih."
"Iya deh."
Lalu Papa memelukku erat-erat. Sejak saat itu aku dekat dengan Papa. Setiap hari kami melakukan hal itu karena kami sama-sama hiperseks. Kami haus akan seks untuk setiap hari. Dan agaknya jadilah aku anak Papa bukan anak Mama lagi, sampai sekarang aku masih terus diajari oleh Papatanpa sepengetahuan Mama, dan kami jadi semakin dekat dan akrab. Oh Papaku Andrew yang kusayang selamanya.
Sepertinya Papa kandungku sudah mengirim gantinya agar membuatku bahagia dan tidak menderita seperti yang dikatakan orang lain, biasanya Papa tiri adalah galak dan sadis. Tapi toh buktinya Papaku Andrew sangat menyenangkan, baik hati dan sekali lagi, dia juga pasanganku yang seksi.Mungkin bila Mamaku tahu aku akan di marahnya. Oops I did it again Mom Sorry!
Tamat
Seperti biasa aku selalu merenung, paling-paling aku hanya melamun setiap hari di depan pintu atau seringkali aku surfing internet teknologi yang satu ini memang membuatku tergodasetiap harinya aku selalu melihat situs situs porno di dunia maya ini. Dan karena aku tertarik iklan situs gay yang terkenal maka suatu hari aku subcribe. Wah, isinya komplit semua. Dari yang Asia sampai yang selalu bikin "horny" aku, yaitu cowok cowok bule.
Saat inii aku duduk di salah satu bangku sekolah di sekolah favorite yang megah, tetapi itu tidak membuatku senang apalagi gembira, karena Ayahku tercinta telah tiada. Mungkin juga akibat Papa kandungku telah meninggal makanya dimulailah petualangan seruku di dunia gay yang panas ini.
Sampai suatu hari Mama memutuskan untuk menikah dengan seorang pria, aku sungguh terkejut mendengarnya dan sekaligus tidak menerima akan hal ini.
"Ma, aku tidak setuju Mama menikah lagi, Mama udah lupa apa yah sama Papa?" tanyaku.
"Kamu harus punya ayah nak, Mama sudah tak sanggup terus bersedih hati," Mama membalas kata kataku sambil memohon dengan tangan nya.
Aku bersikeras untuk tidak menanggapinya, oleh karena itu aku melakukan aksi demo dengan cara diam alias tutup mulut sampai kira-kira beberapa hari lamanya.
"Ma, sekali lagi aku mohon Ma, jangan lupakan ayah Ma!"
Agaknya kata-kataku tidak didengarnya.
Selang beberapa hari kemudian ketika aku pulang sekolah mataku terbelalak ketika di meja dapur tergeletak secarik kertas undangan. Oh tidak, ternyata itu adalah kartu undangan perkawian antara Mama dengan seorang laki-laki bernama Andrew. Mataku berlinang air mata dan suaraku mendadak terdiam seperti melihat hantu saja. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Begitu malam harinya Mama sepeerti biasa pulang kerja.
"Mah, Mama masih nekat yah? Yah sudah lah Nando nggak mau lagi ngomong sama Mama lagi!"
"Terserah kamu Nan, Mama juga sudak capek mendengar rengekanmu."
Sejak hari itu aku tidak pernah bicara, tatap muka, ataupun sekedar berpamitan sekolah. Pas hari perkawinan Mama, aku sengaja minggat ke rumah nenek di Jakarta Barat. Berangkat sekolah pun aku juga berangkat dari rumah nenek.
Karena aku sangat kangen ke rumah apalagi dengan komputer kesayanganku itu, karena dengan komputer itu hobi-hobiku menyelusuri situs gay terpenuhi. Kayaknya aku sedikit "mupeng" kalau tidak sedikit melihat-lihat sesuatu yang berbau gay dan cowok-cowok seksi di internet. Apalagi yang berbau bau cowok bule yang seksi. Karena sangat kangen seminggu kemudian aku pulang ke rumahku yang nyaman. Hari sudah malam tetapi Mama dan suaminya belum pulang juga dari kantornya.
Terdengar suara mobil, tetapi aku tidak menghiraukannya, apalagi melihatnya, aku teruskan pekerjaan rutinku yaitu meng-update website-ku tentang gay karena pekerjaan ini sangat mengasyikan, dan pekerjaan ini rutin kulakukan setiap minggu, sambil update aku juga biasa berjelajah ke situs gay lainnya. Sampai tiba-tiba pintu terketuk dengan pelannya, "Nando kamu di dalam kamar yah?" Terdengar suara yang halus tapi seksi seorang pria tetapi tidak kugubrisketukan itu dan belum kubukakan pintu karena aku masih men-download picture gay.
Sesosok pria ganteng melangkah masuk ke ruanganku dengan suara langkah-langkahnya yang cool-lah pokoknya. Kulihat dari monitor komputerku yang memamtulkan cahaya lampu kamarku sesosok pria jantan berbodi "hot" membuatku "horny", lalu disketku yang penuh dengan foto-foto bugil itu kukeluarkan dari floppy-nya, yah isinya sudah bisa ditebak, yaitu file gambarcowok bule yang lagi "naked". Maksudku adalah inginku upload ke site-ku itu.
Tiba-tiba aku dipeluk seorang pria yang berbadan kekar dan berbau harum parfum yang sangat membiusku, dari kemejanya yang sudah tipis itu kulihat bahwa dia berbulu dada yang lebat, dan tiba-tiba sambil menciumku, dia berkata,
"Jadi ini anak Papa yah? cakep juga yah."
"Teruskan bermain komputer biar pinter yah!"
"Biar pintar?"
"Papa ke kamar mandi kamu yah soalnya air panas di kamar mandi sebelah sedang rusak."
Hah! mimpi apa aku semalam di rumah nenek? Papaku begitu ganteng, gumamku. Sejenak aku melihat ke sekitar ruanganku. Hah! Papa sedang mandi tak menutup pintunya, tetapi dia tetap santai tak menganggapku. Badannya yang kekar berbulu dan yang penting lagi "barang ajaib"-nya yang kata orang di bilang "kontol" dia usap-usap dengan sabun mandiku yang ada di kamar mandi sekaligus kamar masturbasiku setiap hari, terang saja batang kemaluannya itu bereaksi dengan cepat.
Oh my God! besar sekali sekitar 23 cm. Tampak dari kejauhan batang kemaluannya yang berwarnaputih ke coklatan lalu dia selesai mandi, dengan dibalut dengan handuk ku yang tipis, ia melangkah ke depanku dengan PD-nya, karena wajar saja dengan bodinya yang hot itu semua orang pasti tambah PD, padahal aku yang sedang download gay movie, datang dari belakangku langsung memelukku.
"Hah, kamu ini sedang apa Nando?" tanyanya.
"Papa nggak percaya, kamu ternyata.."
Tapi entah kenapa dan bagaimana Papa ikut melihat film yang selesai ku-download. Sungguh film yang hot membuatku terbakar dengan fantasi-fantasi yang tersirat pada film itu. Tiba-tiba telingaku terasa basah dan rasa-rasanya ada sebuah benda berdaging yang basah bergerak membuatku tambah nafsu berat. Lalu Papaku dengan suara lembut nan seksinya berkata,
"Sini kamu Papa ajarin, gini-gini Papa dulu juga pernah kayak kamu waktu Papa sekolah."
Seperti pemerkosa, tiba-tiba Papaku memelukku dengan dadanya yang bikin "horny", lalu diciumnya dan dikulumnya mulutku yang kata teman-temanku "cute" ini. Oh suck, dia mengurut-urut batangannya. Dijilatinya bajuku, wah padahal aku masih berpakaian lengkap loh! Daerah sekitar putingku dijilati hingga baju kubasah oleh air liur nafsunya. Tangannya mulai masuk ke bajuku dan membelai-belai dan menggesek-gesekkan tangannya ke puting dadaku. Akibat tak sabar maka dia membuka perlahan bajuku, celanaku. sampai tertinggal CD saja di kulitku.
"Nando ayo donk, gimana sih udah diajak Papa juga!"
"Papa kok.."
Aku terbelalak mendengar perkataannya yang mengejutkanku, ternyata di balik badannya yangseksi itu ternyata dia pernah jadi gay waktu muda dulu.
"Udah nikmatin aja yah nak."
Dia langsung menyerangku, dia mencari-cari puting dadaku, lalu dia menghisap dan menjilatinya, dan aku mengerang-ngerang tak tahan merasakannya, segera dia meraba CD-ku yang sudak sesak dengan batangan 18 cm yang sudah tegang dari tadi dan kayaknya juga sudah dibanjiri precum=ku yang bening. "Ah.. Ah.. terus Pah." Kuarahkan semua nafsu dan darahku ke batang kemaluanku agar batang kemaluanku menjadi tegang dan keras seperti ujung rudal. Dia makin menjadi-jadi dan akhirnya menghisapku dengan kuat.
"Papa, Nando pengen punya Papa donk!" Dia mengangguk lalu kami berganti posisi "69". Nikmatsekali rasanya, kujilati batangannya yang berbulu lebat sekali, dengan sesekali kukocok lalu kuhisap lagi. Papaku mengerang, "Arrgghh.." karena dia sudah tegang dengan kerasnya lalu diaberkata, "Nando, Papa mau masukin kamu yah?" Langsung saja kemaluanku dilumuri dengan ludahnyayang mengalir deras seperti liur serigala kelaparan, dan tiba-tiba tangannya memainkan jarinya ke anusku agar tidak sakit nantinya..
Selanjutnya sebuah batangan keras dan panjang juga tebal menembus anusku "Ah.. Papa.." Rasasakit luar biasa meliputi tubuhku, tetapi Papa tidak memperhatikan mimik mukaku yang sudah capai menahan batangannya yang gajah itu. "Pah, Nando capek Pah." Dia terus bergerak maju mundur menikmati anusku yang sudah mekar akibat batangannya. Kucoba dengan menikmati goyangannya yang agak "Hardcore" itu, dan sesekali kukocok kemaluanku. Sampai tiba-tiba keluar rasa nikmat yang tak tertahankan, "Pah Nando mau keluar Pah," Tiba-tiba batanganku menegang keras sekali dan "Crot.." batanganku tiba-tiba mengeluarkan cairan putih yang kental sekali dan kuarahkan sangat banyak ke muka Papa. "Pap, Nando ada hadiah nih, aargh.." Ah, rasanya seperti terbang ke awang-awang, "Nando kamu ternyata jagu semprot yah," dia malah senang sekali kelihatannya.
Papa terus goyangkan badan sampai sesaat batangannya menegang tinggi langsung gerakannya menjadi-jadi layaknya lokomotif kereta api dan dicabut dari anusku "Ahh.. Crot.." batangannya mengeluarkan sperma yang basah, dan ternyata dia membalasku. Dia membalasku dengan menembakannya ke arahku tepat di wajahku.
"Ahh.. Nando Papa bener khan, Papa juga bisa."
"Iya Pap, mulai sekarang Nando jadi anak Papa deh."
Setelah itu kami saling berpelukan tanpa busana sedikit pun. Sesaat setelah kami melepas lelah masing-masing kemudian aku menariknya kembali untuk minta mengulanginya lagi. Kami dua kali melakukanya sampai terkuras semua nafsu kami semua.
Diawali dengan meminum obat berlabel Viagra yang tersimpan di saku celana Papa. Seperti anjing kami melakukan dengan terburu-buru mengingat waktu sudah menunjukan bahwa Mama sebentar lagi pulang. Tetapi dengan nafsu yang makin membara dan membakar tubuh kami. Papa melumuri diriku dengan "gel" yang hot habis deh pokoknya. Dan dia melakukan hal yang sama dengan tubuhnya. Oh my god, "gel" ini membuat badanya menjadi super "macho", dan tanpa adagan kulum mengulum langsung saja dia memintaku menungging dengan posisi pantatku di depan batang kemaluannya.
Setelah setengah jam bergerak maju mundur akhirnya kejadian paling hot terjadi lagi."Ahhgg.. Crot.." batangannya meledak-ledak dengan peluru cairnya yang hangat itu. Kami rasa nafsu kami benar-benar habis untuk kali ini, Papa mengambil nafas lega. Oh, aku seperti di surga.
"Pap besok ajarin Nando lagi yah, abis gede banget sih."
"Iya deh."
Lalu Papa memelukku erat-erat. Sejak saat itu aku dekat dengan Papa. Setiap hari kami melakukan hal itu karena kami sama-sama hiperseks. Kami haus akan seks untuk setiap hari. Dan agaknya jadilah aku anak Papa bukan anak Mama lagi, sampai sekarang aku masih terus diajari oleh Papatanpa sepengetahuan Mama, dan kami jadi semakin dekat dan akrab. Oh Papaku Andrew yang kusayang selamanya.
Sepertinya Papa kandungku sudah mengirim gantinya agar membuatku bahagia dan tidak menderita seperti yang dikatakan orang lain, biasanya Papa tiri adalah galak dan sadis. Tapi toh buktinya Papaku Andrew sangat menyenangkan, baik hati dan sekali lagi, dia juga pasanganku yang seksi.Mungkin bila Mamaku tahu aku akan di marahnya. Oops I did it again Mom Sorry!
Tamat
Karena kondom
Karena sebuah condom.
Saat itu aku berusia 20 tahun dan untuk pertama kalinya aku masuk ke sebuah toko condom di Singapura yang terletak di salah pusat surga belanja untuk orang Indonesia (kebanyakan), Orchard Road. Terus terang, setiap kali aku ke Singapura dan melewati pertokoan daerah situ, aku selalu melihat toko condom ini. Rasa penasaran akan barang-barang seperti apa yang dijual membuatku ingin selalu masuk.
Dari segi fisik, tubuhku sudah tergolong ukuran dewasa, ditambah lagi dengan suaraku yang nge-bass. Tinggiku sekitar 180an cm dan berat 75an kg., dengan bulu bulu tipis kasar di wajah. Aku harus mencukur setiap hari karena pertumbuhan buluku yang tergolong cepat. Mungkin karena inilah yang membuatku tidak perlu menunjukan id saat pergi ke hiburan malam, termasuk toko condom ini.
Baru kuketahui bahwa barang barang yang dijual sangatlah unik unik. Dari condom berbentuk kaktus, burung, dsb., juga aneka rasa, gel pelicin untuk masturbasi, sex game, cambuk, dildo aneka bentuk, hingga celana dalam sexy semuanya lengkap. Akupun mulai kebingungan tapi juga senang. Untungnya penjaga saat itu adalah lelaki jadi aku cuek cuek saja.
Ketika sedang memilih kondom, seorang lelaki berukuran sedang (175cm/68kg) masuk. Ia adalah lelaki fantasi idamanku, berpakaian formal kerja yang rada ketat di tubuhnya. Aku mengamatinya dengan seksama. Ternyata ia sedang berada di area gel pelicin. Pas sekali dengan kondom ini, pikirku. Ia lalu berbicara dengan penjualnya. Aku mendekati mereka berpura-pura melihat barang lainnya setelah mengambil beberapa kondom yang aku suka.
Tampaknya ia tahu bahwa aku mendekatinya. (Gay radar) Setelah usai berbicara, ia lalu melihat barang barang lain. Aku kembali ke area kondom berpura-pura kebingungan memilih kondom lagi, dan sedikit mencuri pandang padanya. Ia melihatku dan menghampiriku.
"Hmm, coba yang rasa ini saja. Dijamin enak.", kesan dia.
Dari yang kuketahui, orang Singapura bukanlah orang yang pertama kali mengambil langkah tapi dia berbeda.
"Oh ya? Lalu rasa apalagi? Bentuk?", Tanya aku sambil berusaha untuk ramah dan mendekatinya.
"Yang ini juga boleh. Tapi agak kecil sih.", katanya sambil menunjukkan satu kondom. Baru kuketahui ternyata ada berbagai ukuran dalam kondom, atau mungkin punya dia yang berukuran besar?
"Kalau gel?", Tanyaku walau sudah tahu.
Ia menuntunku ke bagian gel tersebut dan memberikan saran. Aku mengikuti beberapa saran yang ia berikan. Setelah membayar, kami keluar bersama. Sambil mengobrol, ia mengajakku untuk duduk di sebuah café. Kami ngobrol hampir 2 jam lamanya (namanya Marvin), dan mata kami tidak pernah lepas dari pandangan masing-masing. Sesekali aku memerhatikan dadanya yang bidang dan lengannya yang berisi. Bisa kupastikan bentuk tubuh dalamnya. Tak lama setelah mengetahui apa yang kusuka, Karena kamu suka lukisan, sekarang lagi ada pameran lukisan orang loh di museum. Mau kesana? Tentunya tidak kutolak ajakan kencan ini.
Setelah keliling melihat lukisan-lukisan itu, aku permisi ke wc sebentar. Ia juga ingin kesana. Tak kusangka begitu sampai di tempat kencing, ia mendatangiku dan menciumku secara langsung dengan permainan lidahnya yang nikmat.
"Apa tidak apa-apa di tempat umum nih? Nanti ada orang atau petugas gemana?", tanyaku.
"Tidak apa apa koq. Disini jarang ada yang masuk. Ah, bibirmu sexy sekali", kesannya sambil menciumku kembali.
Ia lalu membuka celananya lalu membuka celanaku. Kini aku mengerti mengapa kondom yang ia sarankan itu termasuk keciluntuknya. Bagaimana tidak? Ukurannya saja selain panjang dan besar. Dari perkiraanku, aku yang memiliki penis berukuran 14cm dengan ketebalan lebih saja, ia kuperkirakan sekitar 17cm dengan tebal setengah kalinya dari aku. Tak kusabar ingin kuoral miliknya. Ia pun mengiyakan.
"Oh, enak banget oralanmu. Terusin, Tom.", kisahnya.
Tanpa disuruhpun, memang itu yang ingin kulakukan. Aku mengitari kepala penisnya terus-menerus, tempat dimana daerah paling sensitif miliknya, kemudian lidahku beralih kebawah kebagian buah zakarnya yang sudah dicukur halus. Ia pun sedikit berteriak. Ia lalu menarikku keatas dan berkata, Kini, giliranku. Sambil memainkan penisku, aku membuka kemejaku. Kehebatan permainan lidahnya tidaklah kalah hebat Pastinya Mana mungkin orang seperti Marvin tidak hebat dalam permainan sex seperti ini?
"Bagaimana kita mencoba kondom yang tadi kamu beli? Mau?", tanyanya.
"Boleh saja, dengan gel-mu ya.", jawabku.
Ia mengambil gel mint yang baru ia beli dan aku juga mengambil kondom rasa extra mint yang aku beli. Bisa kubayangkan seberapa dinginnya lubangku nantinya. Setelah memakaikan gel pada penisnya yang besar itu, aku memakaikan kondom untuknya, dan kemudian mengolesi gel lagi. Ia terlihat kedinginan dan semakin bergairah. Sambil berterima kasih karena membantunya, ia memutarkan tubuhku dan menciumku.
"Tahan ya. Siap kan?"
"Pelan pelan ya. Kamu punya terlalu besar sih."
"Tenang aja, Tom. Kamu pasti akan menikmatinya."
Dengan perlahan lahan (maklum belum pemanasan), ia mulai memasuki penisnya. Aku bisa merasakan kepala penisnya sudah masuk sebagian. Sambil memainkan nippleku, ia menenggelamkan seluruh penisnya ke dalam lubangku. Aku sempat berteriak kecil tapi ia langsung menciumku. Tangannya yang satu tetap memainkan nipple-ku, sedang yang satunya lagi mengocok penisku. Ah, aku sungguh bergairah dibuatnya.
"Enak kan, Tom? Apakah kamu menyukainya?"
"Aku suka banget. Ah, enak banget gaya mainmu. Terusin terusin", kesanku.
"Bisa kulihat dari wajahmu. Ah Tom, aku ingin keluar sekarang. Ah, aku keluar ya."
Dengan cepat aku melepas penisnya dari lubangku, membuka kondomnya lalu mengocok penisnya. Ia pun berejakulasi dengan semprotan sperma yang banyak yang diarahkan langsung ke dalam tempat pembuangan. Aku terus mengocok penisnya hingga sperma pada tetes terakhir. Ia kegelian ketika aku berbuat demikian.
"Sekarang, apa kamu mau memasukiku?", tanya ia.
"Tentu saja. Kamu pasti akan keenakan juga deh. Yakin aku."
Ia lalu membantu melumaskan gel dan memasangkan kondom pada penisnya. Secara perlahan aku memasukan penisku tepat pada sasarannya. Terlihat ia sangat menikmatinya. Aku kemudian memasukan semua batangku dan memompa penisku. Ia berdiri sambil menciumku. Dapat kurasakan betapa ketat lubangnya itu. Penisku serasa terjepit oleh lubang yang sangat kecil.
"Ahhh, aku mau keluar!", Kisahku sambil mengocok penisnya yang telah tegang kembali.
"Keluarin aja di dalam, Tom. Aku ingin merasakan hangatnya spermaku dalam lubangku", jawab ia.
Seperti yang ia inginkan, tak lama aku pun berejakulasi didalamnya. Aku kemudian mengocok penisnya kembali sambil memainkan nipple kirinya, dan kini spermanya berhamburan di sekeliling lantai. Penisku seakan menjadi lebih terjepit lagi.
Tak lama, aku mencabut keluar penisku dari lubangnya. Ia sangat terkekut melihat banyaknya cairan sperma pada kondom yang kukenakan. Kami bersih-bersih (termasuk lantai yang berceceran sperma) lalu keluar. Setelah kulihat jam tanganku, ternyata kami sudah menghabiskan waktu hampir satu jam di wc itu.
Walau kejadian ini sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, hingga saat kini, saat aku berkunjung ke Singapura atau ia datang ke Jakarta, kami selalu menyempatkan diri untuk melakukan sex. Ya jelas, siapa yang akan menolak dengan pria seperti itu?
Tamat
Saat itu aku berusia 20 tahun dan untuk pertama kalinya aku masuk ke sebuah toko condom di Singapura yang terletak di salah pusat surga belanja untuk orang Indonesia (kebanyakan), Orchard Road. Terus terang, setiap kali aku ke Singapura dan melewati pertokoan daerah situ, aku selalu melihat toko condom ini. Rasa penasaran akan barang-barang seperti apa yang dijual membuatku ingin selalu masuk.
Dari segi fisik, tubuhku sudah tergolong ukuran dewasa, ditambah lagi dengan suaraku yang nge-bass. Tinggiku sekitar 180an cm dan berat 75an kg., dengan bulu bulu tipis kasar di wajah. Aku harus mencukur setiap hari karena pertumbuhan buluku yang tergolong cepat. Mungkin karena inilah yang membuatku tidak perlu menunjukan id saat pergi ke hiburan malam, termasuk toko condom ini.
Baru kuketahui bahwa barang barang yang dijual sangatlah unik unik. Dari condom berbentuk kaktus, burung, dsb., juga aneka rasa, gel pelicin untuk masturbasi, sex game, cambuk, dildo aneka bentuk, hingga celana dalam sexy semuanya lengkap. Akupun mulai kebingungan tapi juga senang. Untungnya penjaga saat itu adalah lelaki jadi aku cuek cuek saja.
Ketika sedang memilih kondom, seorang lelaki berukuran sedang (175cm/68kg) masuk. Ia adalah lelaki fantasi idamanku, berpakaian formal kerja yang rada ketat di tubuhnya. Aku mengamatinya dengan seksama. Ternyata ia sedang berada di area gel pelicin. Pas sekali dengan kondom ini, pikirku. Ia lalu berbicara dengan penjualnya. Aku mendekati mereka berpura-pura melihat barang lainnya setelah mengambil beberapa kondom yang aku suka.
Tampaknya ia tahu bahwa aku mendekatinya. (Gay radar) Setelah usai berbicara, ia lalu melihat barang barang lain. Aku kembali ke area kondom berpura-pura kebingungan memilih kondom lagi, dan sedikit mencuri pandang padanya. Ia melihatku dan menghampiriku.
"Hmm, coba yang rasa ini saja. Dijamin enak.", kesan dia.
Dari yang kuketahui, orang Singapura bukanlah orang yang pertama kali mengambil langkah tapi dia berbeda.
"Oh ya? Lalu rasa apalagi? Bentuk?", Tanya aku sambil berusaha untuk ramah dan mendekatinya.
"Yang ini juga boleh. Tapi agak kecil sih.", katanya sambil menunjukkan satu kondom. Baru kuketahui ternyata ada berbagai ukuran dalam kondom, atau mungkin punya dia yang berukuran besar?
"Kalau gel?", Tanyaku walau sudah tahu.
Ia menuntunku ke bagian gel tersebut dan memberikan saran. Aku mengikuti beberapa saran yang ia berikan. Setelah membayar, kami keluar bersama. Sambil mengobrol, ia mengajakku untuk duduk di sebuah café. Kami ngobrol hampir 2 jam lamanya (namanya Marvin), dan mata kami tidak pernah lepas dari pandangan masing-masing. Sesekali aku memerhatikan dadanya yang bidang dan lengannya yang berisi. Bisa kupastikan bentuk tubuh dalamnya. Tak lama setelah mengetahui apa yang kusuka, Karena kamu suka lukisan, sekarang lagi ada pameran lukisan orang loh di museum. Mau kesana? Tentunya tidak kutolak ajakan kencan ini.
Setelah keliling melihat lukisan-lukisan itu, aku permisi ke wc sebentar. Ia juga ingin kesana. Tak kusangka begitu sampai di tempat kencing, ia mendatangiku dan menciumku secara langsung dengan permainan lidahnya yang nikmat.
"Apa tidak apa-apa di tempat umum nih? Nanti ada orang atau petugas gemana?", tanyaku.
"Tidak apa apa koq. Disini jarang ada yang masuk. Ah, bibirmu sexy sekali", kesannya sambil menciumku kembali.
Ia lalu membuka celananya lalu membuka celanaku. Kini aku mengerti mengapa kondom yang ia sarankan itu termasuk keciluntuknya. Bagaimana tidak? Ukurannya saja selain panjang dan besar. Dari perkiraanku, aku yang memiliki penis berukuran 14cm dengan ketebalan lebih saja, ia kuperkirakan sekitar 17cm dengan tebal setengah kalinya dari aku. Tak kusabar ingin kuoral miliknya. Ia pun mengiyakan.
"Oh, enak banget oralanmu. Terusin, Tom.", kisahnya.
Tanpa disuruhpun, memang itu yang ingin kulakukan. Aku mengitari kepala penisnya terus-menerus, tempat dimana daerah paling sensitif miliknya, kemudian lidahku beralih kebawah kebagian buah zakarnya yang sudah dicukur halus. Ia pun sedikit berteriak. Ia lalu menarikku keatas dan berkata, Kini, giliranku. Sambil memainkan penisku, aku membuka kemejaku. Kehebatan permainan lidahnya tidaklah kalah hebat Pastinya Mana mungkin orang seperti Marvin tidak hebat dalam permainan sex seperti ini?
"Bagaimana kita mencoba kondom yang tadi kamu beli? Mau?", tanyanya.
"Boleh saja, dengan gel-mu ya.", jawabku.
Ia mengambil gel mint yang baru ia beli dan aku juga mengambil kondom rasa extra mint yang aku beli. Bisa kubayangkan seberapa dinginnya lubangku nantinya. Setelah memakaikan gel pada penisnya yang besar itu, aku memakaikan kondom untuknya, dan kemudian mengolesi gel lagi. Ia terlihat kedinginan dan semakin bergairah. Sambil berterima kasih karena membantunya, ia memutarkan tubuhku dan menciumku.
"Tahan ya. Siap kan?"
"Pelan pelan ya. Kamu punya terlalu besar sih."
"Tenang aja, Tom. Kamu pasti akan menikmatinya."
Dengan perlahan lahan (maklum belum pemanasan), ia mulai memasuki penisnya. Aku bisa merasakan kepala penisnya sudah masuk sebagian. Sambil memainkan nippleku, ia menenggelamkan seluruh penisnya ke dalam lubangku. Aku sempat berteriak kecil tapi ia langsung menciumku. Tangannya yang satu tetap memainkan nipple-ku, sedang yang satunya lagi mengocok penisku. Ah, aku sungguh bergairah dibuatnya.
"Enak kan, Tom? Apakah kamu menyukainya?"
"Aku suka banget. Ah, enak banget gaya mainmu. Terusin terusin", kesanku.
"Bisa kulihat dari wajahmu. Ah Tom, aku ingin keluar sekarang. Ah, aku keluar ya."
Dengan cepat aku melepas penisnya dari lubangku, membuka kondomnya lalu mengocok penisnya. Ia pun berejakulasi dengan semprotan sperma yang banyak yang diarahkan langsung ke dalam tempat pembuangan. Aku terus mengocok penisnya hingga sperma pada tetes terakhir. Ia kegelian ketika aku berbuat demikian.
"Sekarang, apa kamu mau memasukiku?", tanya ia.
"Tentu saja. Kamu pasti akan keenakan juga deh. Yakin aku."
Ia lalu membantu melumaskan gel dan memasangkan kondom pada penisnya. Secara perlahan aku memasukan penisku tepat pada sasarannya. Terlihat ia sangat menikmatinya. Aku kemudian memasukan semua batangku dan memompa penisku. Ia berdiri sambil menciumku. Dapat kurasakan betapa ketat lubangnya itu. Penisku serasa terjepit oleh lubang yang sangat kecil.
"Ahhh, aku mau keluar!", Kisahku sambil mengocok penisnya yang telah tegang kembali.
"Keluarin aja di dalam, Tom. Aku ingin merasakan hangatnya spermaku dalam lubangku", jawab ia.
Seperti yang ia inginkan, tak lama aku pun berejakulasi didalamnya. Aku kemudian mengocok penisnya kembali sambil memainkan nipple kirinya, dan kini spermanya berhamburan di sekeliling lantai. Penisku seakan menjadi lebih terjepit lagi.
Tak lama, aku mencabut keluar penisku dari lubangnya. Ia sangat terkekut melihat banyaknya cairan sperma pada kondom yang kukenakan. Kami bersih-bersih (termasuk lantai yang berceceran sperma) lalu keluar. Setelah kulihat jam tanganku, ternyata kami sudah menghabiskan waktu hampir satu jam di wc itu.
Walau kejadian ini sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, hingga saat kini, saat aku berkunjung ke Singapura atau ia datang ke Jakarta, kami selalu menyempatkan diri untuk melakukan sex. Ya jelas, siapa yang akan menolak dengan pria seperti itu?
Tamat
Anak-anak ibu kostku
Saya baru kuliah di Jogja, dan seperti selayaknya anak-anak yang study di Jogja itu kost. Aku suka kost itu karena familiar sekali. Di kostku memang tidak seperti kamar kost teman-temanku, di kamar itu ada televisi, VCD, dan Playstation, ya selayaknya kamar anak-anak. Oh ya aku baru semester dua jadi ya mainan itu masih sangat suka sekali. Di kost terisi hanya 6 kamar dan satu rumah induk. Keluarga dari ibu kostku mempunyai anak dua laki-laki dan satu perempuan yang masih sangat kecil (kelas 5 SD), sedangkan yang tertua kelas 3 SMU, dan adiknya yang laki-laki baru kelas 2 SMP. Selayak juga anak-anaknya sering nonton TV dan VCD, bahkan main Playstation di kamarku sehingga aku juga agak terganggu waktu tidur maupun waktu belajar. Tapi aku suka terhadap mereka, karena mereka sangat imut dan lucu.
Kadang mereka sampai malam hari main Playstation di kamarku. Mungkin libido yang tinggi atau memang hasratku untuk seks amat sangat kuat, karena aku sangat tertutup sekali. Pada waktu sore biasanya yang SMP main Playstation di kamar berdua bersamaku. Aku sering memeluknya bahkan menciumnya. Pernah suatu ketika aku tidak sanggup untuk menahan nafsuku, kupeluk dia dari belakang dan kuciumi lehernya dan memegang batang kemaluannya yang masih belum membesar sampai membesar, kadang kukocok. Kalau sudah besar kutiduri dia dan kugosok-gosokan kelaminku dengan kelamin dia, tapi masih pakai pakaian lengkap selayaknya memperkosa anak kecil. Tapi dia juga menikmatinya bahkan membalas menciumku dan memelukku. Aku belum berani untuk membuka bajunya, dan bajuku, dan itu berlangsung sampai kami berdua berkeringat dan aku "keluar" serta lemas.
Dia, setelah aku lemas melanjutkan kembali main Playstationnya. Dan setelah itu aku mandi, mandinya kebetulan kamar mandi luar dipakai oleh temanku, maka aku mandi di dalam dan bersebelahan dengan kamar mandinya keluarga ibu kost. Secara tidak sengaja juga anaknya yang SMU mandi, jadi kami berdua mandi bersama tapi lain kamar. Di atas yang menghubungkan kamar mandi, jadi tidak terpisah, untuk penerangan. Aku melongok mengintip dia dari atas dan terlihat di cermin yang ada di kamar mandinya. Dia mulai buka bajunya, dan terlihatlah badannya yang sangat mulus dan putih itu, lalu dia buka celananya, wow.. batang kemaluanku mulai menegang lagi, kupegang dan mengelus-elus batang kemaluanku, dan saat yang ditunggu dia melepaskan CD-nya (celana dalam) terlihatlah batang kemaluannya dan pantatnya yang indah itu. Yang mengherankan dia bukannya langsung mandi tapi duduk di bak mandi, dan mengambil sabun, betul sekali dia mengocok batang kemaluannya, dan terlihat batang kemaluan itu menegang dan sangatlah indahnya. Dia mulai mengocoknya dengan asyiknya tanpa sadar aku melihatnya dari atas.
Aku pun membayangkan dia dan ikut mengocok juga sambil melihat dia. Tidak lama dia mengocoknya dan keluarlah spermanya, sedangkan aku belum. Dia berbalik badan dan mengambil gayung serta menyiram spermanya yang tumpah. Aku terus mengocok sambil melihat tubuh yang begitu indah. Akhirnya aku keluar juga, dan dia mandi dengan cepat sekali. Setelah mandi dia main ke kamarku, yang biasa dia lakukan.
Dan aku belum bisa mengungkapnya, padahal ingin sekali untuk mengobrol bersama dia mengenai kejadian tadi sore itu. Dua hari kemudian dia main ke kamar kostku lagi, dan ini saat yang kutunggu karena hanya kami berdua. Aku bilang ke dia kalau aku melihat dia "ngocok" di kamar mandi. Dia hanya tertawa saja dan bilang jangan bilang sama siapa-siapa. Aku mengangguk kepala, lalu aku bilang aku juga "ngocok" waktu itu, dia kaget dan bilang, "Oh ya? Kenapa Mas enggak bilang waktu itu, kan kita bisa saling ngocokin, Mas ngocok punya saya dan saya ngocok punya Mas, pasti asyik." Aku jadi bingung waktu itu karena kagetnya bukan main serta menyesal kenapa juga tidak aku lakukan, pokoknya campur aduk deh perasaan itu. Tapi aku menganggap ini kesempatan besar, aku bilang sama dia, "Kenapa enggak sekarang kita lakuin bersama, sambil nonton VCD, mau enggak ajak aku?" Dan dia mau. Aku ambilkan VCD yang tentu saja laki-laki sama laki-laki di sana ada adegan analnya. Dan dia bertanya, "Kok bisa pantat dimasukin 'itu' ya Mas?" Aku bilang, "Bisa saja, mau coba?"
Akhirnya kami buka baju dan celana masing-masing, aku malu karena punyaku sudah tegang duluan. Dia memegang tanpa malu punyaku yang sudah tegang itu dan langsung jongkok, tanpa basa-basi langsung pula punyaku dimasukkan ke mulutnya. Aku mengerang asyik bukan main dan aku mendudukan diri di kasur dan menidurkan diri, aku bilang, "Mari kita atus posisi!" Akhirnya aku di bawah dan dia di atas atau 69 dia mengulumnya seperti layaknya sudah pernah dia lakukan. Aku kewalahan, dan aku merubah posisinya, kupeluk untuk kutidurkan agar aku bisa di atas, dia pun menurut saja. Kucium dia dan dia pun membalasnya dengan asyiknya. Lidah, kami mainkan serta pinggulnya digoyangkan, aku bilang kepada dia, "Mau nggak kumasukan di pantatmu?" Dia mengangguk, dan aku menjilatinya sampai basah serta dia mengerang kenikmatan yang luar biasa sambil aku kocokkan batang kemaluannya yang lumayan besar itu walupun masih besaran punyaku.
Setelah basah aku membimbing batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya dan "Bless!" masuklah semuanya, dia mengerang kesakitan, bahkan hampir menjerit. Aku mengaturnya dan mengocokkan batang kemaluannya serta menambah air liurku ke anusnya dan batang kemaluanku. Aku mulai maju mundur, dan dia tetap aku kocokkan. Asyik sekali pantat yang seksi itu dimasukan batang kemaluanku. Akhirnya aku tidak kuat lagi untuk menahan kenikmatan yang berlebihan ini dan keluarlah aku. Tapi sebelum keluar, batang kemaluanku kutancapkan sampai dalam dan akhirnya keluar dengan kenikmatan yang amat sangat, sampai airmaniku keluar dari pantatnya dan dia juga mau keluar maka aku keluarkan batang kemaluanku yang masih mau asyik di pantat itu, lalu kukulum batang kemaluannya dan keluarlah airmani yang sangat sedap itu di dalam mulutku yang imut ini sampai aku tidak bisa menampung semuanya, walaupun sayang tapi memang kebanyakan sih ya. Kami main itu sampai 2 setengah jam lamanya. Dan kami berdua lemas dan saling berpelukan, berciuman, serta mengelap keringat, dan senyum yang manis itu di bibirnya.
Setelah rasa capai hilang dan keringat sudah kering, dia balik ke kamar rumahnya. Besoknya kami selalu bersama, dan akhirnya kalau tidak ada kakaknya aku juga main sama adiknya. Suatu ketika aku tidak tahan juga lihat adiknya yang masih SMP itu, akhirnya kupeluk dan kuciumi dia. Tadinya dia tidak mau digitukan karena asyik main Playstation. Akhirnya, "Ya sudah, kalau tidak mau ditiduri kamu buka celananya biar kuisep," kataku. Dia bilang, "Buka aja, lagi." Tidak kusia-siakan kesempatan itu. Kubuka celana itu dan "nongollah" batang kemaluan yang masih loyo itu. Aku atur duduk dia, dan aku mengulumnya langsung, lama-kelamaan akhirnya tegang juga, dan terlihat dia sudah tidak konsentrasi untuk main Playstationnya, terlebih karena kalah terus. Aku terus mengulumnya tanpa pura-pura tidak memperhatikannya. Akhirnya dia menurunkan celananya ke bawah maka asyiklah aku dengan bebas mengulumnya dan dia terlihat keasyikan, dan meninggikan joystiknya dan tiduran. Aku tidak mau untuk meluangkan waktu itu, kubuka juga celanaku dan memperlihatkan punyaku yang memang dia kalah besar sama punyaku. Aku tiduri dia dan kugesek-gesekan punyaku dangan punyanya serta kami berciuman. Aku bilang, "Kamu mau ngisep?" Dia bilang, "Boleh!"
Aku pun memutar tubuhku maka kami melakukan 69. Kumainkan jariku di pantatnya dan dia mengangkang asyik sekali memang. Aku mencoba memasukkan jariku ke dalam pantatnya, dan dia pun mengerang, "Ach.." aku kasih ludah lagi di jariku dan di pantatnya, kuoleskan bodylotion di pantatnya dan kumainkan jariku keluar masuk di pantatnya, dia pun keasyikan, dia pun melakukan hal yang sama. Asyik sekali memang, lalu aku menyuruhnya untuk memasukan batang kemaluannya yang kecil itu ke pantatku, aku masih merangkak, selayaknya doggystyle, dia asyik memaju mundurkan batang kemaluannya yang bagiku itu sama dengan jariku kalau kumainkan, beda kalau kakaknya yang memasukkan batang kemaluannya. Dia bilang, "Aku mau keluar!" Aku bilang, "Entar dulu!" dan dia menahannya, lalu kusuruh keluarkan batang kemaluannya, dan menidurkannya, dia menurut saja kupegang kakinya untuk mengangkang sambil kuoleskan bodylotion ke pantatnya, serta membimbing pelan-pelan batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya. Dia kesakitan tapi dia bilang, "Ayoo Mas cepet masukan dong.. asyik banget nih." Aku pun mendorongnya dan dia menjerit, "Ach.. Mas.." dia tetap memegang batang kemaluannya yang mau keluar itu. Aku pun tidak lama keluar paling hanya lima atau enam genjotan. Tapi sebelum aku keluar, aku bilang, "Aku mau keluar nih," dan dia pun mengocok batang kemaluannya dengan cepat dan kami keluar bareng. "Ach.. nikmat memang.."
Masnya dan adenya aku dapatkan mereka berdua. Sungguh ini suatu pengalaman yang luar biasa sekali, untuk lebih lanjutnya aku mau memikirkan apakah masnya dengan adenya mau malakukan bareng denganku alias orgy? Tunggu saja episode berikutnya. Terima kasih.
Kadang mereka sampai malam hari main Playstation di kamarku. Mungkin libido yang tinggi atau memang hasratku untuk seks amat sangat kuat, karena aku sangat tertutup sekali. Pada waktu sore biasanya yang SMP main Playstation di kamar berdua bersamaku. Aku sering memeluknya bahkan menciumnya. Pernah suatu ketika aku tidak sanggup untuk menahan nafsuku, kupeluk dia dari belakang dan kuciumi lehernya dan memegang batang kemaluannya yang masih belum membesar sampai membesar, kadang kukocok. Kalau sudah besar kutiduri dia dan kugosok-gosokan kelaminku dengan kelamin dia, tapi masih pakai pakaian lengkap selayaknya memperkosa anak kecil. Tapi dia juga menikmatinya bahkan membalas menciumku dan memelukku. Aku belum berani untuk membuka bajunya, dan bajuku, dan itu berlangsung sampai kami berdua berkeringat dan aku "keluar" serta lemas.
Dia, setelah aku lemas melanjutkan kembali main Playstationnya. Dan setelah itu aku mandi, mandinya kebetulan kamar mandi luar dipakai oleh temanku, maka aku mandi di dalam dan bersebelahan dengan kamar mandinya keluarga ibu kost. Secara tidak sengaja juga anaknya yang SMU mandi, jadi kami berdua mandi bersama tapi lain kamar. Di atas yang menghubungkan kamar mandi, jadi tidak terpisah, untuk penerangan. Aku melongok mengintip dia dari atas dan terlihat di cermin yang ada di kamar mandinya. Dia mulai buka bajunya, dan terlihatlah badannya yang sangat mulus dan putih itu, lalu dia buka celananya, wow.. batang kemaluanku mulai menegang lagi, kupegang dan mengelus-elus batang kemaluanku, dan saat yang ditunggu dia melepaskan CD-nya (celana dalam) terlihatlah batang kemaluannya dan pantatnya yang indah itu. Yang mengherankan dia bukannya langsung mandi tapi duduk di bak mandi, dan mengambil sabun, betul sekali dia mengocok batang kemaluannya, dan terlihat batang kemaluan itu menegang dan sangatlah indahnya. Dia mulai mengocoknya dengan asyiknya tanpa sadar aku melihatnya dari atas.
Aku pun membayangkan dia dan ikut mengocok juga sambil melihat dia. Tidak lama dia mengocoknya dan keluarlah spermanya, sedangkan aku belum. Dia berbalik badan dan mengambil gayung serta menyiram spermanya yang tumpah. Aku terus mengocok sambil melihat tubuh yang begitu indah. Akhirnya aku keluar juga, dan dia mandi dengan cepat sekali. Setelah mandi dia main ke kamarku, yang biasa dia lakukan.
Dan aku belum bisa mengungkapnya, padahal ingin sekali untuk mengobrol bersama dia mengenai kejadian tadi sore itu. Dua hari kemudian dia main ke kamar kostku lagi, dan ini saat yang kutunggu karena hanya kami berdua. Aku bilang ke dia kalau aku melihat dia "ngocok" di kamar mandi. Dia hanya tertawa saja dan bilang jangan bilang sama siapa-siapa. Aku mengangguk kepala, lalu aku bilang aku juga "ngocok" waktu itu, dia kaget dan bilang, "Oh ya? Kenapa Mas enggak bilang waktu itu, kan kita bisa saling ngocokin, Mas ngocok punya saya dan saya ngocok punya Mas, pasti asyik." Aku jadi bingung waktu itu karena kagetnya bukan main serta menyesal kenapa juga tidak aku lakukan, pokoknya campur aduk deh perasaan itu. Tapi aku menganggap ini kesempatan besar, aku bilang sama dia, "Kenapa enggak sekarang kita lakuin bersama, sambil nonton VCD, mau enggak ajak aku?" Dan dia mau. Aku ambilkan VCD yang tentu saja laki-laki sama laki-laki di sana ada adegan analnya. Dan dia bertanya, "Kok bisa pantat dimasukin 'itu' ya Mas?" Aku bilang, "Bisa saja, mau coba?"
Akhirnya kami buka baju dan celana masing-masing, aku malu karena punyaku sudah tegang duluan. Dia memegang tanpa malu punyaku yang sudah tegang itu dan langsung jongkok, tanpa basa-basi langsung pula punyaku dimasukkan ke mulutnya. Aku mengerang asyik bukan main dan aku mendudukan diri di kasur dan menidurkan diri, aku bilang, "Mari kita atus posisi!" Akhirnya aku di bawah dan dia di atas atau 69 dia mengulumnya seperti layaknya sudah pernah dia lakukan. Aku kewalahan, dan aku merubah posisinya, kupeluk untuk kutidurkan agar aku bisa di atas, dia pun menurut saja. Kucium dia dan dia pun membalasnya dengan asyiknya. Lidah, kami mainkan serta pinggulnya digoyangkan, aku bilang kepada dia, "Mau nggak kumasukan di pantatmu?" Dia mengangguk, dan aku menjilatinya sampai basah serta dia mengerang kenikmatan yang luar biasa sambil aku kocokkan batang kemaluannya yang lumayan besar itu walupun masih besaran punyaku.
Setelah basah aku membimbing batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya dan "Bless!" masuklah semuanya, dia mengerang kesakitan, bahkan hampir menjerit. Aku mengaturnya dan mengocokkan batang kemaluannya serta menambah air liurku ke anusnya dan batang kemaluanku. Aku mulai maju mundur, dan dia tetap aku kocokkan. Asyik sekali pantat yang seksi itu dimasukan batang kemaluanku. Akhirnya aku tidak kuat lagi untuk menahan kenikmatan yang berlebihan ini dan keluarlah aku. Tapi sebelum keluar, batang kemaluanku kutancapkan sampai dalam dan akhirnya keluar dengan kenikmatan yang amat sangat, sampai airmaniku keluar dari pantatnya dan dia juga mau keluar maka aku keluarkan batang kemaluanku yang masih mau asyik di pantat itu, lalu kukulum batang kemaluannya dan keluarlah airmani yang sangat sedap itu di dalam mulutku yang imut ini sampai aku tidak bisa menampung semuanya, walaupun sayang tapi memang kebanyakan sih ya. Kami main itu sampai 2 setengah jam lamanya. Dan kami berdua lemas dan saling berpelukan, berciuman, serta mengelap keringat, dan senyum yang manis itu di bibirnya.
Setelah rasa capai hilang dan keringat sudah kering, dia balik ke kamar rumahnya. Besoknya kami selalu bersama, dan akhirnya kalau tidak ada kakaknya aku juga main sama adiknya. Suatu ketika aku tidak tahan juga lihat adiknya yang masih SMP itu, akhirnya kupeluk dan kuciumi dia. Tadinya dia tidak mau digitukan karena asyik main Playstation. Akhirnya, "Ya sudah, kalau tidak mau ditiduri kamu buka celananya biar kuisep," kataku. Dia bilang, "Buka aja, lagi." Tidak kusia-siakan kesempatan itu. Kubuka celana itu dan "nongollah" batang kemaluan yang masih loyo itu. Aku atur duduk dia, dan aku mengulumnya langsung, lama-kelamaan akhirnya tegang juga, dan terlihat dia sudah tidak konsentrasi untuk main Playstationnya, terlebih karena kalah terus. Aku terus mengulumnya tanpa pura-pura tidak memperhatikannya. Akhirnya dia menurunkan celananya ke bawah maka asyiklah aku dengan bebas mengulumnya dan dia terlihat keasyikan, dan meninggikan joystiknya dan tiduran. Aku tidak mau untuk meluangkan waktu itu, kubuka juga celanaku dan memperlihatkan punyaku yang memang dia kalah besar sama punyaku. Aku tiduri dia dan kugesek-gesekan punyaku dangan punyanya serta kami berciuman. Aku bilang, "Kamu mau ngisep?" Dia bilang, "Boleh!"
Aku pun memutar tubuhku maka kami melakukan 69. Kumainkan jariku di pantatnya dan dia mengangkang asyik sekali memang. Aku mencoba memasukkan jariku ke dalam pantatnya, dan dia pun mengerang, "Ach.." aku kasih ludah lagi di jariku dan di pantatnya, kuoleskan bodylotion di pantatnya dan kumainkan jariku keluar masuk di pantatnya, dia pun keasyikan, dia pun melakukan hal yang sama. Asyik sekali memang, lalu aku menyuruhnya untuk memasukan batang kemaluannya yang kecil itu ke pantatku, aku masih merangkak, selayaknya doggystyle, dia asyik memaju mundurkan batang kemaluannya yang bagiku itu sama dengan jariku kalau kumainkan, beda kalau kakaknya yang memasukkan batang kemaluannya. Dia bilang, "Aku mau keluar!" Aku bilang, "Entar dulu!" dan dia menahannya, lalu kusuruh keluarkan batang kemaluannya, dan menidurkannya, dia menurut saja kupegang kakinya untuk mengangkang sambil kuoleskan bodylotion ke pantatnya, serta membimbing pelan-pelan batang kemaluanku untuk masuk ke pantatnya. Dia kesakitan tapi dia bilang, "Ayoo Mas cepet masukan dong.. asyik banget nih." Aku pun mendorongnya dan dia menjerit, "Ach.. Mas.." dia tetap memegang batang kemaluannya yang mau keluar itu. Aku pun tidak lama keluar paling hanya lima atau enam genjotan. Tapi sebelum aku keluar, aku bilang, "Aku mau keluar nih," dan dia pun mengocok batang kemaluannya dengan cepat dan kami keluar bareng. "Ach.. nikmat memang.."
Masnya dan adenya aku dapatkan mereka berdua. Sungguh ini suatu pengalaman yang luar biasa sekali, untuk lebih lanjutnya aku mau memikirkan apakah masnya dengan adenya mau malakukan bareng denganku alias orgy? Tunggu saja episode berikutnya. Terima kasih.
Aku benar-benar tertekan
Saat ini saya berusia 26 thn, tinggal di Jakarta-Indonesia, berasal dari keluarga yang hidup sederhana. Saya sudah mulai menyukai sesama pria sejak umur 11 thn, pada waktu itu saya sedang naksir dengan satu teman yang memiliki tampang cute, cakep, lucu dan menggemaskan. Sayangnya, cintaku padanya tidak terbalas, pasalnya dia straight. Bahkan sampai sekarang dia juga tidak tahu bahwa saya pernah menyukainya, walaupun sekarang saya sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Ohya, ada 1 hal yang harus kuakui, dulu waktu masih kecil saya pernah bertingkah laku sissy, itu karena saya masih polos dan tidak mengerti apa-apa.
Setelah menjadi remaja, akhirnya saya sadar tingkah laku tersebut, malah saya ngeri dengan sikap itu, maka dengan segera saya menghilangkannya sehingga bisa berubah menjadi orang seperti pada umumnya. Bahkan saya tidak suka dan tidak akan pernah mau menjadi orang sissy atau waria! Saya harus akui ini berkat dorongan yang berasal dari keluargaku dan juga diriku sendiri serta bantuan doa-doa yang telah kupanjatkan tiap hari.
Semenjak mulai menjadi remaja, perasaanku semakin lama semakin tertekan. Saya tidak habis mengerti dan sering bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa saya harus dan bisa menyukai sesama jenis? Bukankah tidak pantas cowok menyukai cowok juga? Seharusnya cowok menyukai cewek".
Saya sudah mencoba segala cara untuk menyukai lawan jenis (cewek), tetapi kemungkinannya masih kecil. Semakin dewasa semakin saya tertarik dengan perfomance maupun appearance seorang lelaki yang jaman sekarang ini sudah berubah. Saya akui, jaman sekarang cowok-cowok sudah semakin cakep daripada dulu, sehingga tiap berpapasan, perasaanku selalu tidak tahan, ingin sekali saya memiliki orang itu, tapi itu sangat mustahil, akhirnya hatiku ini harus menjadi sedih dan menangis. Saya benar-benar bodoh sekali.. Mengapa perfomance maupun appearance seorang lelaki harus begitu selalu menarik daripada seorang perempuan?
Di mana-mana jika saya melihat ada cowok (khusus chinese) yang ganteng atau cakep atau cute, saya hanya bisa menggerutu sendiri dan melihat saja dari jauh dengan perasaan ngilu. Mengapa? Karena saya telah berkaca diri sendiri dan sadar bahwa saya tidak cakep, kurus, pendek (bukan cebol loh, yang penting fisikku normal secara umum), bahkan bisa dikatakan benar-benar buruk. Saya sadar bahwa appearance saya sangat tidak sempurna. Tidak pernah ada cowok yang melirik ke saya, bahkan cewek sekalipun. Saya selalu bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa mereka bisa memiliki tampang cute, cakep, ganteng dan sempurna yang bisa menjadi modal bagi segala hal?"
Orang yang memiliki tampang demikian, saya selalu beranggapan bahwa mereka sangat beruntung karena bisa menjadi modal terhadap suatu hal tertentu, juga sangat mudah untuk menarik perhatian orang, memiliki daya tarik yang sempurna, tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan seorang pacar. Sementara saya sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pacaran. Saya sungguh sangat sedih sekali!
Apakah appearance saya yang tidak menarik harus membuat orang lain tidak menyukaiku, bahkan juga tidak mau mengenal atau berbagi perasaan dengan saya? Saya juga selalu mengeluh pada diri sendiri, mengapa tiap cowok chinese yang kusukai semuanya selalu harus normal (straight). Saya tidak berani mengungkapkan isi hatiku kepada mereka. Maka saya selalu merasa kesepian di dalam hatiku, tidak pernah ada seseorang cowok yang mau berbagi perasaan, kasih sayang, perhatian denganku. Tidak ada seorang pun tahu isi hatiku! Dari luar, saya kelihatan tampak seperti tegar seolah-olah tidak ada masalah apa-apa, bisa ngobrol atau bercanda dengan teman-teman, tetapi di dalam hatiku yang paling dalam sungguh tertekan dan sangat sedih sekali.
Saya sadar bahwa saya juga sangat membutuhkan kasih sayang dan penuh perhatian dari seorang cowok seperti yang dibutuhkan oleh setiap orang. Entahlah, apakah impianku itu akan tercapai atau tidak, saya pun tidak tahu. Tidak pernah ada seseorang yang mengetahui isi hatiku, bahkan mungkin juga tidak akan mau mengenal lebih dekat dengan saya, karena saya rasa mereka cenderung memilih untuk melihat seseorang dari figur, kecuali teman-teman straight (baik cowok maupun cewek).
Setiap jika saya menonton TV, ada muncul iklan-iklan yang bertabur cowok yang cute dan cakep (seperti iklan odol close up hitam, gatsby wax, master gel, dan lain-lain) atau bintang selebriti (film/sinetron) atau model, saya selalu berkata pada diriku sendiri, "Enak ya memiliki tampang yang sempurna, seandainya saja orang itu adalah pacarku, alangkah senangnya hatiku".
Tapi saya tetap tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Saya menganggap mereka (orang-orang yang cute di iklan/film/model) itu hanya fiksi atau tidak nyata dan saya juga tidak pernah memuja mereka. Meskipun mereka selebriti terkenal yang cakep, saya tidak pernah menganggap mereka itu hebat atau sempurna, di pandanganku mereka itu tetap orang biasa, sesama manusia dan mereka itu juga bukan suatu barang yang bisa dipamerkan.
Jika saya berhadapan dengan cowok yang cakep, saya tidak pernah mengirimkan sinyal khusus padanya bahwa saya suka dia, karena saya tahu bahwa diriku sangat tidak menarik, mana mungkin orang bisa menyukai sama saya. Saya tidak percaya jika benar-benar ada cowok yang cakep dan sempurna pun bisa menyukai (atau bahkan mencintai) cowok yang memiliki buruk rupa. Makanya itu saya tidak pernah mengungkapkan isi hatiku pada siapapun yang kusukai, tidak peduli mereka itu gay atau straight atau bisexual.
Saya juga paling tahu bahwa pada umumnya semua cowok gay selalu cenderung lebih suka melihat dari penampilan figur seorang laki-laki yang mesti sempurna dan enak dilihat sehingga dapat membanggakan pacarnya pada orang lain. Saya benci dengan cowok cakep yang sombong dan sudah merasa hebat dengan memamerkan tampangnya. Saya tidak pernah berharap dapat cowok sesempurna, karena di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setidaknya ada seseorang yang mau berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang pun itu sudah cukup bagiku, asalkan bersungguh-sungguh dan tidak main-main, juga saya akan memperlakukan hal yang sama padanya.
Saya pernah diceritakan oleh salah satu teman baik yang memiliki pacar yang cakep, dia bilang kepadaku, "Punya pacar cakep juga benar-benar reseh dan selalu ada resiko".
Aku bertanya padanya, "Resiko apa?".
Dia menjawab, "Misalnya kalau lagi tidak jalan berdua, masing-masing punya kegiatan sendiri, saya sibuk, dia berada di tempat lain, saya tidak tahu dia ngapain di sana, bisa-bisanya dia selingkuh sama orang lain, walaupun saya percaya sama dia, tetap saja merasa was-was dan masih ada perasaan cemburu, pasalnya pacarku orangnya menarik dan selalu mampu menarik perhatian orang lain, jadi kalau misal ada orang tertarik sama pacarku, kemudian orang itu mau kenalan sama pacarku, pasti pacarku terima, jadi mungkin pacarku tidak bakal ceritain soal itu kepadaku!"
Akhirnya saya mengerti maksudnya dan kuakui mungkin itu benar juga, walaupun saya tidak pernah mengalami pacaran.
Karena saya tidak pernah mengalami yang namanya pacaran dan saya sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian dari seorang cowok, jadi kadang saya suka berkhayal tentang orang-orang (baik nyata maupun fiksi) yang jadi pacarku, berkencan, makan berdua, jalan-jalan berdua, berpelukan, berbagi rasa kasih sayang, dll. Sehingga ada timbulnya rasa romantis di dalam diriku.
Teman saya pernah meminjamkan Blue Film gay ke saya dan saya membandingkannya dengan Blue Film straight dan lesbian, kuakui Blue Film gay lebih menarik dan juga benar-benar menggasyikkan. Nonton Blue Film gay saja saya sudah merasa cukup puas sebagai pelampiasan nafsu sendiri dan membuang rasa kesepianku, walaupun kedengarannya memang tidak terlalu seru, terkadang saya pernah berkhayal tentang main seperti di Blue Film. Jika seandainya saya benar-benar punya pacar, alangkah senangnya hatiku karena dapat saling berbagi kasih sayang, perhatian, juga saling memberi dorongan sebagai pemacu semangat, memberi dan menerima masukan dari segala hal. Saya memiliki satu kelebihan utama yang ada di dalam diriku yaitu bisa menjaga kepercayaan serta menyimpan segala rahasia.
Keluargaku juga masih tidak tahu isi hatiku, walaupun pernah sempat curiga, tetapi saya tetap selalu menyangkal, karena saya tidak ingin membuat keluargaku sedih dan kecewa, saya paling mengerti bahwa keluargaku tidak suka gay. Itulah membuat hatiku semakin tertekan dan tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan isi hatiku. Kalau dipikir-pikir kembali soal ini, rasanya saya ingin menangis, menjerit dan berteriak. Tapi apa boleh buat, saya terpaksa memendam sendiri di hatiku sebisa-bisanya sampai sekarang masih tetap bisa kutahan.
Ada rasa suka dan duka pun juga selalu kujalani sendiri dengan tegar tanpa berbagi dengan seseorang spesial. Ungkapan isi hatiku ini adalah nyata, bukan berarti saya tidak PD, tetapi saya merasa bahwa saya harus menceritakan ini untuk melepaskan tekanan isi hatiku yang sudah kupendam sendiri selama ini tanpa berbagi dengan seseorang dan saya tidak tahu harus berbagi kepada siapa, selain melalui situs ini. Saya tak bermaksud tertutup bagi orang lain, tapi secara umum hal ini tidak lazim, jadi saya memendam isi hatiku ini secara pribadi.
Saya sudah tidak sanggup untuk menulis lebih panjang lagi, hanya akan membuat hatiku tambah sedih. Cukup sekian cerita ini yang dapat kuungkapkan dari isi hatiku yang paling dalam. Bye.
Setelah menjadi remaja, akhirnya saya sadar tingkah laku tersebut, malah saya ngeri dengan sikap itu, maka dengan segera saya menghilangkannya sehingga bisa berubah menjadi orang seperti pada umumnya. Bahkan saya tidak suka dan tidak akan pernah mau menjadi orang sissy atau waria! Saya harus akui ini berkat dorongan yang berasal dari keluargaku dan juga diriku sendiri serta bantuan doa-doa yang telah kupanjatkan tiap hari.
Semenjak mulai menjadi remaja, perasaanku semakin lama semakin tertekan. Saya tidak habis mengerti dan sering bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa saya harus dan bisa menyukai sesama jenis? Bukankah tidak pantas cowok menyukai cowok juga? Seharusnya cowok menyukai cewek".
Saya sudah mencoba segala cara untuk menyukai lawan jenis (cewek), tetapi kemungkinannya masih kecil. Semakin dewasa semakin saya tertarik dengan perfomance maupun appearance seorang lelaki yang jaman sekarang ini sudah berubah. Saya akui, jaman sekarang cowok-cowok sudah semakin cakep daripada dulu, sehingga tiap berpapasan, perasaanku selalu tidak tahan, ingin sekali saya memiliki orang itu, tapi itu sangat mustahil, akhirnya hatiku ini harus menjadi sedih dan menangis. Saya benar-benar bodoh sekali.. Mengapa perfomance maupun appearance seorang lelaki harus begitu selalu menarik daripada seorang perempuan?
Di mana-mana jika saya melihat ada cowok (khusus chinese) yang ganteng atau cakep atau cute, saya hanya bisa menggerutu sendiri dan melihat saja dari jauh dengan perasaan ngilu. Mengapa? Karena saya telah berkaca diri sendiri dan sadar bahwa saya tidak cakep, kurus, pendek (bukan cebol loh, yang penting fisikku normal secara umum), bahkan bisa dikatakan benar-benar buruk. Saya sadar bahwa appearance saya sangat tidak sempurna. Tidak pernah ada cowok yang melirik ke saya, bahkan cewek sekalipun. Saya selalu bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa mereka bisa memiliki tampang cute, cakep, ganteng dan sempurna yang bisa menjadi modal bagi segala hal?"
Orang yang memiliki tampang demikian, saya selalu beranggapan bahwa mereka sangat beruntung karena bisa menjadi modal terhadap suatu hal tertentu, juga sangat mudah untuk menarik perhatian orang, memiliki daya tarik yang sempurna, tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan seorang pacar. Sementara saya sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pacaran. Saya sungguh sangat sedih sekali!
Apakah appearance saya yang tidak menarik harus membuat orang lain tidak menyukaiku, bahkan juga tidak mau mengenal atau berbagi perasaan dengan saya? Saya juga selalu mengeluh pada diri sendiri, mengapa tiap cowok chinese yang kusukai semuanya selalu harus normal (straight). Saya tidak berani mengungkapkan isi hatiku kepada mereka. Maka saya selalu merasa kesepian di dalam hatiku, tidak pernah ada seseorang cowok yang mau berbagi perasaan, kasih sayang, perhatian denganku. Tidak ada seorang pun tahu isi hatiku! Dari luar, saya kelihatan tampak seperti tegar seolah-olah tidak ada masalah apa-apa, bisa ngobrol atau bercanda dengan teman-teman, tetapi di dalam hatiku yang paling dalam sungguh tertekan dan sangat sedih sekali.
Saya sadar bahwa saya juga sangat membutuhkan kasih sayang dan penuh perhatian dari seorang cowok seperti yang dibutuhkan oleh setiap orang. Entahlah, apakah impianku itu akan tercapai atau tidak, saya pun tidak tahu. Tidak pernah ada seseorang yang mengetahui isi hatiku, bahkan mungkin juga tidak akan mau mengenal lebih dekat dengan saya, karena saya rasa mereka cenderung memilih untuk melihat seseorang dari figur, kecuali teman-teman straight (baik cowok maupun cewek).
Setiap jika saya menonton TV, ada muncul iklan-iklan yang bertabur cowok yang cute dan cakep (seperti iklan odol close up hitam, gatsby wax, master gel, dan lain-lain) atau bintang selebriti (film/sinetron) atau model, saya selalu berkata pada diriku sendiri, "Enak ya memiliki tampang yang sempurna, seandainya saja orang itu adalah pacarku, alangkah senangnya hatiku".
Tapi saya tetap tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Saya menganggap mereka (orang-orang yang cute di iklan/film/model) itu hanya fiksi atau tidak nyata dan saya juga tidak pernah memuja mereka. Meskipun mereka selebriti terkenal yang cakep, saya tidak pernah menganggap mereka itu hebat atau sempurna, di pandanganku mereka itu tetap orang biasa, sesama manusia dan mereka itu juga bukan suatu barang yang bisa dipamerkan.
Jika saya berhadapan dengan cowok yang cakep, saya tidak pernah mengirimkan sinyal khusus padanya bahwa saya suka dia, karena saya tahu bahwa diriku sangat tidak menarik, mana mungkin orang bisa menyukai sama saya. Saya tidak percaya jika benar-benar ada cowok yang cakep dan sempurna pun bisa menyukai (atau bahkan mencintai) cowok yang memiliki buruk rupa. Makanya itu saya tidak pernah mengungkapkan isi hatiku pada siapapun yang kusukai, tidak peduli mereka itu gay atau straight atau bisexual.
Saya juga paling tahu bahwa pada umumnya semua cowok gay selalu cenderung lebih suka melihat dari penampilan figur seorang laki-laki yang mesti sempurna dan enak dilihat sehingga dapat membanggakan pacarnya pada orang lain. Saya benci dengan cowok cakep yang sombong dan sudah merasa hebat dengan memamerkan tampangnya. Saya tidak pernah berharap dapat cowok sesempurna, karena di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setidaknya ada seseorang yang mau berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang pun itu sudah cukup bagiku, asalkan bersungguh-sungguh dan tidak main-main, juga saya akan memperlakukan hal yang sama padanya.
Saya pernah diceritakan oleh salah satu teman baik yang memiliki pacar yang cakep, dia bilang kepadaku, "Punya pacar cakep juga benar-benar reseh dan selalu ada resiko".
Aku bertanya padanya, "Resiko apa?".
Dia menjawab, "Misalnya kalau lagi tidak jalan berdua, masing-masing punya kegiatan sendiri, saya sibuk, dia berada di tempat lain, saya tidak tahu dia ngapain di sana, bisa-bisanya dia selingkuh sama orang lain, walaupun saya percaya sama dia, tetap saja merasa was-was dan masih ada perasaan cemburu, pasalnya pacarku orangnya menarik dan selalu mampu menarik perhatian orang lain, jadi kalau misal ada orang tertarik sama pacarku, kemudian orang itu mau kenalan sama pacarku, pasti pacarku terima, jadi mungkin pacarku tidak bakal ceritain soal itu kepadaku!"
Akhirnya saya mengerti maksudnya dan kuakui mungkin itu benar juga, walaupun saya tidak pernah mengalami pacaran.
Karena saya tidak pernah mengalami yang namanya pacaran dan saya sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian dari seorang cowok, jadi kadang saya suka berkhayal tentang orang-orang (baik nyata maupun fiksi) yang jadi pacarku, berkencan, makan berdua, jalan-jalan berdua, berpelukan, berbagi rasa kasih sayang, dll. Sehingga ada timbulnya rasa romantis di dalam diriku.
Teman saya pernah meminjamkan Blue Film gay ke saya dan saya membandingkannya dengan Blue Film straight dan lesbian, kuakui Blue Film gay lebih menarik dan juga benar-benar menggasyikkan. Nonton Blue Film gay saja saya sudah merasa cukup puas sebagai pelampiasan nafsu sendiri dan membuang rasa kesepianku, walaupun kedengarannya memang tidak terlalu seru, terkadang saya pernah berkhayal tentang main seperti di Blue Film. Jika seandainya saya benar-benar punya pacar, alangkah senangnya hatiku karena dapat saling berbagi kasih sayang, perhatian, juga saling memberi dorongan sebagai pemacu semangat, memberi dan menerima masukan dari segala hal. Saya memiliki satu kelebihan utama yang ada di dalam diriku yaitu bisa menjaga kepercayaan serta menyimpan segala rahasia.
Keluargaku juga masih tidak tahu isi hatiku, walaupun pernah sempat curiga, tetapi saya tetap selalu menyangkal, karena saya tidak ingin membuat keluargaku sedih dan kecewa, saya paling mengerti bahwa keluargaku tidak suka gay. Itulah membuat hatiku semakin tertekan dan tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan isi hatiku. Kalau dipikir-pikir kembali soal ini, rasanya saya ingin menangis, menjerit dan berteriak. Tapi apa boleh buat, saya terpaksa memendam sendiri di hatiku sebisa-bisanya sampai sekarang masih tetap bisa kutahan.
Ada rasa suka dan duka pun juga selalu kujalani sendiri dengan tegar tanpa berbagi dengan seseorang spesial. Ungkapan isi hatiku ini adalah nyata, bukan berarti saya tidak PD, tetapi saya merasa bahwa saya harus menceritakan ini untuk melepaskan tekanan isi hatiku yang sudah kupendam sendiri selama ini tanpa berbagi dengan seseorang dan saya tidak tahu harus berbagi kepada siapa, selain melalui situs ini. Saya tak bermaksud tertutup bagi orang lain, tapi secara umum hal ini tidak lazim, jadi saya memendam isi hatiku ini secara pribadi.
Saya sudah tidak sanggup untuk menulis lebih panjang lagi, hanya akan membuat hatiku tambah sedih. Cukup sekian cerita ini yang dapat kuungkapkan dari isi hatiku yang paling dalam. Bye.
Diperkosa teman baik
Saya dulu punya seorang teman baik, namanya Toni. Kami sudah berteman sejak SMP. Sepintas, hubungan kami terlihat seperti hubungan kakak-adik. Persahabatan indah di antara kami harus berakhir ketika Toni melakukan sebuah kesalahan yang tak terlupakan. Hal itu terjadi ketika kami baru saja tamat SMU. Kegembiraan kami diluapkan dengan acara kemping pribadi, hanya ada Toni dan saya. Semula, semua berjalan dengan baik dan menyenangkan; saya amat menikmati perjalanan kempingku bersamanya. Tapi tiba-tiba Toni berubah menjadi seseorang yang sama sekali tak kukenali.
Semua bermula pada malam kedua acara kemping kami. Api unggun yang kami pasang masih berkobar-kobar, mengusir hewan malam yang mungkin dapat mengancam keselamatan kami. Berhubung malam itu agak mendung dan dingin, kami memutuskan untuk berdiam diri di dalam kemah, sambil menunggu waktu untuk tidur.
Kami telah berada di dalam kantung tidur kami masing-masing. Dan untuk melewatkan malam, kami berbincang-bincang tentang banyak hal. Seharusnya saya sudah curiga sejak semula, namun tak pernah terbayang sebelumnya kalau sahabat baikku itu akan tega melakukan hal terkutuk itu..
"Kamu masih belum naksir cewek?" tanya Toni tiba-tiba.
"Belum, tuh. Gak ada yang gue suka, sih," jawabku sambil lalu.
"Jangan-jangan loe homo," katanya smabil tertawa lepas.
"Sialan loe," jawabku, tertawa juga.
"Bukan lagi. Saya 100% straight. Gua cuma belum siap aja. Miara pacar sama mahalnya seperti miara istri."
"Gue juga belum siap punya pacar cewek," jawabnya.
"Siapa yang nanya," tawaku.
Tiba-tiba, Toni bangun dan dudduk sambil memandangiku lekat-lekat. Padangannya terasa aneh dan sangat tajam, saya sampai merasa salah tingkah.
"Loe pernah liat film porno homo?" tanyanya tiba-tiba.
Pertanyaannya sangat aneh dan tak nyambung dengan topik pacaran yangs edang kami bahas. Tapi kujawab juga.
"Belum. Emang kenapa? Loe udah pernah liat?" tanyaku.
"Udah," jawabnya tanpa malu.
"Gile banget," sahutku, terduduk di kantung tidurku.
"Trus gimana? Maksud gue, loe bisa terangsang liat cowok homoan?" tanyaku terkejut.
"Bisa. Loe mesti liat filmnya," katanya bangga.
"Cowoknya ganteng sekali, badannya juga oke, Dan pas dingentotin, erangan cowok terdengar lebih merangsang. Gue sampe ngecret lima kali pas liat tuh film."
"Gawat loe, bisa jadi homo beneran loe," saya merespon.
"Dan gue jadi pengen nyobain. Keliatannya enak sekali," jawabnya tiba-tiba.
"Lobang pantat cowok lebih ketat dan lebih sip dibanding memek. Para cowok homo itu nampak amat menikmati hubungan homoseks mereka," lanjutnya.
"Ah, loe mulai ngaco. Udah, ah, Gue ngantuk. Pengen bobok nih," alasanku, membaringkan badanku.
Saya bingung sekali kenapa tiba-tiba Toni mengatakan hal-hal yang tak amsuk akal. Padahal sebelumnya dia tak pernah begitu. Kubaringkan badanku menghadap arah yang berlawanan; saya merasa malas memandang mukanya. Untuk beberapa saat, Toni terdiam. Kukira dia akhirnya memutuskan untuk tidur, tapi saya salah!
Saya tak tahu berapa lama waktu telah berlalu, tapi tiba-tiba saya merasa seseorang memelukku erat-erat dari belakang. Dengan panik, saya mencoba untuk melepaskan diri tapi tiba-tiba orang itu menempelkan sehelai saputangan basah di hidungku. Dia sedang mencoba untuk membiusku! Namun sulit sekali untuk tidak menghirupnya, apalagi dalam keadaan panik. Dan begitu saya menghirupnya, kontan tubuhku terasa sangat ringan dan tak berdaya. Setelah yakin bahwa saya lemas, orang itu pun membalikkan badanku agar saya menghadap wajahnya. Astaga, dia Toni! Mataku berkaca-kaca, saya ingin bertanya, 'Kenapa kau lakukan semua ini padaku, Toni?'. Namun otot mulutku tak dapat kugerakkan, kaku semua. Kudengar Toni berkata.
"Maafin gue. Gue terpaksa melakukannya. Selama ini, gue telah telanjur jatuh cinta ama loe. Gue pengen loe menjadi pacar gue. Gue pengen memiliki loe."
Dan dengan itu, Toni memaksakan sebuah ciuman padaku. Saya berusaha untuk melawannya, tapi apa dayaku. Perasaan mual menguasaiku, ingin rasanya saya muntah. Namun, Toni terus menciumku. Lidahnya memaksa masuk dan bermain-main di dalam mulutku. Kurasakan air liurnya menetes masuk dan berbaur denganku.
"Gue sayang ama loe, gue cinta loe," katanya di sela-sela ciumannya. Tangannya yang kuat meraba-raba wajahku dan turun ke pinggang.
Begitu sampai di sana, tangannya menyelip masuk dan berusaha untuk membuka resleting celana jeanku. Toni ingin menelanjangiku! Rasa panik melanda diriku, saya tahu apa yang dia inginkan. Dia ingin bersetubuh denganku seperti adegan film gay porno yang sering dia tonton. Apa yang dapat kulakukan? Dengan pasrah, saya hanya dapat membiarkan Toni melepas celana jeansku dengan leluasa. Hal yang sama dilakukannya pada celana dalam putihku.
Kontolku yang masih lemas menyembul keluar dan berbaring di sisi pahaku, seakan memohon untuk tidak diusik. Tapi Toni memang seorang binatang. Kontolku langsung digenggam dan dikocok-kocok. Saya harus mengakui bahwa kocokannya terasa nikmat, tapi saya kembali mengingatkan diriku bahwa saya sedang diperkosa. Namun kontol punya pikirannya sendiri. Tanpa bisa dikendalikan, kontolku mulai berdiri. Dan Toni langsung menyedotnya! Saya tak mengira dia akan senekad itu. Hisapannya sungguh enak dan bertenaga, saya sampai kelojotan dibuatnya. Berhubung mulutku kaku, saya hanya dapat mengeluarkan bunyi napas saja.
"Hhoohh.. Hhoosshh.. Hhoohh.. Hhoohh.." Tapi sebagian diriku masih berjuang untuk melawan kenikmatan terlarang itu.
Tiba-tiba Toni melepaskan sedotannya, dan berdiri. Tanpa malu sedikit pun, Toni menelanjangi tubuhnya tepat di hadapanku. Toni memang bertubuh tegap dan berdada bidang, berkat fitness. Dan wajahnya memang tampan. Kontolnya menjulang tinggi di hadapanku, berdenyut-denyut. Nampak kepala kontolnya berkilauan, basah dengan precum. Dia terangsang sekali melihatku terbaring tak berdaya, hampir telanjang. Menuntaskan pekerjaannya, kaosku pun dilepaskan secara paksa. Kini saya telah benar-benar telanjang. Toni berkata lagi.
"Loe bikin gue terangsang banget, liat nih palkon (kepala kontol) gue, basah ama precum. Gue pengen bercinta ama loe."
Kontolnya yang sudah basah dengan precum dipukul-pukulkan ke wajahku, seolah ingin memperkenalkanku dengan kontolnya terlebih dahulu sebelum dia memuali penetrasi. Seakan saya hanya seonggok daging, Toni siap menyodomiku. Berlutut di depan kakiku, diangkatnya kedua kakiku tinggi-tinggi. Anusku yang berkedut-kedut pun terekspos.
Toni memandangnya dengan mata penuh nafsu birahi, lidahnya menjilati bibir atasnya. Kemudian, kakiku diletakkan di atas kedua bahunya yang bidang. Astaga, dia bahkan tak mau repot-repot memakai kondom! Saya takut sekali, tapi tak ada yang dapat menolongku. Mulutku tak dapat kugerakkan, begitu pula dengan anggota tubuhku yang lain. Dan tak ada seorang pun yang berada di sekitar wilayah kemah kami. Sudah takdirku untuk diperkosa oleh sahabat baikku sendiri!
Tanpa ampun, Toni menghujamkan kontol bajanya tepat ke dalam lubang anusku yang masih perjaka.
AAARRGGHH..!!" teriakku dalam hati.
Hilang sudah keperjakaanku. Sungguh sakit sekali rasanya. Lubang anusku yang ketat seakan sobek diterjang kontol sebesar kontol Toni. Toni mengerang saat kontolnya sudah terbenam seluruhnya.
"AARRGGHH..!!" Ditatapnya mataku sambil berkata.
"Lobang loe enak sekali. Akhirnya, loe milik gue. Oohh.. Ngentot.. Aahh.. Gue lagi ngentotin loe.. Aarrghh.."
Hancur hatiku mendengarnya berkata seperti itu. Sungguh tak kusangka Toni bakal setega itu terhadapku. Saat dia menarik kontolnya mundur, saya kembali mengerang dalam hati dan hanya mampu mengeluarkan desahan napas kesakitan.
"Oohh.. Hhohh.." Tiba-tiba, Toni kembali mendorong kontolnya masuk.
"AAARGHH!!"
Tarik lagi, dorong lagi, tarik, dorong, tarik.. Toni mulai menyodomiku dengan ritme tetap. Semakin lama, gerakannya semakin cepat. Gerakan otot pinggulnya beserta kontolnya seperti mesin pemompa, yang terus memompa pantatku tanpa ampun dan tanpa rasa kasihan. Nafsu telah membutakan matanya. Air mataku mengalir dengan deras. Sebagian dikarenakan oleh rasa sakit yang amat teramat sangat, dan sisanya karena rasa sakit hati. Toni telah merenggut sebagian hidupku. Saya tak lagi utuh.
"ARGH! UGH! ARGH!" erang Toni terus menerus seirama dengan sodokan kontolnya.
Saya tak tahu sudah berapa lama dia memperkosaku, tapi dia memang tahan banting. Tiba-tiba kontolnya mendorong sesuatu di dalam tubuhku. Kontan, kontolku yang masih belepotan ludah Toni bangkit dari tidurnya dan berdiri ngaceng bak tiang bendera. Gelombang nikmat menyerang tubuhku seolah-olah saya sedang mengalami orgasme.
"Astaga, apa itu? Kenapa saya terangsang? Tidak mungkin!" pikirku. Namun kembali Toni mengenai bagian organ dalamku itu, dan gelombang kenikmatan kedua mendera diriku. Saya sedang dipaksa untuk menikmati perkosaan homo!
Wajah Toni berseri-seri melihat kontolku tegang. Langsung saja kontolku dipegang-pegang. Kembali dia mulai mencoli kontolku. Dengan tekad penuh, dia ingin membuatku ngecret sebagai tanda bahwa saya miliknya. Walaupun saya mencoba melawan, namun gelombang kenikmatannya semakin bertambah besar. Dan pelan-pelan sodokan kontol Toni memang terasa nikmat sekali. Begitu pula dengan kehangatan tangannya yang sedang membungkus kontolku.
"Astaga, saya tertular kehomoan-nya??" Namun saya tak kuasa menahannya. Benteng pertahananku runtuh. Saya membiarkan kenikmatan itu menjalari dan menguasai tubuhku.
Toni mempererat genggamannya pada kontolku, wajahnya menyeringai kesakitan. Napasnya memburu-buru, dan tiba-tiba..
"AARRGGHH..!!"
CRROTT!! CCROOTT!! CCROOTT!! Toni ngecret!! Pejuhnya ditembakkan sembarangan di dalam anusku, membanjiri bagian dalam perutku. Terasa sekali rasa panas yang membakar perutu. Andai pria bisa hamil, saya pasti sudah hamil sekarang! Namun mendadak saya pun merasa bahwa saya akan segera mencapai klimaks-ku. Pejuhku memaksa naik dan akhirnya tersembur keluar lewat lubang kontolku.
CCROOT!! CROOTT!! CCRROOTT!! Berhubung saya tak dapat bersuara, maka hanya desahan napasku yang terdengar.
"Hhohh!! Hhoohh!! Hhoohh!! Hhoohh!!" Tubuh kami terguncang-guncang, mengejang-ngejang seperti orang kesakitan. Kenikmatan orgasme menguasai kami berdua. Bahkan saya pun tunduk.
"AARRGGHH..!! AARRGGHH!! UUGGHH!!" erang Toni, terus menghentak-hentakkan pinggulnya. Dan akhirnya semuanya berakhir.
Toni mengeluarkan kontolnya dan terasa pejuhnya mengalir keluar dari lubang pantatku yang menganga lebar. Bercak darah dan kotoranku mengotori kontolnya yang mulai mengempis. Dengan sehelai tissue, Toni sibuk membersihkan kemaluannya, sementara saya hanya terbaring di situ, menatap langit-langit kemah kami dengan pandangan kosong. Dapat kurasakan pejuhnya menyebar ke dalam perutku. Tubuhku mulai menyerap benih-benihnya itu.
Keesokkan paginya, tubuhku mulai dapat kugerakkan, meskipun agak terasa sakit dan lemas. Toni masih berusaha untuk merayuku dan ingin kembali berhubungan homoseks denganku, namun kutolak dengan tegas. Entah kenapa, Toni tak lagi menggunakan obat bius yang dicurinya dari lemari obat ayahnya. Ayah Toni memang seorang dokter, jadi mudah bagi Toni untuk mencuri obat bius.
Kami bertengkar hebat. Saya memakinya karena telah tega memperkosaku sedangkan dia membela diri bahwa dia melakukannya atas dasar cinta. Hubungan kami berakhir sampai di situ. Belakangan kudengar bahwa dia pindah ke luar kota sendirian. Mungkin dia malu denganku dan merasa bersalah. Dalam hatiku, saya amat sedih kehilangannya. Saya mungkin telah memaafkannya, tapi kesalahnnya tak dapat kulupakan seumur hidupku.
Semua bermula pada malam kedua acara kemping kami. Api unggun yang kami pasang masih berkobar-kobar, mengusir hewan malam yang mungkin dapat mengancam keselamatan kami. Berhubung malam itu agak mendung dan dingin, kami memutuskan untuk berdiam diri di dalam kemah, sambil menunggu waktu untuk tidur.
Kami telah berada di dalam kantung tidur kami masing-masing. Dan untuk melewatkan malam, kami berbincang-bincang tentang banyak hal. Seharusnya saya sudah curiga sejak semula, namun tak pernah terbayang sebelumnya kalau sahabat baikku itu akan tega melakukan hal terkutuk itu..
"Kamu masih belum naksir cewek?" tanya Toni tiba-tiba.
"Belum, tuh. Gak ada yang gue suka, sih," jawabku sambil lalu.
"Jangan-jangan loe homo," katanya smabil tertawa lepas.
"Sialan loe," jawabku, tertawa juga.
"Bukan lagi. Saya 100% straight. Gua cuma belum siap aja. Miara pacar sama mahalnya seperti miara istri."
"Gue juga belum siap punya pacar cewek," jawabnya.
"Siapa yang nanya," tawaku.
Tiba-tiba, Toni bangun dan dudduk sambil memandangiku lekat-lekat. Padangannya terasa aneh dan sangat tajam, saya sampai merasa salah tingkah.
"Loe pernah liat film porno homo?" tanyanya tiba-tiba.
Pertanyaannya sangat aneh dan tak nyambung dengan topik pacaran yangs edang kami bahas. Tapi kujawab juga.
"Belum. Emang kenapa? Loe udah pernah liat?" tanyaku.
"Udah," jawabnya tanpa malu.
"Gile banget," sahutku, terduduk di kantung tidurku.
"Trus gimana? Maksud gue, loe bisa terangsang liat cowok homoan?" tanyaku terkejut.
"Bisa. Loe mesti liat filmnya," katanya bangga.
"Cowoknya ganteng sekali, badannya juga oke, Dan pas dingentotin, erangan cowok terdengar lebih merangsang. Gue sampe ngecret lima kali pas liat tuh film."
"Gawat loe, bisa jadi homo beneran loe," saya merespon.
"Dan gue jadi pengen nyobain. Keliatannya enak sekali," jawabnya tiba-tiba.
"Lobang pantat cowok lebih ketat dan lebih sip dibanding memek. Para cowok homo itu nampak amat menikmati hubungan homoseks mereka," lanjutnya.
"Ah, loe mulai ngaco. Udah, ah, Gue ngantuk. Pengen bobok nih," alasanku, membaringkan badanku.
Saya bingung sekali kenapa tiba-tiba Toni mengatakan hal-hal yang tak amsuk akal. Padahal sebelumnya dia tak pernah begitu. Kubaringkan badanku menghadap arah yang berlawanan; saya merasa malas memandang mukanya. Untuk beberapa saat, Toni terdiam. Kukira dia akhirnya memutuskan untuk tidur, tapi saya salah!
Saya tak tahu berapa lama waktu telah berlalu, tapi tiba-tiba saya merasa seseorang memelukku erat-erat dari belakang. Dengan panik, saya mencoba untuk melepaskan diri tapi tiba-tiba orang itu menempelkan sehelai saputangan basah di hidungku. Dia sedang mencoba untuk membiusku! Namun sulit sekali untuk tidak menghirupnya, apalagi dalam keadaan panik. Dan begitu saya menghirupnya, kontan tubuhku terasa sangat ringan dan tak berdaya. Setelah yakin bahwa saya lemas, orang itu pun membalikkan badanku agar saya menghadap wajahnya. Astaga, dia Toni! Mataku berkaca-kaca, saya ingin bertanya, 'Kenapa kau lakukan semua ini padaku, Toni?'. Namun otot mulutku tak dapat kugerakkan, kaku semua. Kudengar Toni berkata.
"Maafin gue. Gue terpaksa melakukannya. Selama ini, gue telah telanjur jatuh cinta ama loe. Gue pengen loe menjadi pacar gue. Gue pengen memiliki loe."
Dan dengan itu, Toni memaksakan sebuah ciuman padaku. Saya berusaha untuk melawannya, tapi apa dayaku. Perasaan mual menguasaiku, ingin rasanya saya muntah. Namun, Toni terus menciumku. Lidahnya memaksa masuk dan bermain-main di dalam mulutku. Kurasakan air liurnya menetes masuk dan berbaur denganku.
"Gue sayang ama loe, gue cinta loe," katanya di sela-sela ciumannya. Tangannya yang kuat meraba-raba wajahku dan turun ke pinggang.
Begitu sampai di sana, tangannya menyelip masuk dan berusaha untuk membuka resleting celana jeanku. Toni ingin menelanjangiku! Rasa panik melanda diriku, saya tahu apa yang dia inginkan. Dia ingin bersetubuh denganku seperti adegan film gay porno yang sering dia tonton. Apa yang dapat kulakukan? Dengan pasrah, saya hanya dapat membiarkan Toni melepas celana jeansku dengan leluasa. Hal yang sama dilakukannya pada celana dalam putihku.
Kontolku yang masih lemas menyembul keluar dan berbaring di sisi pahaku, seakan memohon untuk tidak diusik. Tapi Toni memang seorang binatang. Kontolku langsung digenggam dan dikocok-kocok. Saya harus mengakui bahwa kocokannya terasa nikmat, tapi saya kembali mengingatkan diriku bahwa saya sedang diperkosa. Namun kontol punya pikirannya sendiri. Tanpa bisa dikendalikan, kontolku mulai berdiri. Dan Toni langsung menyedotnya! Saya tak mengira dia akan senekad itu. Hisapannya sungguh enak dan bertenaga, saya sampai kelojotan dibuatnya. Berhubung mulutku kaku, saya hanya dapat mengeluarkan bunyi napas saja.
"Hhoohh.. Hhoosshh.. Hhoohh.. Hhoohh.." Tapi sebagian diriku masih berjuang untuk melawan kenikmatan terlarang itu.
Tiba-tiba Toni melepaskan sedotannya, dan berdiri. Tanpa malu sedikit pun, Toni menelanjangi tubuhnya tepat di hadapanku. Toni memang bertubuh tegap dan berdada bidang, berkat fitness. Dan wajahnya memang tampan. Kontolnya menjulang tinggi di hadapanku, berdenyut-denyut. Nampak kepala kontolnya berkilauan, basah dengan precum. Dia terangsang sekali melihatku terbaring tak berdaya, hampir telanjang. Menuntaskan pekerjaannya, kaosku pun dilepaskan secara paksa. Kini saya telah benar-benar telanjang. Toni berkata lagi.
"Loe bikin gue terangsang banget, liat nih palkon (kepala kontol) gue, basah ama precum. Gue pengen bercinta ama loe."
Kontolnya yang sudah basah dengan precum dipukul-pukulkan ke wajahku, seolah ingin memperkenalkanku dengan kontolnya terlebih dahulu sebelum dia memuali penetrasi. Seakan saya hanya seonggok daging, Toni siap menyodomiku. Berlutut di depan kakiku, diangkatnya kedua kakiku tinggi-tinggi. Anusku yang berkedut-kedut pun terekspos.
Toni memandangnya dengan mata penuh nafsu birahi, lidahnya menjilati bibir atasnya. Kemudian, kakiku diletakkan di atas kedua bahunya yang bidang. Astaga, dia bahkan tak mau repot-repot memakai kondom! Saya takut sekali, tapi tak ada yang dapat menolongku. Mulutku tak dapat kugerakkan, begitu pula dengan anggota tubuhku yang lain. Dan tak ada seorang pun yang berada di sekitar wilayah kemah kami. Sudah takdirku untuk diperkosa oleh sahabat baikku sendiri!
Tanpa ampun, Toni menghujamkan kontol bajanya tepat ke dalam lubang anusku yang masih perjaka.
AAARRGGHH..!!" teriakku dalam hati.
Hilang sudah keperjakaanku. Sungguh sakit sekali rasanya. Lubang anusku yang ketat seakan sobek diterjang kontol sebesar kontol Toni. Toni mengerang saat kontolnya sudah terbenam seluruhnya.
"AARRGGHH..!!" Ditatapnya mataku sambil berkata.
"Lobang loe enak sekali. Akhirnya, loe milik gue. Oohh.. Ngentot.. Aahh.. Gue lagi ngentotin loe.. Aarrghh.."
Hancur hatiku mendengarnya berkata seperti itu. Sungguh tak kusangka Toni bakal setega itu terhadapku. Saat dia menarik kontolnya mundur, saya kembali mengerang dalam hati dan hanya mampu mengeluarkan desahan napas kesakitan.
"Oohh.. Hhohh.." Tiba-tiba, Toni kembali mendorong kontolnya masuk.
"AAARGHH!!"
Tarik lagi, dorong lagi, tarik, dorong, tarik.. Toni mulai menyodomiku dengan ritme tetap. Semakin lama, gerakannya semakin cepat. Gerakan otot pinggulnya beserta kontolnya seperti mesin pemompa, yang terus memompa pantatku tanpa ampun dan tanpa rasa kasihan. Nafsu telah membutakan matanya. Air mataku mengalir dengan deras. Sebagian dikarenakan oleh rasa sakit yang amat teramat sangat, dan sisanya karena rasa sakit hati. Toni telah merenggut sebagian hidupku. Saya tak lagi utuh.
"ARGH! UGH! ARGH!" erang Toni terus menerus seirama dengan sodokan kontolnya.
Saya tak tahu sudah berapa lama dia memperkosaku, tapi dia memang tahan banting. Tiba-tiba kontolnya mendorong sesuatu di dalam tubuhku. Kontan, kontolku yang masih belepotan ludah Toni bangkit dari tidurnya dan berdiri ngaceng bak tiang bendera. Gelombang nikmat menyerang tubuhku seolah-olah saya sedang mengalami orgasme.
"Astaga, apa itu? Kenapa saya terangsang? Tidak mungkin!" pikirku. Namun kembali Toni mengenai bagian organ dalamku itu, dan gelombang kenikmatan kedua mendera diriku. Saya sedang dipaksa untuk menikmati perkosaan homo!
Wajah Toni berseri-seri melihat kontolku tegang. Langsung saja kontolku dipegang-pegang. Kembali dia mulai mencoli kontolku. Dengan tekad penuh, dia ingin membuatku ngecret sebagai tanda bahwa saya miliknya. Walaupun saya mencoba melawan, namun gelombang kenikmatannya semakin bertambah besar. Dan pelan-pelan sodokan kontol Toni memang terasa nikmat sekali. Begitu pula dengan kehangatan tangannya yang sedang membungkus kontolku.
"Astaga, saya tertular kehomoan-nya??" Namun saya tak kuasa menahannya. Benteng pertahananku runtuh. Saya membiarkan kenikmatan itu menjalari dan menguasai tubuhku.
Toni mempererat genggamannya pada kontolku, wajahnya menyeringai kesakitan. Napasnya memburu-buru, dan tiba-tiba..
"AARRGGHH..!!"
CRROTT!! CCROOTT!! CCROOTT!! Toni ngecret!! Pejuhnya ditembakkan sembarangan di dalam anusku, membanjiri bagian dalam perutku. Terasa sekali rasa panas yang membakar perutu. Andai pria bisa hamil, saya pasti sudah hamil sekarang! Namun mendadak saya pun merasa bahwa saya akan segera mencapai klimaks-ku. Pejuhku memaksa naik dan akhirnya tersembur keluar lewat lubang kontolku.
CCROOT!! CROOTT!! CCRROOTT!! Berhubung saya tak dapat bersuara, maka hanya desahan napasku yang terdengar.
"Hhohh!! Hhoohh!! Hhoohh!! Hhoohh!!" Tubuh kami terguncang-guncang, mengejang-ngejang seperti orang kesakitan. Kenikmatan orgasme menguasai kami berdua. Bahkan saya pun tunduk.
"AARRGGHH..!! AARRGGHH!! UUGGHH!!" erang Toni, terus menghentak-hentakkan pinggulnya. Dan akhirnya semuanya berakhir.
Toni mengeluarkan kontolnya dan terasa pejuhnya mengalir keluar dari lubang pantatku yang menganga lebar. Bercak darah dan kotoranku mengotori kontolnya yang mulai mengempis. Dengan sehelai tissue, Toni sibuk membersihkan kemaluannya, sementara saya hanya terbaring di situ, menatap langit-langit kemah kami dengan pandangan kosong. Dapat kurasakan pejuhnya menyebar ke dalam perutku. Tubuhku mulai menyerap benih-benihnya itu.
Keesokkan paginya, tubuhku mulai dapat kugerakkan, meskipun agak terasa sakit dan lemas. Toni masih berusaha untuk merayuku dan ingin kembali berhubungan homoseks denganku, namun kutolak dengan tegas. Entah kenapa, Toni tak lagi menggunakan obat bius yang dicurinya dari lemari obat ayahnya. Ayah Toni memang seorang dokter, jadi mudah bagi Toni untuk mencuri obat bius.
Kami bertengkar hebat. Saya memakinya karena telah tega memperkosaku sedangkan dia membela diri bahwa dia melakukannya atas dasar cinta. Hubungan kami berakhir sampai di situ. Belakangan kudengar bahwa dia pindah ke luar kota sendirian. Mungkin dia malu denganku dan merasa bersalah. Dalam hatiku, saya amat sedih kehilangannya. Saya mungkin telah memaafkannya, tapi kesalahnnya tak dapat kulupakan seumur hidupku.
Den, Tante titip Aryo
Siang itu udara panas sekali. Sepulang kuliah aku langsung masuk ke dalam kamarku, dan tiduran di atas ranjang. Tak berapa lama aku tiduran, terdengar ketukan pada pintu kamarku.
"Deni, kamu ngapain?" terdengar suara Tante Ida, ibu kost-ku, "Tidur ya?"
"Oh, enggak kok Tante", jawabku sambil membuka pintu kamar.
"Ada apa Tante?" tanyaku.
"Begini nih Den, nanti malem Tante harus berangkat ke Palembang."
"Ada acara apaan nih Tante?"
"Sepupu Tante menikah."
"Ooo gitu, trus apa hubungannya dengan saya, Tante? Tante mau ngajak saya ke Palembang ya?" tebakku asal.
"Bukan, ah kamu ini, Den. Ngg.. Tante mau nitip si Aryo ke kamu, soalnya Tante pergi dengan Oom, dan si Aryo nggak Tante ajak, kan dia harus sekolah."
Kemudian tiba-tiba Aryo nyelonong masuk kamar.
"Ada apaan nih Ma? Kok kelihatannya sedang ngobrol serius?"
"Ah, kamu ini!", kata Tante Ida, "Selalu saja pengen tahu urusan orang."
Aku hanya tersenyum sambil memandangi bocah kelas 2 SMU itu.
"Duduk sini, Aryo", kataku sambil menarik tangannya.
"Begitu lho, Den!" kata Tante Ida, "Soalnya dari anak-anak yang kost di sini, kamu yang paling sering di rumah, dan juga kamu yang paling lama di sini, kamu sudah Tante anggap seperti kakaknya Aryo."
"Ah, Tante ada-ada saja", kataku.
"Lho, apa hubungannya dengan saya?" tanya Aryo.
"Gini lho Aryo, 'ntar malam Mama ke Palembang sama Papa kamu. Trus, kamu nggak boleh ikut soalnya kamu nggak libur."
"Ooo soal itu", kata Aryo.
"Gimana Den? Tolong Tante ya?" pinta Tante Ida.
"Beres deh Tante, 'ntar kalo si Aryo nakal biar Deni cubit", kataku sambil menggelitiki pinggang Aryo.
"Makasih Den."
Akhirnya Tante Ida dan Suaminya naik kereta api ke Jakarta malam itu. Aku dan Aryo mengantarnya hingga ke Stasiun Tugu. Dalam perjalanan pulang aku bercakap-cakap dengan Aryo.
"Mas Den, Mama tadi siang ngomong apa aja tentang Aryo?"
Aku tersenyum, "Lho memangnya kenapa?", aku balik bertanya.
"Nggak pa-pa sih, Aryo kira Mama ngomong yang aneh-aneh tentang Aryo ke Mas Deni", kata Aryo.
Kupandangi bocah kelas 2 SMU itu, manis banget nih anak, pikirku. Kulitnya putih bersih, tinggi, dan badannya sedang.
"Lho, kenapa Mas Den? Kok ngeliatin Aryo aneh gitu?"
Aku tersenyum, "Nggak, Mas Deni pikir setelah diliatin lama-lama kamu kok nggak mirip ama mama papa kamu.. tapi mirip sapi!" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya.
"Sialan Mas Deni!", maki Aryo.
"Eh, Mas Den, tadi temen Mas nelpon, namanya Reza."
"Oh ya? jam berapa dia nelpon?"
"Tadi pas Mas Deni kuliah, pesennya gini, VCD-nya udah dateng sekarang di tempat si DJ", kata Aryo.
"Oke, makasih. Tar habis ini saya mau ke tempat DJ", kataku.
"Udah, sekalian aja ini mumpung sedang jalan nih", kata Aryo.
"Nggak pa-pa nih? Kamu nggak keburu ngerjakan PR kan?" tanyaku.
"Ah, nyantai aja Mas Den, Aryo nggak ada PR kok", kata Aryo.
Aku membelokkan motorku menuju rumah DJ. Malam itu rasanya dingin sekali, jalanan basah karena hujan beberapa saat yang lalu. Aryo berpegangan erat di pinggangku, jantungku berdegup, namun aku berusaha biasa aja. Sesaat kemudian kami sudah sampai di rumah DJ. Setelah kutekan bel sekali, kakaknya mucul dengan ditemani Billy, anjingnya.
"Nyari DJ ya?" tanya kakaknya.
Aku mengangguk.
"Masuk aja, dia ada di kamarnya", kata kakaknya sekali lagi.
Kemudian aku segera masuk, menaiki tangga, dan Aryo mengikutiku dari belakang, kuketuk pintu kamar DJ.
"DJ, kamu di dalam?" kataku.
"Masuk Deni, ini ada Reza", katanya dari dalam kamar.
Sepertinya mereka sedang nonton VCD yang diomongin Reza tadi siang di telepon.
"Mendingan kamu beresin semua yang aneh-aneh, soalnya saya nggak sendirian!" kataku sambil tetap di depan pintu kamar DJ yang tertutup.
Aryo menjawil pinggangku, "Kenapa sih Mas Den?"
Aku hanya tersenyum, "Ah anak kecil mau tau urusan orang dewasa aja!"
Tak lama kemudian pintu kamar DJ terbuka, dan terlihat kamarnya yang berantakan. Reza sedang duduk-duduk sambil membaca majalah.
"Aneh banget nih posisinya?" kataku meledek mereka.
Reza mencibir, "Biarin", katanya.
"Eh Den, kamu sama sapa nih?" kata Reza sambil senyum-senyum kepada Aryo.
"Iya nih, kok ada brondong nyasar", timpal DJ.
Aryo keliatan sedikit bingung, tapi kebingungannya hanya sesaat karena ia sibuk mengamati kamar DJ yang aneh itu sambil melihat-lihat koleksi kasetnya.
"Heh denger ya, itu tuh anak Ibu Kost saya! Kalian nggak usah macem-macem deh."
"Mmm.. lumayan juga Den, mau dong semalem", bisik Reza.
"Matamu!" umpatku pelan.
"Lho, kok jadi marah?" tanya DJ.
"Soalnya saya juga mau", kataku tanpa rasa dosa, lalu kami bertiga tertawa keras-keras.
"Eh DJ, aku mo dipinjemin yang mana nih?" tanyaku.
"Enak aja minjem, ini tuh barang dagangan."
"Ayolah Jay..", rayuku.
Akhirnya rayuan gombalku membuahkan hasil. Kata DJ tiga film yang kupinjam bagus-bagus. Dan tak lama kemudian aku dan Aryo sudah berada di atas motor, pulang.
"Mas Den, Aryo boleh ikutan nonton?" tanyanya sambil senyum-senyum.
Aku menggeleng, "Jangan, kamu kan masih kecil!" kataku. Aku tidak mau dia tahu kalau ternyata yang di dalam VCD ini bukan seperti yang ada di benaknya.
"Ayolah Mas", pintanya.
Aku bingung, "Oke deh, tapi kamu pinjam aja satu, nonton sendiri aja di rumah, jangan di kamarku", kataku sambil menyusun rencana untuk minjem VCD porno yang biasa dari temanku.
"Asyik, makasih Mas!" katanya.
"Tapi besok aja, kamu kan malem ini harus belajar."
"Yahh, Mas Deni.."
"Udah besok aja", kataku. Dia agak sedikit kecewa.
Akhirnya kami sampai rumah, dan Aryo langsung masuk kamarnya di rumah induk. Kebetulan, pikirku. Aku segera menghidupkan TV dan menontonnya. Tidak berapa lama, perutku terasa sakit. Sepertinya karena aku makan sambel tadi sore, pikirku. Aku terburu-buru ke kamar mandi. Sekembalinya aku dari kamar mandi, aku terkejut ketika kudapati Aryo ada di dalam kamarku yang tadi lupa kukunci karena aku terburu-buru ke kamar mandi.
"Eh, Mas Deni, kok filmnya begini sih? Isinya kok cowok semua?", tanya Aryo.
Aku terdiam sesaat. "Iya nih, salah ngambil tadi.", jawabku sekenanya.
Mata Aryo terus saja mengikuti film yang sedang diputar tanpa berkedip. Sesekali dia menyentuh kemaluannya. Sepertinya dia menikmati filmnya, pikirku. Adegan di layar TV mulai memanas, satu persatu dari mereka mulai melepas celana dalam mereka. Aku duduk di sebelah Aryo, sambil kuelus punggungnya. Ia diam saja. Kulanjutkan elusanku di bagian dadanya yang bidang, turun ke perutnya, semakin turun. Aku menyentuh kemaluannya yang mengeras. Aku mencium bibirnya yang merah, sekali, ia diam saja.
Ketika kucium bibirnya untuk kedua kalinya, Aryo membalas, kaku. Sejenak aku memberinya kesempatan untuk bernafas. Kutindih Aryo di tempat tidurku, dan tanganku mulai mengusap-usap perutnya, dadanya. Aku mulai membuka kaos yang sedang dipakainya, dan terlihat dadanya yang bidang, kulitnya yang putih bersih. Aryo menggeliat-geliat ketika kuciumi lehernya. Kemudian Aryo membuka satu persatu kancing bajuku. Aku membiarkan ia melakukan hal itu. Kali ini Aryo berada di atasku. Aku membuka kancing celana jeans birunya, dan seketika itu pula kupelorotkan celananya. Terlihat celana dalamnya warna biru, dan sesuatu menonjol. Aryo mengerang keras ketika kupijat perlahan kemaluannya. Kuurut perlahan kemaluannya, dan dia tetap mengerang. Kuelus pantatnya yang padat berisi. Ketika itu dia telah berkutat dengan kancing celana jeans-ku. Segera saja dia memelorotkan celanaku. Kemaluanku sudah tegak berdiri di dalam celana dalamku.
Kemudian aku membuka celana dalamnya. Terlihat kemaluannya tegak seolah menantangku. Kukulum kemaluannya, dan kumainkan lidahku. Aryo menjerit tertahan. Ia memegangi kepalaku dan ingin mengulum kemaluanku yang tak kalah menantang, namun aku tak mau melepaskan kulumanku. Aryo memegang kedua pipiku, dan wajah kami sangat dekat saling berhadapan. Kami berciuman nikmat sekali, kemudian ia mencium leher dan dadaku, sambil mengelus ketiak dan punggungku. Lalu ia mengulum kemaluanku yang berbulu. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, aku tidak tahan lagi, kuraih kemaluannya dan sesaat kemudian kami dalam posisi 69. Kukulum dan kuhisap kuat-kuat kemaluannya. Kulepaskan sesaat kulumanku pada kemaluannya.
"Aryo, Mas Deni mau keluar nih!" kataku.
Aryo tidak menghiraukanku. Ia hanya berkata tidak apa-apa. Lalu aku meneruskan menghisap kemaluannya, kumainkan lidahku. Tak berapa lama kurasakan sesuatu yang hangat mengalir di tenggorokanku, dia ejakulasi. Selang tak berapa lama, ketika aku sedang menikmati air maninya, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan keluarlah seluruh spermaku. Kami berdua terengah-engah setelah pertandingan itu. Kemudian dia duduk di pinggir ranjangku sambil melihat adegan-adegan yang masih saja berlangsung di layar TV. Aku duduk di belakangnya sambil menciumi leher belakang dan punggungnya.
"Kenapa, Aryo? Kamu nyesel?" tanyaku.
Ia menggeleng perlahan sambil memandangi wajahku.
"Lalu kenapa?" tanyaku.
"Nggak kok Mas Den, nggak pa-pa", jawabnya sambil menunduk.
"Mas Deni tahu Aryo bohong, sekarang cerita kenapa? Kalo Aryo nyesel, Mas Deni minta maaf, kejadian ini bener-bener sebuah kecelakaan."
"Ngga pa-pa kok.." jawab Aryo.
Lalu ia terdiam sesaat. Aku bener-bener merasa serba salah saat melihat wajah imutnya agak murung kali ini.
"Jujur aja Aryo, ada apa?"
"Oke deh, Aryo akan jujur. gimana kalo kita main sekali lagi Mas Den?", tanya Aryo sambil tersenyum nakal.
Lalu tanpa di komando kamipun mengulangi permainan yang telah kami lakukan tadi, bahkan kali ini jauh lebih dahsyat dari yang pertama hingga kamipun seperti kehabisan tenaga saat permainan di ronde kedua, dan kamipun tidur pulas sambil berpelukan. Sejak kejadian itu, Aryo semakin dekat dengan saya dan kamipun sering mengulangi perbuatan yang pernah kami lakukan itu.
"Deni, kamu ngapain?" terdengar suara Tante Ida, ibu kost-ku, "Tidur ya?"
"Oh, enggak kok Tante", jawabku sambil membuka pintu kamar.
"Ada apa Tante?" tanyaku.
"Begini nih Den, nanti malem Tante harus berangkat ke Palembang."
"Ada acara apaan nih Tante?"
"Sepupu Tante menikah."
"Ooo gitu, trus apa hubungannya dengan saya, Tante? Tante mau ngajak saya ke Palembang ya?" tebakku asal.
"Bukan, ah kamu ini, Den. Ngg.. Tante mau nitip si Aryo ke kamu, soalnya Tante pergi dengan Oom, dan si Aryo nggak Tante ajak, kan dia harus sekolah."
Kemudian tiba-tiba Aryo nyelonong masuk kamar.
"Ada apaan nih Ma? Kok kelihatannya sedang ngobrol serius?"
"Ah, kamu ini!", kata Tante Ida, "Selalu saja pengen tahu urusan orang."
Aku hanya tersenyum sambil memandangi bocah kelas 2 SMU itu.
"Duduk sini, Aryo", kataku sambil menarik tangannya.
"Begitu lho, Den!" kata Tante Ida, "Soalnya dari anak-anak yang kost di sini, kamu yang paling sering di rumah, dan juga kamu yang paling lama di sini, kamu sudah Tante anggap seperti kakaknya Aryo."
"Ah, Tante ada-ada saja", kataku.
"Lho, apa hubungannya dengan saya?" tanya Aryo.
"Gini lho Aryo, 'ntar malam Mama ke Palembang sama Papa kamu. Trus, kamu nggak boleh ikut soalnya kamu nggak libur."
"Ooo soal itu", kata Aryo.
"Gimana Den? Tolong Tante ya?" pinta Tante Ida.
"Beres deh Tante, 'ntar kalo si Aryo nakal biar Deni cubit", kataku sambil menggelitiki pinggang Aryo.
"Makasih Den."
Akhirnya Tante Ida dan Suaminya naik kereta api ke Jakarta malam itu. Aku dan Aryo mengantarnya hingga ke Stasiun Tugu. Dalam perjalanan pulang aku bercakap-cakap dengan Aryo.
"Mas Den, Mama tadi siang ngomong apa aja tentang Aryo?"
Aku tersenyum, "Lho memangnya kenapa?", aku balik bertanya.
"Nggak pa-pa sih, Aryo kira Mama ngomong yang aneh-aneh tentang Aryo ke Mas Deni", kata Aryo.
Kupandangi bocah kelas 2 SMU itu, manis banget nih anak, pikirku. Kulitnya putih bersih, tinggi, dan badannya sedang.
"Lho, kenapa Mas Den? Kok ngeliatin Aryo aneh gitu?"
Aku tersenyum, "Nggak, Mas Deni pikir setelah diliatin lama-lama kamu kok nggak mirip ama mama papa kamu.. tapi mirip sapi!" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya.
"Sialan Mas Deni!", maki Aryo.
"Eh, Mas Den, tadi temen Mas nelpon, namanya Reza."
"Oh ya? jam berapa dia nelpon?"
"Tadi pas Mas Deni kuliah, pesennya gini, VCD-nya udah dateng sekarang di tempat si DJ", kata Aryo.
"Oke, makasih. Tar habis ini saya mau ke tempat DJ", kataku.
"Udah, sekalian aja ini mumpung sedang jalan nih", kata Aryo.
"Nggak pa-pa nih? Kamu nggak keburu ngerjakan PR kan?" tanyaku.
"Ah, nyantai aja Mas Den, Aryo nggak ada PR kok", kata Aryo.
Aku membelokkan motorku menuju rumah DJ. Malam itu rasanya dingin sekali, jalanan basah karena hujan beberapa saat yang lalu. Aryo berpegangan erat di pinggangku, jantungku berdegup, namun aku berusaha biasa aja. Sesaat kemudian kami sudah sampai di rumah DJ. Setelah kutekan bel sekali, kakaknya mucul dengan ditemani Billy, anjingnya.
"Nyari DJ ya?" tanya kakaknya.
Aku mengangguk.
"Masuk aja, dia ada di kamarnya", kata kakaknya sekali lagi.
Kemudian aku segera masuk, menaiki tangga, dan Aryo mengikutiku dari belakang, kuketuk pintu kamar DJ.
"DJ, kamu di dalam?" kataku.
"Masuk Deni, ini ada Reza", katanya dari dalam kamar.
Sepertinya mereka sedang nonton VCD yang diomongin Reza tadi siang di telepon.
"Mendingan kamu beresin semua yang aneh-aneh, soalnya saya nggak sendirian!" kataku sambil tetap di depan pintu kamar DJ yang tertutup.
Aryo menjawil pinggangku, "Kenapa sih Mas Den?"
Aku hanya tersenyum, "Ah anak kecil mau tau urusan orang dewasa aja!"
Tak lama kemudian pintu kamar DJ terbuka, dan terlihat kamarnya yang berantakan. Reza sedang duduk-duduk sambil membaca majalah.
"Aneh banget nih posisinya?" kataku meledek mereka.
Reza mencibir, "Biarin", katanya.
"Eh Den, kamu sama sapa nih?" kata Reza sambil senyum-senyum kepada Aryo.
"Iya nih, kok ada brondong nyasar", timpal DJ.
Aryo keliatan sedikit bingung, tapi kebingungannya hanya sesaat karena ia sibuk mengamati kamar DJ yang aneh itu sambil melihat-lihat koleksi kasetnya.
"Heh denger ya, itu tuh anak Ibu Kost saya! Kalian nggak usah macem-macem deh."
"Mmm.. lumayan juga Den, mau dong semalem", bisik Reza.
"Matamu!" umpatku pelan.
"Lho, kok jadi marah?" tanya DJ.
"Soalnya saya juga mau", kataku tanpa rasa dosa, lalu kami bertiga tertawa keras-keras.
"Eh DJ, aku mo dipinjemin yang mana nih?" tanyaku.
"Enak aja minjem, ini tuh barang dagangan."
"Ayolah Jay..", rayuku.
Akhirnya rayuan gombalku membuahkan hasil. Kata DJ tiga film yang kupinjam bagus-bagus. Dan tak lama kemudian aku dan Aryo sudah berada di atas motor, pulang.
"Mas Den, Aryo boleh ikutan nonton?" tanyanya sambil senyum-senyum.
Aku menggeleng, "Jangan, kamu kan masih kecil!" kataku. Aku tidak mau dia tahu kalau ternyata yang di dalam VCD ini bukan seperti yang ada di benaknya.
"Ayolah Mas", pintanya.
Aku bingung, "Oke deh, tapi kamu pinjam aja satu, nonton sendiri aja di rumah, jangan di kamarku", kataku sambil menyusun rencana untuk minjem VCD porno yang biasa dari temanku.
"Asyik, makasih Mas!" katanya.
"Tapi besok aja, kamu kan malem ini harus belajar."
"Yahh, Mas Deni.."
"Udah besok aja", kataku. Dia agak sedikit kecewa.
Akhirnya kami sampai rumah, dan Aryo langsung masuk kamarnya di rumah induk. Kebetulan, pikirku. Aku segera menghidupkan TV dan menontonnya. Tidak berapa lama, perutku terasa sakit. Sepertinya karena aku makan sambel tadi sore, pikirku. Aku terburu-buru ke kamar mandi. Sekembalinya aku dari kamar mandi, aku terkejut ketika kudapati Aryo ada di dalam kamarku yang tadi lupa kukunci karena aku terburu-buru ke kamar mandi.
"Eh, Mas Deni, kok filmnya begini sih? Isinya kok cowok semua?", tanya Aryo.
Aku terdiam sesaat. "Iya nih, salah ngambil tadi.", jawabku sekenanya.
Mata Aryo terus saja mengikuti film yang sedang diputar tanpa berkedip. Sesekali dia menyentuh kemaluannya. Sepertinya dia menikmati filmnya, pikirku. Adegan di layar TV mulai memanas, satu persatu dari mereka mulai melepas celana dalam mereka. Aku duduk di sebelah Aryo, sambil kuelus punggungnya. Ia diam saja. Kulanjutkan elusanku di bagian dadanya yang bidang, turun ke perutnya, semakin turun. Aku menyentuh kemaluannya yang mengeras. Aku mencium bibirnya yang merah, sekali, ia diam saja.
Ketika kucium bibirnya untuk kedua kalinya, Aryo membalas, kaku. Sejenak aku memberinya kesempatan untuk bernafas. Kutindih Aryo di tempat tidurku, dan tanganku mulai mengusap-usap perutnya, dadanya. Aku mulai membuka kaos yang sedang dipakainya, dan terlihat dadanya yang bidang, kulitnya yang putih bersih. Aryo menggeliat-geliat ketika kuciumi lehernya. Kemudian Aryo membuka satu persatu kancing bajuku. Aku membiarkan ia melakukan hal itu. Kali ini Aryo berada di atasku. Aku membuka kancing celana jeans birunya, dan seketika itu pula kupelorotkan celananya. Terlihat celana dalamnya warna biru, dan sesuatu menonjol. Aryo mengerang keras ketika kupijat perlahan kemaluannya. Kuurut perlahan kemaluannya, dan dia tetap mengerang. Kuelus pantatnya yang padat berisi. Ketika itu dia telah berkutat dengan kancing celana jeans-ku. Segera saja dia memelorotkan celanaku. Kemaluanku sudah tegak berdiri di dalam celana dalamku.
Kemudian aku membuka celana dalamnya. Terlihat kemaluannya tegak seolah menantangku. Kukulum kemaluannya, dan kumainkan lidahku. Aryo menjerit tertahan. Ia memegangi kepalaku dan ingin mengulum kemaluanku yang tak kalah menantang, namun aku tak mau melepaskan kulumanku. Aryo memegang kedua pipiku, dan wajah kami sangat dekat saling berhadapan. Kami berciuman nikmat sekali, kemudian ia mencium leher dan dadaku, sambil mengelus ketiak dan punggungku. Lalu ia mengulum kemaluanku yang berbulu. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, aku tidak tahan lagi, kuraih kemaluannya dan sesaat kemudian kami dalam posisi 69. Kukulum dan kuhisap kuat-kuat kemaluannya. Kulepaskan sesaat kulumanku pada kemaluannya.
"Aryo, Mas Deni mau keluar nih!" kataku.
Aryo tidak menghiraukanku. Ia hanya berkata tidak apa-apa. Lalu aku meneruskan menghisap kemaluannya, kumainkan lidahku. Tak berapa lama kurasakan sesuatu yang hangat mengalir di tenggorokanku, dia ejakulasi. Selang tak berapa lama, ketika aku sedang menikmati air maninya, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan keluarlah seluruh spermaku. Kami berdua terengah-engah setelah pertandingan itu. Kemudian dia duduk di pinggir ranjangku sambil melihat adegan-adegan yang masih saja berlangsung di layar TV. Aku duduk di belakangnya sambil menciumi leher belakang dan punggungnya.
"Kenapa, Aryo? Kamu nyesel?" tanyaku.
Ia menggeleng perlahan sambil memandangi wajahku.
"Lalu kenapa?" tanyaku.
"Nggak kok Mas Den, nggak pa-pa", jawabnya sambil menunduk.
"Mas Deni tahu Aryo bohong, sekarang cerita kenapa? Kalo Aryo nyesel, Mas Deni minta maaf, kejadian ini bener-bener sebuah kecelakaan."
"Ngga pa-pa kok.." jawab Aryo.
Lalu ia terdiam sesaat. Aku bener-bener merasa serba salah saat melihat wajah imutnya agak murung kali ini.
"Jujur aja Aryo, ada apa?"
"Oke deh, Aryo akan jujur. gimana kalo kita main sekali lagi Mas Den?", tanya Aryo sambil tersenyum nakal.
Lalu tanpa di komando kamipun mengulangi permainan yang telah kami lakukan tadi, bahkan kali ini jauh lebih dahsyat dari yang pertama hingga kamipun seperti kehabisan tenaga saat permainan di ronde kedua, dan kamipun tidur pulas sambil berpelukan. Sejak kejadian itu, Aryo semakin dekat dengan saya dan kamipun sering mengulangi perbuatan yang pernah kami lakukan itu.
Cowok metropolitan
Tak banyak yang berubah dari diriku sejak aku pindah ke Denpasar selain dari gaya hidup tentunya. Baru empat bulan saja, kota ini telah mampu menyulap gaya hidupku berubah seratus delapan puluh derajat menjadi layaknya ABG di kota-kota besar. Namun salah satu yang masih tak berubah dari diriku adalah aku tetap tak pernah menyukai dunia gemerlap, bau menyengat minuman keras di diskotik atau pun party night. Aku memang lebih memilih melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat dari itu, yang tentunya tak kalah memberikan hiburan yang menyenangkan, misalnya duduk-duduk di tepi pantai Kuta sambil makan es krim saat menjelang petang, menikmati beberapa potong tiramizu di kafe langgananku sambil mendengarkan alunan live musik yang menurutku jauh lebih tenang dan romantis, menikmati jagung bakar di taman kota ketika malam tiba, dan lain sebagainya. Aku adalah aku, aku tak ingin kehilangan jati diriku dengan mengikuti arus yang tak aku suka hanya karena terseret oleh lingkungan, meskipun ada banyak suara sumbang yang menyebutku: konyol, bodoh, kampungan, atau pun penganut aliran kunoisme.
Apalagi seminggu belakangan, aku sudah punya seorang teman yang bisa diajak jalan-jalan. Bagiku, berdua selalu lebih baik dari pada seorang diri. Namanya sebut saja Aldy, seorang cowok ganteng dari ibukota yang sedang berlibur ke Bali selama dua minggu liburan sekolahnya, ia baru kelas dua smu dan kebetulan punya om yang tinggal di Bali, dimana Aldy menginap saat itu. Pada hari kedua sejak Aldy tiba di Bali, secara tak sengaja kami bertemu di salah satu mal di pusat kota Denpasar. Waktu itu Aldy sedang menunggu keluarga om-nya yang sedang berbelanja, mereka janjian ketemu di pintu samping, di dekat deposit counter. Sementara pada saat yang hampir bersamaan aku baru saja keluar dari dalam mal setelah berbelanja beberapa t-shirt dan sepotong celana jeans. Saat aku berpapasan dengan Aldy di depan pintu, aku tak begitu menaruh perhatian padanya, aku cepat-cepat saja melangkah menuju kantin yang berada tepat di seberang pintu, masih di dalam kompleks mal yang sama.
Aku memesan sepiring nasi goreng hongkong dan segelas air putih, untuk mengisi perutku yang keroncongan di tengah udara yang begitu panas menyengat tengah hari itu. Sambil menunggu pesananku datang, aku pun iseng-iseng melongok keluar kantin, melihat beberapa orang yang keluar masuk mal. Memang tidak begitu ramai pada jam segini, dan justru itulah yang menolongku untuk bisa memperhatikan sesosok remaja yang berdiri di depan pintu, jika dalam kondisi ramai, mana mungkin aku bisa memperhatikan Aldy. Segar juga mataku mendapat pemandangan sesosok ABG yang good looking dan tampak innocent itu. Cukup lama juga aku memperhatikannya, mataku tak berkedip dan tak beralih sedikit pun dari Aldy. Tiba-tiba aku terkejut karena Aldy mendekat ke arahku. Jangan-jangan ketahuan kalau aku memperhatikannya sejak tadi, gawat nih, pikirku. Aku pun segera mengalihkan pandanganku. Ternyata Aldy tak sedang mendekat ke arahku saat itu, ia sedang menuju kantin yang sama dimana aku berada saat itu. His performance was very cool, like me of course.
Aldy memilih tempat yang hanya berjarak sepelemparan saja dari mejaku, tidak begitu jauh. Pokoknya saat itu posisi pandangku cukup nyaman untuk melihatnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, hanya saja aku tak begitu bebas memelototinya karena posisi kami yang saling berhadapan saat itu, jadi sesekali saja aku mencuri-curi pandang ke arahnya. Dalam suatu kesempatan, secara tak sengaja kami saling beradu pandang, tiba-tiba bagaikan menang lotere di siang bolong, tak kusangka dan tak kuduga, Aldy melemparkan sebuah senyuman untukku. Jantungku pun seakan mau berhenti berdetak saat itu,
"Oh, my God!" kataku dalam hati sambil mengelus-elus dadaku. Senyumannya memang betul-betul bisa merontokkan gigi dan meruntuhkan iman, pikirku. Bagaimana tidak, begitu melihat senyumnya itu, aku seolah-olah ingin segera menelannya hidup-hidup. Tiba-tiba tanpa terkontrol, tanganku melambai ke arah Aldy, memanggilnya. Tingkahku saat itu memang seperti orang konyol, tapi sungguh, antara otak dan tanganku sudah benar-benar korslet saat itu, tidak sinkron.
Aldy memandangku dengan bingung, tapi toh ia tak cukup kuat juga untuk menahan gaya magnet yang kumiliki. Aldy pun akhirnya mendekat juga ke mejaku, mengambil tempat duduk tepat di depanku, menyodorkan muka gantengnya tepat di depan batang hidungku. Ingin segera kujamah dan kuremas-remas saja mukanya itu dengan gemas dan dengan nafsuku yang membara saat itu. Tetapi tentu saja, itu adalah hal yang sangat kurang ajar yang tak mungkin kulakukan saat itu.
"Halo, Namaku Ferry. Kau?" kataku sambil menyodorkan tangan, mengajak bersalaman. Aldy menyambutnya dengan hangat.
"Aldy!" sahutnya. Oh, suaranya terdengar sungguh seksi! Yang jelas, tak membuat bulu kudukku berdiri ketika mendengarnya! Aku memang tak kalah gantengnya dengan Aldy, hanya saja teman-temanku selalu memberi skor di bawah lima untuk keseksian suaraku. Mungkinkah ada penilaian untuk kategori suara terseksi jika suata saat kelak diadakan kontes pemilihan cowok sejagat? Jika iya, maka aku harus mengambil kursus privat hanya untuk bisa berbicara seksi.
Dalam pertemuan yang cukup singkat itu, aku cukup banyak mengenal Aldy, dan begitu pun sebaliknya. Aku dapat menangkap kesan bahwa Aldy adalah teman yang sangat menyenangkan, di samping tentunya juga sangat menggiurkan dan menggairahkan meski kami hanya mengobrol tidak lebih dari lima belas menit. Sebab sesudah itu, Aldy dijemput oleh om-nya. Aku sebenarnya kecewa sekali pada si om, tapi kekecewaanku tidak terlalu berat sebab paling tidak aku sudah mengantongi alamat dan nomor telepon kediaman Aldy selama di Bali.
Esok paginya sekitar jam delapanan aku menelepon Aldy, niatku untuk mengajaknya jalan-jalan untuk menikmati betapa indahnya pulau Bali itu. Bali is one of most wonderful islands in the world. Aldy setuju, sebab ia memang tak akan keluar kecuali malam hari bersama keluarga om-nya, pagi sampai sorenya om-nya ngantor sehingga tak bisa mengantar. Sementara anak-anak om-nya yang dua orang itu masih terlalu kecil untuk diajak jalan-jalan, bisa-bisa ia malah dianggap pengasuh anak nantinya jika ia jalan-jalan ke mal bersama kedua anak itu.
Kami memulai perjalanan kami ke beberapa obyek wisata yang sangat menarik di daerah Tabanan, yaitu Alas Kedaton dan Tanah Lot, pulangnya kami mampir ke kawasan puncak-nya Bali, Bedugul. Di sana kami sempat memancing di danau yang pemandangan alamnya sangat luar biasa indahnya, makan jagung manis rebus, menyewa speed boat, dan mengunjungi kebun raya, menikmati ketenangan di alam nan hijau. Itu pengalaman hari pertama kami. Hari-hari selanjutnya kami pun bergiliran mengunjungi hampir semua obyek wisata yang ada di Bali; Candi Dasa, Lovina beach, Besakih, Pusat kerajinan emas Celuk, Kintamani, Danau Batur, Nusa Dua, dsb. Aku hanya ingin membuat Aldy puas dan bahagia dengan liburannya kali ini.
Hari Keempat, Aldy menginap di tempatku, tentu saja atas seijin om-nya. Karena ia menginap di tempatku malam itu, maka ku ajak saja dia menikmati kehidupan malam di kota Denpasar yang sangat fantastik. Malam itu tak lagi ada batasan waktu jam berapa kami harus pulang, tidak seperti ketika Aldy menginap di tempat om-nya yang seolah-olah tidak pernah ada di luar rumah lewat dari jam sepuluh malam. Aldy bisa memaklumi kalau aku tak mengajaknya ke diskotek, night club atau tempat-tempat semacamnya malam itu, karena ia tahu kalau aku sangat membencinya. Kami lebih memilih ke tempat-tempat yang memiliki kesan romantis seperti yang telah kesebutkan pada awal cerita ini.
Malam itu, seperti biasanya, aku mengajak Aldy ke suatu tempat yang paling romantis di dunia, pantai Kuta di waktu malam. Kami banyak mengobrol, bercanda, tertawa, dan berdiam diri sambil berbaring di atas pasir dan menghitung bintang di langit. Kami pun bahkan tak sadar kalau kami ketiduran di tempat itu, pengalaman pertama aku tidur di tepi pantai semalaman. Kami baru terbangun esok paginya, ketika kurasakan silaunya sinar matahari yang baru terbit. Aku melihat Aldy masih tidur seperti bayi yang lugu di dekatku sambil melingkarkan badannya, tampaknya ia kedinginan. Wajahnya yang tampak imut itu, membuatku ingin membelainya. Aku pun lantas mengulurkan tanganku, membelai rambutnya dan mengusap mukanya yang putih mulus itu, kemudian aku mencium keningnya. Aku tak perduli lagi dengan sekelilingku, mungkin saja ada orang yang melihatnya, sebab waktu itu sudah hampir jam tujuh pagi.
Aku hanya membayangkannya seperti ketika aku membelai girlfriend-ku sebelumnya.
Beberapa saat, Aldy terbangun dan duduk di sebelahku. Rambutnya yang tebal dan bercukur pendek itu acak-acakan, mukanya masih kelihatan kusut, dan beberapa kali ia mengucek-ucek matanya yang masih terasa berat itu. Aldy memandangku dengan tatapan heran,
"Apa yang kau lakukan barusan di mukaku?" tanyanya dengan nada sewot. Aku pun tersentak kaget mendengarnya, tampaknya Aldy merasakannya.
"Nanti deh aku jelaskan di rumah, kita pulang yuk!" ajakku sembari mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kau telah membuat celanaku basah!" bisik Aldy sambil kemudian meraih tanganku dan menuntunnya untuk memegang bagian celana yang basah, tepat di seputar kontolnya, sebagai bukti kalau celananya memang benar-benar basah saat itu.
"Kau ngompol yah?" tanyaku kemudian, aku memang tak mengerti.
"Ngompol, enak saja! Akibat ulahmu barusan tuh!" katanya dengan rada ketus. Aku makin merasa berdosa saja padanya, aku jadi benar-benar kikuk saat itu. Padahal Aldy hanya bercanda saja, ia memang tukang plonco yang hebat. Singkat cerita, kami pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke tempat kosku di pusat kota Denpasar.
Setibanya di kos, aku langsung membanting tubuhku ke kasur, terus terang aku masih mengantuk pagi itu. Tapi, di luar dugaan, Aldy pun tiba-tiba ikut membanting tubuhnya ke atas kasur, ia tengkurap dan aku terlentang di sebelahnya, Aldy mendekatkan tubuhnya, mukanya didekatkan sampai tepat di depan batang hidungku.
"Kau belum cerita kenapa kau menciumku tadi, sekarang jelaskan padaku!" kata Aldy. Sesaat lamanya aku hanya mematung sambil bola mataku bergerak-gerak memandangi muka Aldy yang begitu dekat dengan mukaku, aku seperti kena skak mat saat itu.
"Kau, Kau terlalu merangsang sih!" sahutku kemudian, aku menjawabnya dengan serius dan berusaha sejujurnya, tetapi Aldy malah menganggapnya lelucon, ia tertawa mendengarnya.
"Kalau kau suka, kenapa tidak lakukan yang lebih dari itu? Sekarang aku sudah di dekatmu, lakukan saja apa yang kau mau. I'm yours today," Mataku langsung terbelalak mendengar ucapan Aldy barusan yang sungguh di luar dugaan, aku sungguh tak mempercayainya! Sebelum Aku sempat berbuat apa pun saat itu, Aldy sudah bangkit dari kasur, lagi-lagi ia sepertinya kebingungan dengan celananya.
"Kau bisa pakai celanaku dulu selama kau jemur celanamu itu!" usulku kemudian. Aldy mengangguk setuju, aku pun segera bangun dari kasurku dan mengambilkan sebuah celana pendek dan sekaligus celana dalamku untuk kupinjamkan pada Aldy. Sesudah itu Aldy melepas celananya, di depan mataku. Sebelum ia sempat membuka retsletingnya, tanganku secara refleks mencegahnya,
"Biar aku bantu!" kataku sambil kemudian berjongkok di depan Aldy dan membantu memelorotkan celananya. Begitu lepas, mataku langsung tertumbuk pada tonjolan besar yang masih terbungkus celana dalam putih yang super seksi itu dengan jembut-jembut halus di sekelingnya. Kudekatkan tanganku, ku pegang batang kejantanan Aldy dan kuremas-remas seperti orang meremas adonan roti. Aku sungguh menikmatinya sampai-sampai air liurku pun menetes seperti pancuran. Setelah itu, ku dekatkan mulutku, langsung saja kucaplok kontol Aldy yang sudah mengeras itu, tampaknya cukup besar juga. Kugigit-gigit dan kumain-mainkan kontol yang masih terbungkus CD itu dengan mulutku. Aldy mengerang-erang sambil makin lama makin bergerak mundur dan sampai akhirnya bersandar pada tembok. Kedua belah kakinya dibuatnya mengangkang. Pahanya sangat putih dan agak berbulu, sungguh merangsang.
Karena tak tahan lagi aku ingin segera menikmati secara langsung batang kejantanan Aldy di dalam mulutku, maka dengan cepat saja kupelorotkan celana dalam Aldy itu. Sesuatu yang besar dan panjang langsung melesak keluar begitu CD itu kutarik ke bawah hendak kulepaskan. Kontol Aldy bergerak-gerak naik turun dengan keperkasaannya, bergoyang-goyang seperti batang bambu tertiup angin. Aldy sudah full ereksi saat itu sama halnya denganku. Karena CD-ku sudah terasa tak muat lagi menampung kontolku yang makin mengeras itu, aku pun akhirnya membuka juga semua celanaku. We are panthless.
Aku segera saja melumat kontol Aldy dengan mulutku, menjilatinya dari ujung ke pangkalnya dengan lidahku yang liar, menghisap dan mengempotnya keluar masuk mulutku dengan tempo yang makin cepat seiring dengan birahi yang makin membara dan suasana yang makin memanas. Kumain-mainkan kontolnya yang 13 cm itu dengan lidahku, terasa nikmat dan begitu menggairahkan.
"Ach! Teruskan Fer!" pinta Aldy dengan manjanya. Aku tak begitu menggubrisnya, aku masih asyik dengan permainanku. Seolah aku sedang bernostalgia dengan pengalaman bersama teman-teman smu-ku dulu.
Aku kemudian mengangkat sedikit buah pelir Aldy, untuk bisa kunikmati kedua belah selangkangannya yang menebarkan aroma kejantanan seorang Aldy, cowok ganteng dari metropolis.
Setelah puas bermain-main dengan bagian bawahnya, aku langsung mendekap badan Aldy dengan erat, kudaratkan ciuman-ciuman mautku ke bibirnya yang seksi itu sambil membimbingnya menuju ranjang asmara. Kubaringkan badannya di atas kasur dan kemudian kutindih, lagi-lagi aku menciuminya. Kali ini tak hanya di bibir, kutanggalkan t-shirt yang dipakainya dan ku jelajahi setiap lekuk-lekuk tubuhnya dengan bibir dan lidahku, tak dapat lagi ku tahan gelora nafsu seorang remaja kala itu.
Kugigit kedua puting susunya yang memerah, mengelus-elus dadanya dan perutnya yang seksi, menciumi kedua belahan ketiaknya dan menikmati semuanya yang ada pada Aldy. Ini bukan yang pertama, baik untukku maupun untuk Aldy, karena kami sudah sama-sama berpengalaman untuk hal semacam ini. Aldy sebetulnya sudah punya seorang boyfriend di Jakarta, dan mereka berdua sudah cukup sering melakukannya.
Permainan Aldy pun tak dahsyatnya, ia mengeluarkan semua jurus yang ia punya. Boleh dikatakan kami saling bertukar ilmu dan pengalaman. Aldy ternyata lebih suka main belakang, ia menyuruhku telungkup dan kemudian menindih badanku, setelah itu mulailah ia menciumi rambutku dan seluruh wajahku dengan ciuman-ciuman bibirnya, perlahan-lahan makin turun ke punggung dan ke belahan anusku, yang kurasakan hanya kegelian dan nikmat semata. Kemudian Aldy mulai menciumi kedua belahan selangkanganku, kedua kakiku mengangkang. Setelah itu ia mengangkat sedikit tubuhku naik, lantas mulai meraih kontolku dari belakang, ia mengocoknya makin lama makin cepat, sementara kurasakan kontol Aldy bergerak-gerak di pantatku sambil mengeluarkan cairan precumnya.
"Argh, aku sudah mau keluar!" erangku kemudian. Aldy seketika membalikkan badanku dan membuatku telentang, kemudian dimasukkannya kontolku ke dalam mulutnya, dihisapnya sampai muncrat lahar putihku itu di dalam mulutnya. Aldy menjilatnya sampai ludes, ia tak menyisakannya sedikit pun.
Untuk sejenak ia membiarkanku mengambil nafas dan mengobati keletihanku. Setelah itu, lagi-lagi Aldy membalikkan badanku, mengaturnya dalam posisi bersujud, dan kemudian ia pun mulai melumasi jarinya dengan air liur untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang anusku. Aku sebetulnya agak segan dianal, pengalaman pertamaku dulu cukup menjadi trauma tersendiri untukku, sebab anusku sakit sekali sesudah itu. Bukannya kapok, melainkan hanya sebuah trauma, justru aku sebenarnya ketagihan dengan permainan ini. Tapi entahlah, kali ini aku sepertinya tak kuasa untuk menolak, aku seolah pasrah saja di tangan Aldy.
Setelah berhasil memasukkan dua jari ke dalam lubang anusku, ia pun mulai mencoba mengganti dengan kontolnya, ia mendekapku dengan erat dengan gaya doggy style sambil memompa kontolnya masuk. setelah berhasil, ia pun mulai memompanya naik turun berirama, temponya dari mulai yang paling lambat sampai yang paling cepat. Cukup lama ia menganalku sampai spermanya muncrat di dalam lubang anusku. Dan masih saja kurasakan hal yang sama dengan yang dahulu, nyeri dan nikmat!
Apalagi seminggu belakangan, aku sudah punya seorang teman yang bisa diajak jalan-jalan. Bagiku, berdua selalu lebih baik dari pada seorang diri. Namanya sebut saja Aldy, seorang cowok ganteng dari ibukota yang sedang berlibur ke Bali selama dua minggu liburan sekolahnya, ia baru kelas dua smu dan kebetulan punya om yang tinggal di Bali, dimana Aldy menginap saat itu. Pada hari kedua sejak Aldy tiba di Bali, secara tak sengaja kami bertemu di salah satu mal di pusat kota Denpasar. Waktu itu Aldy sedang menunggu keluarga om-nya yang sedang berbelanja, mereka janjian ketemu di pintu samping, di dekat deposit counter. Sementara pada saat yang hampir bersamaan aku baru saja keluar dari dalam mal setelah berbelanja beberapa t-shirt dan sepotong celana jeans. Saat aku berpapasan dengan Aldy di depan pintu, aku tak begitu menaruh perhatian padanya, aku cepat-cepat saja melangkah menuju kantin yang berada tepat di seberang pintu, masih di dalam kompleks mal yang sama.
Aku memesan sepiring nasi goreng hongkong dan segelas air putih, untuk mengisi perutku yang keroncongan di tengah udara yang begitu panas menyengat tengah hari itu. Sambil menunggu pesananku datang, aku pun iseng-iseng melongok keluar kantin, melihat beberapa orang yang keluar masuk mal. Memang tidak begitu ramai pada jam segini, dan justru itulah yang menolongku untuk bisa memperhatikan sesosok remaja yang berdiri di depan pintu, jika dalam kondisi ramai, mana mungkin aku bisa memperhatikan Aldy. Segar juga mataku mendapat pemandangan sesosok ABG yang good looking dan tampak innocent itu. Cukup lama juga aku memperhatikannya, mataku tak berkedip dan tak beralih sedikit pun dari Aldy. Tiba-tiba aku terkejut karena Aldy mendekat ke arahku. Jangan-jangan ketahuan kalau aku memperhatikannya sejak tadi, gawat nih, pikirku. Aku pun segera mengalihkan pandanganku. Ternyata Aldy tak sedang mendekat ke arahku saat itu, ia sedang menuju kantin yang sama dimana aku berada saat itu. His performance was very cool, like me of course.
Aldy memilih tempat yang hanya berjarak sepelemparan saja dari mejaku, tidak begitu jauh. Pokoknya saat itu posisi pandangku cukup nyaman untuk melihatnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, hanya saja aku tak begitu bebas memelototinya karena posisi kami yang saling berhadapan saat itu, jadi sesekali saja aku mencuri-curi pandang ke arahnya. Dalam suatu kesempatan, secara tak sengaja kami saling beradu pandang, tiba-tiba bagaikan menang lotere di siang bolong, tak kusangka dan tak kuduga, Aldy melemparkan sebuah senyuman untukku. Jantungku pun seakan mau berhenti berdetak saat itu,
"Oh, my God!" kataku dalam hati sambil mengelus-elus dadaku. Senyumannya memang betul-betul bisa merontokkan gigi dan meruntuhkan iman, pikirku. Bagaimana tidak, begitu melihat senyumnya itu, aku seolah-olah ingin segera menelannya hidup-hidup. Tiba-tiba tanpa terkontrol, tanganku melambai ke arah Aldy, memanggilnya. Tingkahku saat itu memang seperti orang konyol, tapi sungguh, antara otak dan tanganku sudah benar-benar korslet saat itu, tidak sinkron.
Aldy memandangku dengan bingung, tapi toh ia tak cukup kuat juga untuk menahan gaya magnet yang kumiliki. Aldy pun akhirnya mendekat juga ke mejaku, mengambil tempat duduk tepat di depanku, menyodorkan muka gantengnya tepat di depan batang hidungku. Ingin segera kujamah dan kuremas-remas saja mukanya itu dengan gemas dan dengan nafsuku yang membara saat itu. Tetapi tentu saja, itu adalah hal yang sangat kurang ajar yang tak mungkin kulakukan saat itu.
"Halo, Namaku Ferry. Kau?" kataku sambil menyodorkan tangan, mengajak bersalaman. Aldy menyambutnya dengan hangat.
"Aldy!" sahutnya. Oh, suaranya terdengar sungguh seksi! Yang jelas, tak membuat bulu kudukku berdiri ketika mendengarnya! Aku memang tak kalah gantengnya dengan Aldy, hanya saja teman-temanku selalu memberi skor di bawah lima untuk keseksian suaraku. Mungkinkah ada penilaian untuk kategori suara terseksi jika suata saat kelak diadakan kontes pemilihan cowok sejagat? Jika iya, maka aku harus mengambil kursus privat hanya untuk bisa berbicara seksi.
Dalam pertemuan yang cukup singkat itu, aku cukup banyak mengenal Aldy, dan begitu pun sebaliknya. Aku dapat menangkap kesan bahwa Aldy adalah teman yang sangat menyenangkan, di samping tentunya juga sangat menggiurkan dan menggairahkan meski kami hanya mengobrol tidak lebih dari lima belas menit. Sebab sesudah itu, Aldy dijemput oleh om-nya. Aku sebenarnya kecewa sekali pada si om, tapi kekecewaanku tidak terlalu berat sebab paling tidak aku sudah mengantongi alamat dan nomor telepon kediaman Aldy selama di Bali.
Esok paginya sekitar jam delapanan aku menelepon Aldy, niatku untuk mengajaknya jalan-jalan untuk menikmati betapa indahnya pulau Bali itu. Bali is one of most wonderful islands in the world. Aldy setuju, sebab ia memang tak akan keluar kecuali malam hari bersama keluarga om-nya, pagi sampai sorenya om-nya ngantor sehingga tak bisa mengantar. Sementara anak-anak om-nya yang dua orang itu masih terlalu kecil untuk diajak jalan-jalan, bisa-bisa ia malah dianggap pengasuh anak nantinya jika ia jalan-jalan ke mal bersama kedua anak itu.
Kami memulai perjalanan kami ke beberapa obyek wisata yang sangat menarik di daerah Tabanan, yaitu Alas Kedaton dan Tanah Lot, pulangnya kami mampir ke kawasan puncak-nya Bali, Bedugul. Di sana kami sempat memancing di danau yang pemandangan alamnya sangat luar biasa indahnya, makan jagung manis rebus, menyewa speed boat, dan mengunjungi kebun raya, menikmati ketenangan di alam nan hijau. Itu pengalaman hari pertama kami. Hari-hari selanjutnya kami pun bergiliran mengunjungi hampir semua obyek wisata yang ada di Bali; Candi Dasa, Lovina beach, Besakih, Pusat kerajinan emas Celuk, Kintamani, Danau Batur, Nusa Dua, dsb. Aku hanya ingin membuat Aldy puas dan bahagia dengan liburannya kali ini.
Hari Keempat, Aldy menginap di tempatku, tentu saja atas seijin om-nya. Karena ia menginap di tempatku malam itu, maka ku ajak saja dia menikmati kehidupan malam di kota Denpasar yang sangat fantastik. Malam itu tak lagi ada batasan waktu jam berapa kami harus pulang, tidak seperti ketika Aldy menginap di tempat om-nya yang seolah-olah tidak pernah ada di luar rumah lewat dari jam sepuluh malam. Aldy bisa memaklumi kalau aku tak mengajaknya ke diskotek, night club atau tempat-tempat semacamnya malam itu, karena ia tahu kalau aku sangat membencinya. Kami lebih memilih ke tempat-tempat yang memiliki kesan romantis seperti yang telah kesebutkan pada awal cerita ini.
Malam itu, seperti biasanya, aku mengajak Aldy ke suatu tempat yang paling romantis di dunia, pantai Kuta di waktu malam. Kami banyak mengobrol, bercanda, tertawa, dan berdiam diri sambil berbaring di atas pasir dan menghitung bintang di langit. Kami pun bahkan tak sadar kalau kami ketiduran di tempat itu, pengalaman pertama aku tidur di tepi pantai semalaman. Kami baru terbangun esok paginya, ketika kurasakan silaunya sinar matahari yang baru terbit. Aku melihat Aldy masih tidur seperti bayi yang lugu di dekatku sambil melingkarkan badannya, tampaknya ia kedinginan. Wajahnya yang tampak imut itu, membuatku ingin membelainya. Aku pun lantas mengulurkan tanganku, membelai rambutnya dan mengusap mukanya yang putih mulus itu, kemudian aku mencium keningnya. Aku tak perduli lagi dengan sekelilingku, mungkin saja ada orang yang melihatnya, sebab waktu itu sudah hampir jam tujuh pagi.
Aku hanya membayangkannya seperti ketika aku membelai girlfriend-ku sebelumnya.
Beberapa saat, Aldy terbangun dan duduk di sebelahku. Rambutnya yang tebal dan bercukur pendek itu acak-acakan, mukanya masih kelihatan kusut, dan beberapa kali ia mengucek-ucek matanya yang masih terasa berat itu. Aldy memandangku dengan tatapan heran,
"Apa yang kau lakukan barusan di mukaku?" tanyanya dengan nada sewot. Aku pun tersentak kaget mendengarnya, tampaknya Aldy merasakannya.
"Nanti deh aku jelaskan di rumah, kita pulang yuk!" ajakku sembari mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kau telah membuat celanaku basah!" bisik Aldy sambil kemudian meraih tanganku dan menuntunnya untuk memegang bagian celana yang basah, tepat di seputar kontolnya, sebagai bukti kalau celananya memang benar-benar basah saat itu.
"Kau ngompol yah?" tanyaku kemudian, aku memang tak mengerti.
"Ngompol, enak saja! Akibat ulahmu barusan tuh!" katanya dengan rada ketus. Aku makin merasa berdosa saja padanya, aku jadi benar-benar kikuk saat itu. Padahal Aldy hanya bercanda saja, ia memang tukang plonco yang hebat. Singkat cerita, kami pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke tempat kosku di pusat kota Denpasar.
Setibanya di kos, aku langsung membanting tubuhku ke kasur, terus terang aku masih mengantuk pagi itu. Tapi, di luar dugaan, Aldy pun tiba-tiba ikut membanting tubuhnya ke atas kasur, ia tengkurap dan aku terlentang di sebelahnya, Aldy mendekatkan tubuhnya, mukanya didekatkan sampai tepat di depan batang hidungku.
"Kau belum cerita kenapa kau menciumku tadi, sekarang jelaskan padaku!" kata Aldy. Sesaat lamanya aku hanya mematung sambil bola mataku bergerak-gerak memandangi muka Aldy yang begitu dekat dengan mukaku, aku seperti kena skak mat saat itu.
"Kau, Kau terlalu merangsang sih!" sahutku kemudian, aku menjawabnya dengan serius dan berusaha sejujurnya, tetapi Aldy malah menganggapnya lelucon, ia tertawa mendengarnya.
"Kalau kau suka, kenapa tidak lakukan yang lebih dari itu? Sekarang aku sudah di dekatmu, lakukan saja apa yang kau mau. I'm yours today," Mataku langsung terbelalak mendengar ucapan Aldy barusan yang sungguh di luar dugaan, aku sungguh tak mempercayainya! Sebelum Aku sempat berbuat apa pun saat itu, Aldy sudah bangkit dari kasur, lagi-lagi ia sepertinya kebingungan dengan celananya.
"Kau bisa pakai celanaku dulu selama kau jemur celanamu itu!" usulku kemudian. Aldy mengangguk setuju, aku pun segera bangun dari kasurku dan mengambilkan sebuah celana pendek dan sekaligus celana dalamku untuk kupinjamkan pada Aldy. Sesudah itu Aldy melepas celananya, di depan mataku. Sebelum ia sempat membuka retsletingnya, tanganku secara refleks mencegahnya,
"Biar aku bantu!" kataku sambil kemudian berjongkok di depan Aldy dan membantu memelorotkan celananya. Begitu lepas, mataku langsung tertumbuk pada tonjolan besar yang masih terbungkus celana dalam putih yang super seksi itu dengan jembut-jembut halus di sekelingnya. Kudekatkan tanganku, ku pegang batang kejantanan Aldy dan kuremas-remas seperti orang meremas adonan roti. Aku sungguh menikmatinya sampai-sampai air liurku pun menetes seperti pancuran. Setelah itu, ku dekatkan mulutku, langsung saja kucaplok kontol Aldy yang sudah mengeras itu, tampaknya cukup besar juga. Kugigit-gigit dan kumain-mainkan kontol yang masih terbungkus CD itu dengan mulutku. Aldy mengerang-erang sambil makin lama makin bergerak mundur dan sampai akhirnya bersandar pada tembok. Kedua belah kakinya dibuatnya mengangkang. Pahanya sangat putih dan agak berbulu, sungguh merangsang.
Karena tak tahan lagi aku ingin segera menikmati secara langsung batang kejantanan Aldy di dalam mulutku, maka dengan cepat saja kupelorotkan celana dalam Aldy itu. Sesuatu yang besar dan panjang langsung melesak keluar begitu CD itu kutarik ke bawah hendak kulepaskan. Kontol Aldy bergerak-gerak naik turun dengan keperkasaannya, bergoyang-goyang seperti batang bambu tertiup angin. Aldy sudah full ereksi saat itu sama halnya denganku. Karena CD-ku sudah terasa tak muat lagi menampung kontolku yang makin mengeras itu, aku pun akhirnya membuka juga semua celanaku. We are panthless.
Aku segera saja melumat kontol Aldy dengan mulutku, menjilatinya dari ujung ke pangkalnya dengan lidahku yang liar, menghisap dan mengempotnya keluar masuk mulutku dengan tempo yang makin cepat seiring dengan birahi yang makin membara dan suasana yang makin memanas. Kumain-mainkan kontolnya yang 13 cm itu dengan lidahku, terasa nikmat dan begitu menggairahkan.
"Ach! Teruskan Fer!" pinta Aldy dengan manjanya. Aku tak begitu menggubrisnya, aku masih asyik dengan permainanku. Seolah aku sedang bernostalgia dengan pengalaman bersama teman-teman smu-ku dulu.
Aku kemudian mengangkat sedikit buah pelir Aldy, untuk bisa kunikmati kedua belah selangkangannya yang menebarkan aroma kejantanan seorang Aldy, cowok ganteng dari metropolis.
Setelah puas bermain-main dengan bagian bawahnya, aku langsung mendekap badan Aldy dengan erat, kudaratkan ciuman-ciuman mautku ke bibirnya yang seksi itu sambil membimbingnya menuju ranjang asmara. Kubaringkan badannya di atas kasur dan kemudian kutindih, lagi-lagi aku menciuminya. Kali ini tak hanya di bibir, kutanggalkan t-shirt yang dipakainya dan ku jelajahi setiap lekuk-lekuk tubuhnya dengan bibir dan lidahku, tak dapat lagi ku tahan gelora nafsu seorang remaja kala itu.
Kugigit kedua puting susunya yang memerah, mengelus-elus dadanya dan perutnya yang seksi, menciumi kedua belahan ketiaknya dan menikmati semuanya yang ada pada Aldy. Ini bukan yang pertama, baik untukku maupun untuk Aldy, karena kami sudah sama-sama berpengalaman untuk hal semacam ini. Aldy sebetulnya sudah punya seorang boyfriend di Jakarta, dan mereka berdua sudah cukup sering melakukannya.
Permainan Aldy pun tak dahsyatnya, ia mengeluarkan semua jurus yang ia punya. Boleh dikatakan kami saling bertukar ilmu dan pengalaman. Aldy ternyata lebih suka main belakang, ia menyuruhku telungkup dan kemudian menindih badanku, setelah itu mulailah ia menciumi rambutku dan seluruh wajahku dengan ciuman-ciuman bibirnya, perlahan-lahan makin turun ke punggung dan ke belahan anusku, yang kurasakan hanya kegelian dan nikmat semata. Kemudian Aldy mulai menciumi kedua belahan selangkanganku, kedua kakiku mengangkang. Setelah itu ia mengangkat sedikit tubuhku naik, lantas mulai meraih kontolku dari belakang, ia mengocoknya makin lama makin cepat, sementara kurasakan kontol Aldy bergerak-gerak di pantatku sambil mengeluarkan cairan precumnya.
"Argh, aku sudah mau keluar!" erangku kemudian. Aldy seketika membalikkan badanku dan membuatku telentang, kemudian dimasukkannya kontolku ke dalam mulutnya, dihisapnya sampai muncrat lahar putihku itu di dalam mulutnya. Aldy menjilatnya sampai ludes, ia tak menyisakannya sedikit pun.
Untuk sejenak ia membiarkanku mengambil nafas dan mengobati keletihanku. Setelah itu, lagi-lagi Aldy membalikkan badanku, mengaturnya dalam posisi bersujud, dan kemudian ia pun mulai melumasi jarinya dengan air liur untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang anusku. Aku sebetulnya agak segan dianal, pengalaman pertamaku dulu cukup menjadi trauma tersendiri untukku, sebab anusku sakit sekali sesudah itu. Bukannya kapok, melainkan hanya sebuah trauma, justru aku sebenarnya ketagihan dengan permainan ini. Tapi entahlah, kali ini aku sepertinya tak kuasa untuk menolak, aku seolah pasrah saja di tangan Aldy.
Setelah berhasil memasukkan dua jari ke dalam lubang anusku, ia pun mulai mencoba mengganti dengan kontolnya, ia mendekapku dengan erat dengan gaya doggy style sambil memompa kontolnya masuk. setelah berhasil, ia pun mulai memompanya naik turun berirama, temponya dari mulai yang paling lambat sampai yang paling cepat. Cukup lama ia menganalku sampai spermanya muncrat di dalam lubang anusku. Dan masih saja kurasakan hal yang sama dengan yang dahulu, nyeri dan nikmat!
Budak seks pekerja bangunan
Inilah cerita GAY SEX PERTAMA berbahasa Indonesia yang pernah saya tulis dalam hidupku. Mulanya, saya tidak berniat untuk mempublikasikannya tapi karena antusiasme para pembaca cerita situs 17Tahun yang sangat besar pada ceritaku yang berbau tukang bangunan: "2 Abang Tukang Bangunan" dan "0", saya memutuskan untuk mempublikasikannya. Dalam kesempatan ini, saya ingin berterima kasih pada semua pembaca 17Tahun.com yang telah membaca kedua cerita di atas karena kedua cerita itu sampai masuk ke dalam Top 10 List cerita Sesama Pria yang paling sering dibaca.
Jika ada ide cerita, Anda boleh mengirimkannya. Terima kasih juga bagi semua yang telah menghubungiku. Maaf jika tidak semuanya bisa kubalas karena jumlahnya BANYAK sekali :) Terima kasih sekali lagi. Saya akan terus menulis untuk kepuasan Anda sekalian. Tunggu apalagi? Buka celana kalian, keluarkan kontol yang menggiurkan itu, santai saja, dan nikmati cerita ini sambil mengocok kontol kalian.
*****
Sejak masa puber, saya sudah tahu kalau saya berbeda dengan para pria lainnya. Saya menyukai sesama lelaki. Tapi karena saya jarang keluar rumah, saya kurang berinteraksi dengan para pria di luar sana. Sebagai pelampiasan, saya sering masturbasi sambil melihat koleksi foto cowok bugil yang kudapat dari internet, hasil copian di warnet tiap minggu. Fantasi terbesarku adalah diperkosa oleh laki-laki jantan berbadan bagus. Saya tak pernah menyangka bahwa fantasiku akan terwujud sebentar lagi..
Pagi itu, saya sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggalku untuk mencari angin pagi. Seperti biasa, sambil berjalan, kusapukan pandanganku mencari laki-laki ganteng untuk mencuci mata. Sesosok tubuh pria pribumi bertelanjang dada menangkap perhatianku. Tubuhnya terlihat sangat bagus dari belakang. Memang tidak sebagus tubuh binaragawan, namun tetap saja menggiurkan. Pokoknya cocoklah kalau dia memutuskan ingin menjadi model sampul majalah fitness pria. Warna kulitnya agak gelap, namun dengan tubuh seseksi itu, dia nampak semakin menarik. Otot-otot punggungnya terbentuk lumayan, nampaknya dia adalah seorang tukang bangunan atau semacamnya.
Sesekali, dia menengokkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tanpa sengaja memberiku kesempatan untuk melihat wajahnya. Nampaknya dia tak terlalu tua, sekitar 30an. Tampangnya sangat jantan, tegas, dan "beringas". Tapi wajahnya lumayan menarik juga. Perlahan-lahan, batang kontolku mulai berdiri. Di dalam otakku yang mesum, kubayangkan nikmatnya diperkosa olehnya. Oohh.. Saya lalu memutuskan untuk berjalan tepat di belakangnya. Kapan lagi bisa ketemu lelaki menggiurkan seperti ini? Telanjang dada lagi ;)
Setelah beberapa menit kuikuti, tiba-tiba dia berbelok arah dan masuk ke dalam sebuah gang kecil. Dengan tekad membara, kuikuti dia seperti seorang mata-mata. Gang itu sepi sekali. Tak ada satu pun orang di sana. Semakin kuikuti, saya menjadi semakin takut namun gairahku malah semakin tinngi. Kontolku telah basah oleh "precum" dan cairannya telah membasahi bagian depan celena pendekku yang tipis.
Tiba-tiba, pria itu berhenti. Otomatis, saya berhenti juga. Pada saat dia membalikkan tubuhnya dan memandangku, jantungku serasa ingin lepas. Saya takut sekali. Bagaimana jika dia sampai tahu bahwa saya mengikutinya. Namun pria itu hanya tesenyum. Senyuman itu nampaknya seperti senyuman seorang penjahat.
"Mau apa loe ngikutin gue?" Nada bicaranya terdengar agak tak ramah. Saya hanya terdiam saja. Saat saya tertunduk, kulihat benjolan basah besar di celanaku.
"Gawat, dia pasti melihatnya.. Aduh, bagaimana ini?", pikirku.
Pria itu mendekatiku. Entah kenapa, saya hanya berdiri terpaku di situ. Saya mulai gemetar ketakutan, namun ketakutanku hanya menambah gairahku. Dalam hatiku, saya berharap dia akan memperkosaku. Saya rela memberikan keperjakaanku padanya.
"Loe suka liat badan gue, yach?" tanyanya setelah mengamati benjolan di celanaku.
Tangan kanannya bergerak menyapu dada bidangnya. Dadanya yang agak gelap diremas-remas. Tak ayal lagi, putingnya mulai menegang menjadi sangat lancip. Gairahku menjadi tak terbendung lagi. Ingin rasanya saya memintanya untuk menyodomi pantatku, namun saya terlalu takut.
"Loe suka ini?" tanyanya lagi, kali ini agak terdengar menantang.
Dia berjalan semakin dekat.. Dekat.. Dan dekat, hingga akhirnya wajahku hampir menyentuh lehernya (Dia lebih tinggi dibanding diriku). Menundukkan kepalanya sedikit, dia berbisik..
"Pengen diperkosa nggak?"
Saya hanya terdiam. Air liurku rasanya susah sekali ditelan. Tangannya meraih turun dan memegang benjolanku dengan kasar.
"Kontol loe pasti bagus. Gue paling suka ama kontol yang nggak disunat.."
Setelah puas meraba-raba daerah terlarangku, dia meraih resleting celananya. Dengan sekali tarik, resleting itu terbuka dan kepala kontolnya menyembulkan diri untuk memberi salam. Namun saya menjadi semakin takut. Palkon (kepala kontol) pria itu begitu besar dan ukuran itu hanya ukuran sewaktu masih lemas. Bagaimana jika kontolnya terangsang? Saya mulai berpikir untuk menolak kesempatan ini. Saya memang ingin dingetotin, tapi bukan oleh kontol kuda. Saya bersiap-siap untuk kabur namun dia dapat membaca pikiranku. Sebelum saya sempat bertindak, kedua tangannya telah mencengkeram bahuku dengan sangat kuat.
Sambil menatap kedua mataku dalam-dalam, dia berkata..
"Loe nggak bakal ke mana-mana. Kalo loe berani kabur tau teriak, gue akan sumpah gue bakal ngabisi nyawa loe dengan kedua tangan ini.." Cengkeramannya dipererat untuk menegaskkan maksudnya.
Saya sungguh tak berdaya. Pada saat dia membawaku ke tempatnya, saya hanya dapat mengikutinya. Tak ada kesempatan untuk kabur karena dia tetap memegangi bahuku. Kontolnya masih bergoyang-goyang di luar resleting celananya, mengikuti irama jalannya. Akhirnya kami sampai di sebuah rumah kumuh, tak jauh dari gang tempat dia menangkapku. Dari luar, rumah itu nampak tak terawat dan agak gelap.
Dengan kasar, dia mendorongku masuk. Pria itu ikut masuk, setelah mengunci pintu untuk memastikan saya tak dapat melarikan diri. Rumah itu memang kumuh sekali. Sinar matahari hampir tak dapat masuk. Suasana di dalam rumah kecil itu remang-remang. Lantainya terbuat dari semen halus, ruangannya hanya ada dua, penerangannya tak memadai, jendelanya hanya ada satu, hampir tak ada ventilasi, dan tak ada perabotan selain beberapa meja dan kursi kayu. Saya terhentak. Ruangan ini lebih tepat disebut sebagai ruang tahanan bawah tanah, tempat para tentara menyiksa musuh-mush mereka.. Apa yang akan dilakukan pria itu terhadapku, tanyaku dalam hati.
"Buka baju loe," perintahnya.
"Cepat!!" sambungnya, agak kasar dan tak sabaran.
Beberapa saat kemudian, saya berdiri tanpa sehelai benang pun di hadapan pria itu. Kontolku mengeras bak pelat baja. Kolam "precum" terbentuk di atas palkonku yang tertutup kulup. Pakaianku kutaruh di pojok ruangan itu. Pria itu melahap tubuhku dengan tatapan bernafsu. Kontolnya yang masih tergantung di luar mulai hidup. Pelan-pelan namun pasti, kontol itu memanjang, mengeras, dan membesar.
Tak lama kemudian, kontol itu telah mencapai ukuran maksimum. Panjangnya kira-kira 25 cm. Dan keliling batang kontolnya sekitar 15cm. Sungguh besar kontol yang dia miliki, seperti kontol kuda penjantan. Agar lebih nyaman, pria itu melepas celananya sehingga kini dia pun berdiri telanjang bulat. Tak ada rasa minder sedikit pun di wajahnya. Dia bangga dengan tubuhnya dan juga dengan kontolnya.
"Sini loe." Dengan kasar dan bernafsu, dia menarik tubuhku mendekat padanya.
Tanpa memberiku waktu untuk berpikir, dia melumat bibirku sambil merangkul tubuh telanjangku. Kontol kami saling beradu dan cairan kenikmatan membasahi tubuh kami. Untuk sesaat, rasa takutku menghilang. Pada saat saya sedang terbuai oleh kenikmatan sentuhannya, dengan sigap dia merantai tanganku dan menariknya sekuat mungkin. Tubuhku terangkat ke atas. Dia terus menarik sampai akhirnya kontolku berada tepat di depan mulutnya.
"Ini yang gue suka.. Kontol berkulup.. Mm.." Kontolku langsung disantap olehnya.
Dengan liar, dipermainkannya lidahnya. Saya hanya dapat meronta-ronta kenikmatan sambil mengerang-erang. Bagiku, ini sama sekali bukan pemerkosaan. Namun, saya kemudian menyesal telah berpikir demikian..
Saya hampir saja keluar, namun pria itu menghentikan aksinya, Nampaknya, dia cukup puas dengan "precum" yang kuhasilkan. Rantai yang mengikat kedua tanganku dilepaskannya. Saya langsung dibawa ke sebuah meja kayu dan ditelentangkan di sana. Kedua tangan dan kakiku diikat pada kaki-kaki meja. Khusus untuk kakiku, Supri mengikatnya sedemikian rupa sehingga kakiku ngangkang dan memperlihatkan lubang ngentot yang kumiliki. Ikatannya benar-benar kuat. Saya tak dapat bergerak! Telentang pasrah di sana menunggu nasib. Nasib seorang budak homo.
"Untuk apa tubuhku diikat seperti ini?" tanyaku, khawatir.
"Untuk dientotin.. Untuk apa lagi?" tawanya, bernada mengejek.
"Mulai saat ini, loe adalah budak sex gue. Budaknya Supri. Loe musti muasin nafsu seks gue, dan juga ngecret sebanyak yang loe bisa. Gue paling suka liat budak seks gue ngecret dan mengerang kesakitan akibat dientotin." Kali ini, saya benar-benar ketakutan. Pria yang bernama Supri ini nampaknya tidak main-main.
Supri berjalan mengelilingi meja sambil meraba-raba tubuhku. Sentuhannya hanya membuatku semakin gila dengan gairah. Dia lalu berhenti di depanku.
"Buka mulut loe, homo!" serunya.
Tanpa kubantah, langsung kubuka mulutku dengan senang hati. Kontol kuda itu lalu meluncur masuk. Rasanya besar sekali, mulutku serasa ingin pecah. Kepala kontolnya bergerak maju dan mendesak langit-langit mulutku. Cairan asin mengalir keluar dari lubang kontolnya dan masuk ke dalam mulutku. Rasanya nikmat sekali. Namun sebelum saya dapat menikmatinya, Supri menarik kontolnya mundur. Sesaat kemudian, kontol itu bergerak maju lagi, lalu munder, maju, mundur. Dan begitu seterusnya. Untuk mengimbangi kepalaku, Supri memegang kepalaku menyamping agar dia lebih leluasa memperkosa mulutku. Saya hanya dapat mengerang nikmat sambil sesekali tersedak dan hampir kehilangan napas.
"Yeah.. Hisap terus.. Aahh.. Homo emang paling tau nyenengin cowok.." katanya sambil tersengal-sengal.
"Uugghh.. Aahh.. Loe adalah budak homo gue.. Milik gue seorang.. Aahh.. Nikmat sekali.. Oohh yah.. Oohh.. Ahh.."
Erangan-erangan nikmatnya sebentar pelan, dan sebentar keras. Saya sendiri mulai suka diperlakukan seperti itu. Namun mendadak, Supri semakin panas. Erangan-erangannya semakin keras dan terdengar seperti sedang kesakitan.
"Aarrgghh.. Oohh.. Siap-siap, homo.. Pejuh gue mau keluar.. Aahh.. Oohh.. Telan ini..!! Aarrgghh..!! Oohh.."
Dan dengan itu, kontol Supri pun memuntahkan isinya. Crroott.. Crroot.. Croot.. Cairan putih kental dan hangat itu membanjiri mulutku. Dengan lahap, kutelan semuanya tanpa sisa. Oohh cairan kelaki-lakian Supri memang sangat lezat.. Nikmat sekali..
"Uugghh.. Aahh.. Oohh.." Kontol Supri menembakkan pejuhnya selama kurang lebih sepuluh kali, lalu berhenti.
Keringatnya menetes membasahi wajahku. Pria jantan itu lalu mengelus-ngelus wajahku seolah sedang berterima kasih. Saya tersenyum puas sambil memejamkan mataku. Tak dapat dipercaya kalau saya telah melakukan oral sex dengan pejantan itu. Kukira saya dapat beristirahat, namun tiba-tiba kurasakan tangan Supri menjalar ke pahaku. Sewaktu kubuka mataku, Supri telah berdiri di depan kontolku.
Dengan bernafsu, Supri membasahi jari-jarinya kemudian jari-jari basah itu dimain-mainkan di lubang anusku yang masih ketat. Ketika jari-jari itu menekan masuk ke dalam anus, rasanya agak nyeri dan sakit. Apalagi ketika Supri memutar-mutarnya. Katanya, dia perlu melonggarkan sedikit lubang pantatku sebab lubangku terlalu ketat. Lama-kelamaan terasa nyaman dan nikmat. Saya mulai terbuai..
"Aa!! Apa itu?!" teriakku.
Rasanya luar biasa sakit. Sesuatu yang jauh lebih besar tiba-tiba menghunjam masuk. Tersadar olehku kalau benda itu adalah kontol Supri. Ya, tidak salah lagi, pikirku. Benda itu besar dan panjang, hangat, agak basah di bagian ujungnya dan berdenyut-denyut.
"Aahh..!! Sakit.." erangku.
"Diam loe, homo! Loe adalah budak seks gue dan loe musti mau gue ngentot. Sebentar lagi, loe udah bukan perjaka lagi.." tawanya riang.
"Jarang sekali bisa perkosa cowok homo yang masih perjaka.. Aahh.. Nikmatnya.."
Supri menarik jari-jarinya keluar dan menusukkan kontolnya lebih dalam lagi. Saya mengerang semakin keras. Sakitnya bukan kepalang. Rasanya seperti hendak terbelah dua saja. Lubang pantatku menganga lebar, tersumbat oleh kontol kuda itu. Air mata mengalir dari mataku, saya telah diperkosa oleh Supri.
Pada saat itu, saya benar-benar menyesal telah meminta permohonan konyol macam itu, namun sudah terlambat untuk menyadarinya. Supri mulai menggenjot pantatku. Masuk, keluar, masuk keluar.. Seiring dengan irama genjotannya, saya menangis dan mngerang. Lubang duburku benar-benar panas dan perih. Saya berusaha untuk berontak namun tali itu mengikatku terlalu kuat.
"Aagghh!!" teriakku lagi.
"Ampun, Bang.. Aacchh.. Sakit.. Ampun, Bang.." tangisku.
"Aacchh!!" Namun tangisku tak dihiraukannya. Malah Supri menjadi semakin beringas dan liar.
"Oohh.. Lubang loe ketat sekali.. Aahh.. Lebih ketat dibanding memek.. Uugghh.. Mimpi apa gue semalam.. Aahh.. Bisa dapatin homo kayak loe.. Aahh.." sahutnya di sela-sela aktivitas ngentotnya.
Saya terkejut ketika menyadari bahwa saya menikmati rasa sakitku. Rasa sakit akibat diperkosa Supri itu terasa sangat nikmat. Gesekan kontolnya dengan dinding dalam duburku mengirim sinyal-sinyal nikmat ke otak mesumku. Perlahan namun pasti, saya terhanyut dalam irama ngentotnya.
Supri nampaknya mahir sekali dalam urusan ngetot-mengentot. Dia bisa melakukannya dalam ebrbagai versi. Pertama dia bisa melakukannya dengan sangat lambat. Menusukkan kontolnya sampai masuk dalam sekali lalu dicabut seluruhnya. Kemudian, kontolnya itu dihujamkan lagi tanpa ampun dan kemudian ditarik lagi. Begitu eterusnya dan semuanya dilakukan dalam tempo lambat. Sungguh sakit, menyiksa, namun nikmat bagiku. Kedua, Surpi bisa mengentotiku dengan sangat cepat seperti laju kereta api express. Saking cepatnya, tubuhku terguncang-guncang dan lubangku terasa mulai berdarah. Ketiga, Surpi dapat memutar-mutarkan kontolnya di dalam anusku. Aahh.. Nikmatnya..
"Aahh.. Homo.. Oohh.. Ngentot.. Aarrghh..!! Nikmatnya.. Aahh.." erang Supri.
Sekujur tubuhnya bsah dengan keringat. Rambutnya pun basah. Keringatnya jatuh membasahi tubuhku yang juga mulai berkeringat. Sisa pejuhnya yang tadi dia keluarkan sedikit terlumur di badanku.
"Lagi, Bang.. Lagi.." mintaku, terengah-engah.
"Wow, lihat ini.. Budak homoku akhirnya menunjukkan kulit aslinya.. Aahh.. Gue tau.. Loe pasti suka.. Oohh.. Dientotin ama kontol gue.. Ngentot! Arrghh.."
Supri kemudian memegang kontolku yang telah banjir dengan "precum"-ku dan mulai mengocoknya. Kontolnya masih terus memompa tubuhku.
"Ngecret, ngecret, ngecret.." ulangnya berkali-kali, seperti mantra.
"Oohh!!"
Saya tidak kuat lagi. Saya harus ngecret. Saya harus mengeluarkan pejuhku.. Pejuh seorang homo..
"Aarrgghh..!! Oohh!! Aahh!! Uughh!! Oohh!!"
Saya terus mengerang-erang seperti orang kesetanan. Tubuhku menggelepar-gelepar seperti tersengat listrik, tersengat orgasme hebat. Mengalami orgasme hebat sambil terikat di meja dengan sebuah kontol super di dalam pantat rasanya NIKMAT sekali!! Aarrgghh..!! Pada saat yang sama, Supri pun berorgasme.
Begitu saya ngecret, lubang duburku menutup secara refleks dan mencekik kontol Supri. Kontan saja, kontol itu pun menyerah dan memuntahkan laharnya untuk yang kedua kalinya Crot!! Crot!! Crot!! "aarrgghh!!" Dengan jeritan yang keras sekali, seperti lolongan serigala yang terluka, Supri pun ngecret. Badannya mengejang-ngejang dengan dahsyat. Pejuhnya, seperti air bah, membanjiri lubang ngentotku. Aahh.. Hangat.. Tubuh kami berdua dikuasai oleh setan orgasme dan setan nafsu seks. Saya baru pertama kali itu mengalami orgasme yang sedemikian hebat.
Akhirnya orgasme itupun usai. Supri menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku. Pejuh yang kusemprotkan menodai perutku dan perutnya. Rasanya enak sekali ditimpa oleh pria segagah Supri. Afterplay kami diisi dengan tidur-tiduran seperti itu selama beberapa menit. Setelah Supri berhasil mengumpulkan tenaganya kembali, dia bangun dan menciumiku dengan mesra. Kontolnya telah melemas di dalam anusku dan tergelincir keluar dengan sendirinya. Pejuhnya yang bersarang di dalam anusku juga ikut mengalir keluar seperti tetesan air keran. Supri pun berkata..
"Mulai saat ini, loe adalah budak gue. Kapan pun gue panggil, loe musti datang. Kalo nggak, gue bakal beberin semuanya ke orang se-RT biar semua tau loe homo."
"Loe musti bersedia nyedot kontol gue, minum pejuh gue, dingentotin gue, dan juga ngelakuin apapun yang gue suruh. Ngerti?", lanjutnya lagi. Saya hanya mengangguk lemah.
"Loe adalah homo gue. Hak milik Supri. Gak boleh ada cowok lain yang ngentotin loe, kecuali gue yang suruh. Mengerti?"
"Ya, Bang," sahutku lemah.
Dan dimulailah hari-hariku bersama Supri. Setiap hari, saya dingentot habis-habisan oleh Supri. Tak jarang Supri mengundang teman-temannya sesama tukang bangunan untuk menghajar pantat homoku dna memuaskan nafsuku akan kontol. Dan saya bahagia untuk dapat menjadi budak seorang tukang bangunan macho seperti Supri.
Jika ada ide cerita, Anda boleh mengirimkannya. Terima kasih juga bagi semua yang telah menghubungiku. Maaf jika tidak semuanya bisa kubalas karena jumlahnya BANYAK sekali :) Terima kasih sekali lagi. Saya akan terus menulis untuk kepuasan Anda sekalian. Tunggu apalagi? Buka celana kalian, keluarkan kontol yang menggiurkan itu, santai saja, dan nikmati cerita ini sambil mengocok kontol kalian.
*****
Sejak masa puber, saya sudah tahu kalau saya berbeda dengan para pria lainnya. Saya menyukai sesama lelaki. Tapi karena saya jarang keluar rumah, saya kurang berinteraksi dengan para pria di luar sana. Sebagai pelampiasan, saya sering masturbasi sambil melihat koleksi foto cowok bugil yang kudapat dari internet, hasil copian di warnet tiap minggu. Fantasi terbesarku adalah diperkosa oleh laki-laki jantan berbadan bagus. Saya tak pernah menyangka bahwa fantasiku akan terwujud sebentar lagi..
Pagi itu, saya sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggalku untuk mencari angin pagi. Seperti biasa, sambil berjalan, kusapukan pandanganku mencari laki-laki ganteng untuk mencuci mata. Sesosok tubuh pria pribumi bertelanjang dada menangkap perhatianku. Tubuhnya terlihat sangat bagus dari belakang. Memang tidak sebagus tubuh binaragawan, namun tetap saja menggiurkan. Pokoknya cocoklah kalau dia memutuskan ingin menjadi model sampul majalah fitness pria. Warna kulitnya agak gelap, namun dengan tubuh seseksi itu, dia nampak semakin menarik. Otot-otot punggungnya terbentuk lumayan, nampaknya dia adalah seorang tukang bangunan atau semacamnya.
Sesekali, dia menengokkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tanpa sengaja memberiku kesempatan untuk melihat wajahnya. Nampaknya dia tak terlalu tua, sekitar 30an. Tampangnya sangat jantan, tegas, dan "beringas". Tapi wajahnya lumayan menarik juga. Perlahan-lahan, batang kontolku mulai berdiri. Di dalam otakku yang mesum, kubayangkan nikmatnya diperkosa olehnya. Oohh.. Saya lalu memutuskan untuk berjalan tepat di belakangnya. Kapan lagi bisa ketemu lelaki menggiurkan seperti ini? Telanjang dada lagi ;)
Setelah beberapa menit kuikuti, tiba-tiba dia berbelok arah dan masuk ke dalam sebuah gang kecil. Dengan tekad membara, kuikuti dia seperti seorang mata-mata. Gang itu sepi sekali. Tak ada satu pun orang di sana. Semakin kuikuti, saya menjadi semakin takut namun gairahku malah semakin tinngi. Kontolku telah basah oleh "precum" dan cairannya telah membasahi bagian depan celena pendekku yang tipis.
Tiba-tiba, pria itu berhenti. Otomatis, saya berhenti juga. Pada saat dia membalikkan tubuhnya dan memandangku, jantungku serasa ingin lepas. Saya takut sekali. Bagaimana jika dia sampai tahu bahwa saya mengikutinya. Namun pria itu hanya tesenyum. Senyuman itu nampaknya seperti senyuman seorang penjahat.
"Mau apa loe ngikutin gue?" Nada bicaranya terdengar agak tak ramah. Saya hanya terdiam saja. Saat saya tertunduk, kulihat benjolan basah besar di celanaku.
"Gawat, dia pasti melihatnya.. Aduh, bagaimana ini?", pikirku.
Pria itu mendekatiku. Entah kenapa, saya hanya berdiri terpaku di situ. Saya mulai gemetar ketakutan, namun ketakutanku hanya menambah gairahku. Dalam hatiku, saya berharap dia akan memperkosaku. Saya rela memberikan keperjakaanku padanya.
"Loe suka liat badan gue, yach?" tanyanya setelah mengamati benjolan di celanaku.
Tangan kanannya bergerak menyapu dada bidangnya. Dadanya yang agak gelap diremas-remas. Tak ayal lagi, putingnya mulai menegang menjadi sangat lancip. Gairahku menjadi tak terbendung lagi. Ingin rasanya saya memintanya untuk menyodomi pantatku, namun saya terlalu takut.
"Loe suka ini?" tanyanya lagi, kali ini agak terdengar menantang.
Dia berjalan semakin dekat.. Dekat.. Dan dekat, hingga akhirnya wajahku hampir menyentuh lehernya (Dia lebih tinggi dibanding diriku). Menundukkan kepalanya sedikit, dia berbisik..
"Pengen diperkosa nggak?"
Saya hanya terdiam. Air liurku rasanya susah sekali ditelan. Tangannya meraih turun dan memegang benjolanku dengan kasar.
"Kontol loe pasti bagus. Gue paling suka ama kontol yang nggak disunat.."
Setelah puas meraba-raba daerah terlarangku, dia meraih resleting celananya. Dengan sekali tarik, resleting itu terbuka dan kepala kontolnya menyembulkan diri untuk memberi salam. Namun saya menjadi semakin takut. Palkon (kepala kontol) pria itu begitu besar dan ukuran itu hanya ukuran sewaktu masih lemas. Bagaimana jika kontolnya terangsang? Saya mulai berpikir untuk menolak kesempatan ini. Saya memang ingin dingetotin, tapi bukan oleh kontol kuda. Saya bersiap-siap untuk kabur namun dia dapat membaca pikiranku. Sebelum saya sempat bertindak, kedua tangannya telah mencengkeram bahuku dengan sangat kuat.
Sambil menatap kedua mataku dalam-dalam, dia berkata..
"Loe nggak bakal ke mana-mana. Kalo loe berani kabur tau teriak, gue akan sumpah gue bakal ngabisi nyawa loe dengan kedua tangan ini.." Cengkeramannya dipererat untuk menegaskkan maksudnya.
Saya sungguh tak berdaya. Pada saat dia membawaku ke tempatnya, saya hanya dapat mengikutinya. Tak ada kesempatan untuk kabur karena dia tetap memegangi bahuku. Kontolnya masih bergoyang-goyang di luar resleting celananya, mengikuti irama jalannya. Akhirnya kami sampai di sebuah rumah kumuh, tak jauh dari gang tempat dia menangkapku. Dari luar, rumah itu nampak tak terawat dan agak gelap.
Dengan kasar, dia mendorongku masuk. Pria itu ikut masuk, setelah mengunci pintu untuk memastikan saya tak dapat melarikan diri. Rumah itu memang kumuh sekali. Sinar matahari hampir tak dapat masuk. Suasana di dalam rumah kecil itu remang-remang. Lantainya terbuat dari semen halus, ruangannya hanya ada dua, penerangannya tak memadai, jendelanya hanya ada satu, hampir tak ada ventilasi, dan tak ada perabotan selain beberapa meja dan kursi kayu. Saya terhentak. Ruangan ini lebih tepat disebut sebagai ruang tahanan bawah tanah, tempat para tentara menyiksa musuh-mush mereka.. Apa yang akan dilakukan pria itu terhadapku, tanyaku dalam hati.
"Buka baju loe," perintahnya.
"Cepat!!" sambungnya, agak kasar dan tak sabaran.
Beberapa saat kemudian, saya berdiri tanpa sehelai benang pun di hadapan pria itu. Kontolku mengeras bak pelat baja. Kolam "precum" terbentuk di atas palkonku yang tertutup kulup. Pakaianku kutaruh di pojok ruangan itu. Pria itu melahap tubuhku dengan tatapan bernafsu. Kontolnya yang masih tergantung di luar mulai hidup. Pelan-pelan namun pasti, kontol itu memanjang, mengeras, dan membesar.
Tak lama kemudian, kontol itu telah mencapai ukuran maksimum. Panjangnya kira-kira 25 cm. Dan keliling batang kontolnya sekitar 15cm. Sungguh besar kontol yang dia miliki, seperti kontol kuda penjantan. Agar lebih nyaman, pria itu melepas celananya sehingga kini dia pun berdiri telanjang bulat. Tak ada rasa minder sedikit pun di wajahnya. Dia bangga dengan tubuhnya dan juga dengan kontolnya.
"Sini loe." Dengan kasar dan bernafsu, dia menarik tubuhku mendekat padanya.
Tanpa memberiku waktu untuk berpikir, dia melumat bibirku sambil merangkul tubuh telanjangku. Kontol kami saling beradu dan cairan kenikmatan membasahi tubuh kami. Untuk sesaat, rasa takutku menghilang. Pada saat saya sedang terbuai oleh kenikmatan sentuhannya, dengan sigap dia merantai tanganku dan menariknya sekuat mungkin. Tubuhku terangkat ke atas. Dia terus menarik sampai akhirnya kontolku berada tepat di depan mulutnya.
"Ini yang gue suka.. Kontol berkulup.. Mm.." Kontolku langsung disantap olehnya.
Dengan liar, dipermainkannya lidahnya. Saya hanya dapat meronta-ronta kenikmatan sambil mengerang-erang. Bagiku, ini sama sekali bukan pemerkosaan. Namun, saya kemudian menyesal telah berpikir demikian..
Saya hampir saja keluar, namun pria itu menghentikan aksinya, Nampaknya, dia cukup puas dengan "precum" yang kuhasilkan. Rantai yang mengikat kedua tanganku dilepaskannya. Saya langsung dibawa ke sebuah meja kayu dan ditelentangkan di sana. Kedua tangan dan kakiku diikat pada kaki-kaki meja. Khusus untuk kakiku, Supri mengikatnya sedemikian rupa sehingga kakiku ngangkang dan memperlihatkan lubang ngentot yang kumiliki. Ikatannya benar-benar kuat. Saya tak dapat bergerak! Telentang pasrah di sana menunggu nasib. Nasib seorang budak homo.
"Untuk apa tubuhku diikat seperti ini?" tanyaku, khawatir.
"Untuk dientotin.. Untuk apa lagi?" tawanya, bernada mengejek.
"Mulai saat ini, loe adalah budak sex gue. Budaknya Supri. Loe musti muasin nafsu seks gue, dan juga ngecret sebanyak yang loe bisa. Gue paling suka liat budak seks gue ngecret dan mengerang kesakitan akibat dientotin." Kali ini, saya benar-benar ketakutan. Pria yang bernama Supri ini nampaknya tidak main-main.
Supri berjalan mengelilingi meja sambil meraba-raba tubuhku. Sentuhannya hanya membuatku semakin gila dengan gairah. Dia lalu berhenti di depanku.
"Buka mulut loe, homo!" serunya.
Tanpa kubantah, langsung kubuka mulutku dengan senang hati. Kontol kuda itu lalu meluncur masuk. Rasanya besar sekali, mulutku serasa ingin pecah. Kepala kontolnya bergerak maju dan mendesak langit-langit mulutku. Cairan asin mengalir keluar dari lubang kontolnya dan masuk ke dalam mulutku. Rasanya nikmat sekali. Namun sebelum saya dapat menikmatinya, Supri menarik kontolnya mundur. Sesaat kemudian, kontol itu bergerak maju lagi, lalu munder, maju, mundur. Dan begitu seterusnya. Untuk mengimbangi kepalaku, Supri memegang kepalaku menyamping agar dia lebih leluasa memperkosa mulutku. Saya hanya dapat mengerang nikmat sambil sesekali tersedak dan hampir kehilangan napas.
"Yeah.. Hisap terus.. Aahh.. Homo emang paling tau nyenengin cowok.." katanya sambil tersengal-sengal.
"Uugghh.. Aahh.. Loe adalah budak homo gue.. Milik gue seorang.. Aahh.. Nikmat sekali.. Oohh yah.. Oohh.. Ahh.."
Erangan-erangan nikmatnya sebentar pelan, dan sebentar keras. Saya sendiri mulai suka diperlakukan seperti itu. Namun mendadak, Supri semakin panas. Erangan-erangannya semakin keras dan terdengar seperti sedang kesakitan.
"Aarrgghh.. Oohh.. Siap-siap, homo.. Pejuh gue mau keluar.. Aahh.. Oohh.. Telan ini..!! Aarrgghh..!! Oohh.."
Dan dengan itu, kontol Supri pun memuntahkan isinya. Crroott.. Crroot.. Croot.. Cairan putih kental dan hangat itu membanjiri mulutku. Dengan lahap, kutelan semuanya tanpa sisa. Oohh cairan kelaki-lakian Supri memang sangat lezat.. Nikmat sekali..
"Uugghh.. Aahh.. Oohh.." Kontol Supri menembakkan pejuhnya selama kurang lebih sepuluh kali, lalu berhenti.
Keringatnya menetes membasahi wajahku. Pria jantan itu lalu mengelus-ngelus wajahku seolah sedang berterima kasih. Saya tersenyum puas sambil memejamkan mataku. Tak dapat dipercaya kalau saya telah melakukan oral sex dengan pejantan itu. Kukira saya dapat beristirahat, namun tiba-tiba kurasakan tangan Supri menjalar ke pahaku. Sewaktu kubuka mataku, Supri telah berdiri di depan kontolku.
Dengan bernafsu, Supri membasahi jari-jarinya kemudian jari-jari basah itu dimain-mainkan di lubang anusku yang masih ketat. Ketika jari-jari itu menekan masuk ke dalam anus, rasanya agak nyeri dan sakit. Apalagi ketika Supri memutar-mutarnya. Katanya, dia perlu melonggarkan sedikit lubang pantatku sebab lubangku terlalu ketat. Lama-kelamaan terasa nyaman dan nikmat. Saya mulai terbuai..
"Aa!! Apa itu?!" teriakku.
Rasanya luar biasa sakit. Sesuatu yang jauh lebih besar tiba-tiba menghunjam masuk. Tersadar olehku kalau benda itu adalah kontol Supri. Ya, tidak salah lagi, pikirku. Benda itu besar dan panjang, hangat, agak basah di bagian ujungnya dan berdenyut-denyut.
"Aahh..!! Sakit.." erangku.
"Diam loe, homo! Loe adalah budak seks gue dan loe musti mau gue ngentot. Sebentar lagi, loe udah bukan perjaka lagi.." tawanya riang.
"Jarang sekali bisa perkosa cowok homo yang masih perjaka.. Aahh.. Nikmatnya.."
Supri menarik jari-jarinya keluar dan menusukkan kontolnya lebih dalam lagi. Saya mengerang semakin keras. Sakitnya bukan kepalang. Rasanya seperti hendak terbelah dua saja. Lubang pantatku menganga lebar, tersumbat oleh kontol kuda itu. Air mata mengalir dari mataku, saya telah diperkosa oleh Supri.
Pada saat itu, saya benar-benar menyesal telah meminta permohonan konyol macam itu, namun sudah terlambat untuk menyadarinya. Supri mulai menggenjot pantatku. Masuk, keluar, masuk keluar.. Seiring dengan irama genjotannya, saya menangis dan mngerang. Lubang duburku benar-benar panas dan perih. Saya berusaha untuk berontak namun tali itu mengikatku terlalu kuat.
"Aagghh!!" teriakku lagi.
"Ampun, Bang.. Aacchh.. Sakit.. Ampun, Bang.." tangisku.
"Aacchh!!" Namun tangisku tak dihiraukannya. Malah Supri menjadi semakin beringas dan liar.
"Oohh.. Lubang loe ketat sekali.. Aahh.. Lebih ketat dibanding memek.. Uugghh.. Mimpi apa gue semalam.. Aahh.. Bisa dapatin homo kayak loe.. Aahh.." sahutnya di sela-sela aktivitas ngentotnya.
Saya terkejut ketika menyadari bahwa saya menikmati rasa sakitku. Rasa sakit akibat diperkosa Supri itu terasa sangat nikmat. Gesekan kontolnya dengan dinding dalam duburku mengirim sinyal-sinyal nikmat ke otak mesumku. Perlahan namun pasti, saya terhanyut dalam irama ngentotnya.
Supri nampaknya mahir sekali dalam urusan ngetot-mengentot. Dia bisa melakukannya dalam ebrbagai versi. Pertama dia bisa melakukannya dengan sangat lambat. Menusukkan kontolnya sampai masuk dalam sekali lalu dicabut seluruhnya. Kemudian, kontolnya itu dihujamkan lagi tanpa ampun dan kemudian ditarik lagi. Begitu eterusnya dan semuanya dilakukan dalam tempo lambat. Sungguh sakit, menyiksa, namun nikmat bagiku. Kedua, Surpi bisa mengentotiku dengan sangat cepat seperti laju kereta api express. Saking cepatnya, tubuhku terguncang-guncang dan lubangku terasa mulai berdarah. Ketiga, Surpi dapat memutar-mutarkan kontolnya di dalam anusku. Aahh.. Nikmatnya..
"Aahh.. Homo.. Oohh.. Ngentot.. Aarrghh..!! Nikmatnya.. Aahh.." erang Supri.
Sekujur tubuhnya bsah dengan keringat. Rambutnya pun basah. Keringatnya jatuh membasahi tubuhku yang juga mulai berkeringat. Sisa pejuhnya yang tadi dia keluarkan sedikit terlumur di badanku.
"Lagi, Bang.. Lagi.." mintaku, terengah-engah.
"Wow, lihat ini.. Budak homoku akhirnya menunjukkan kulit aslinya.. Aahh.. Gue tau.. Loe pasti suka.. Oohh.. Dientotin ama kontol gue.. Ngentot! Arrghh.."
Supri kemudian memegang kontolku yang telah banjir dengan "precum"-ku dan mulai mengocoknya. Kontolnya masih terus memompa tubuhku.
"Ngecret, ngecret, ngecret.." ulangnya berkali-kali, seperti mantra.
"Oohh!!"
Saya tidak kuat lagi. Saya harus ngecret. Saya harus mengeluarkan pejuhku.. Pejuh seorang homo..
"Aarrgghh..!! Oohh!! Aahh!! Uughh!! Oohh!!"
Saya terus mengerang-erang seperti orang kesetanan. Tubuhku menggelepar-gelepar seperti tersengat listrik, tersengat orgasme hebat. Mengalami orgasme hebat sambil terikat di meja dengan sebuah kontol super di dalam pantat rasanya NIKMAT sekali!! Aarrgghh..!! Pada saat yang sama, Supri pun berorgasme.
Begitu saya ngecret, lubang duburku menutup secara refleks dan mencekik kontol Supri. Kontan saja, kontol itu pun menyerah dan memuntahkan laharnya untuk yang kedua kalinya Crot!! Crot!! Crot!! "aarrgghh!!" Dengan jeritan yang keras sekali, seperti lolongan serigala yang terluka, Supri pun ngecret. Badannya mengejang-ngejang dengan dahsyat. Pejuhnya, seperti air bah, membanjiri lubang ngentotku. Aahh.. Hangat.. Tubuh kami berdua dikuasai oleh setan orgasme dan setan nafsu seks. Saya baru pertama kali itu mengalami orgasme yang sedemikian hebat.
Akhirnya orgasme itupun usai. Supri menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku. Pejuh yang kusemprotkan menodai perutku dan perutnya. Rasanya enak sekali ditimpa oleh pria segagah Supri. Afterplay kami diisi dengan tidur-tiduran seperti itu selama beberapa menit. Setelah Supri berhasil mengumpulkan tenaganya kembali, dia bangun dan menciumiku dengan mesra. Kontolnya telah melemas di dalam anusku dan tergelincir keluar dengan sendirinya. Pejuhnya yang bersarang di dalam anusku juga ikut mengalir keluar seperti tetesan air keran. Supri pun berkata..
"Mulai saat ini, loe adalah budak gue. Kapan pun gue panggil, loe musti datang. Kalo nggak, gue bakal beberin semuanya ke orang se-RT biar semua tau loe homo."
"Loe musti bersedia nyedot kontol gue, minum pejuh gue, dingentotin gue, dan juga ngelakuin apapun yang gue suruh. Ngerti?", lanjutnya lagi. Saya hanya mengangguk lemah.
"Loe adalah homo gue. Hak milik Supri. Gak boleh ada cowok lain yang ngentotin loe, kecuali gue yang suruh. Mengerti?"
"Ya, Bang," sahutku lemah.
Dan dimulailah hari-hariku bersama Supri. Setiap hari, saya dingentot habis-habisan oleh Supri. Tak jarang Supri mengundang teman-temannya sesama tukang bangunan untuk menghajar pantat homoku dna memuaskan nafsuku akan kontol. Dan saya bahagia untuk dapat menjadi budak seorang tukang bangunan macho seperti Supri.
Bodyguard
"Tom, kau dipanggil Boss," kata Ronald teman seruangku.
"Ada apa ya, Ron?" tanyaku sekenanya.
Kumasuki ruang Bossku yang luas dan nyaman. Dihadapannya ada dua orang tamu pria yang sedang berbincang dengan Boss.
"Oh ya Tom, ini kenalkan Bapak Edward dan yang ini Bapak Kris. Tugasmu adalah mendampingi mereka selama 2 minggu kunjungan di kantor ini. Pokoknya coba bantu sepenuhnya segala keperluannya. Be carefull, okey!" kata Bossku.
Aku tidak bisa tanya atau menolak keinginannya. Pokoknya kerjakan saja, pasalnya Bossku itu mantan tentara. Selama tugas luarku, aku bebas dari kerjaanku sehari-hari. Ternyata Mr. Edward dan Mr. Kris adalah orang dari Kantor Pusat yang bertugas melakukan inspeksi. Kami semua repot dibuatnya. Tapi aku harus memberikan pengawalan kepada mereka berdua.
Suatu saat aku terpaksa harus kembali ke apartemen untuk mengambil tas kerja Mr.Edward. Dengan tergesa-gesa aku menuju ruang tidurnya. Kubuka lemarinya dan kuambil tas tersebut, tapi aku tiba-tiba terperangah melihat sebuah majalah pria bule bugil di dekatnya. Pikiranku segera paham tentang siapa Mr.Edward itu. Tapi sebagai utusan perusahaan aku tidak boleh mempermasalahkan hal itu. Aku segera bergegas ke tempat rapat di sebuah ruang VIP di hotel besar di Kuningan. Malam Minggu aku bebas dari tugas, karena bisa dibilang tugasku 24 jam selama 5 hari kerja mendampingi mereka berdua. Malam sudah larut, namun tiba-tiba HP-ku memanggil. Itu pasti panggilan tugas, karena untuk mendampingi mereka aku khusus disediakan HP dinas dan mobil sedan.
"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku sopan.
"Ma'af, ini rumah Bapak Tommy?" tanya seseorang yang suaranya tidak kukenal.
"Betul, Pak. Ada kabar apa, Pak?" tanyaku lagi.
"Ma'af, apa Pak Tommy bisa kemari (ia menyebutkan nama hotel dan ruangnya) karena ternyata rekan bapak perlu diantar pulang." lanjutnya.
Aku segera menuju ke sana. Ternyata mereka berdua sedang dalam kondisi setengah mabuk, dengan wajah yang sayu dan terbaring di sofa restroom. Setelah mereka yakin bahwa aku adalah yang dihubungi, maka aku dibiarkan saja di ruang itu.
"Terima kasih Pak," kataku pada seorang satpam yang ternyata tadi menghubungiku.
"Saya antar mereka berdua pakai mobilku saja. Saya titipkan mobil mereka di sini, bisa nggak?" tanyaku pada satpam tadi.
"Beres, Pak. Nanti saya uruskan."
Ia segera kuberikan kunci mobil yang tadi ada di kantong Mr. Kris.
"Tolong saya dibantu memapah mereka ke mobil," pintaku.
Si satpam dengan sigap membantu memapah mereka satu persatu. Setelah memberi tips kutinggalkan hotel tersebut.
Sambil mengemudi kunyalakan lagu klasik. Sekali lagi aku terkejut manakala Mr. Edward memegang tanganku. Rupanya ia sudah hampir pulih kesadarannya.
"Ini di mana Tom?" tanyanya, dengan bau alkohol yang tajam.
"Dalam perjalanan pulang, Pak. Tadi Bapak minum berlebihan sehingga saya harus antar Bapak pulang," jelasku perlahan.
"Thanks Tom," lalu ia tertidur lagi.
Giliran di hotel, mereka aku minta bantuan bagian keamanan memapah mereka ke ruang masing-masing.
"Tom, tolong gantikan pakaianku," pinta Mr.Edward.
Segera aku beranjak memilihkan pakaian kimono untuknya. Kulepaskan satu persatu pakaiannya yang basah oleh keringat dan tercium bau parfum "GUFO" bercampur alkohol. Kutinggalkan pakaian dalamnya yang berwarna hitam dengan lambang "G. Versace", amat kontras dengan kulitnya yang putih bersih dan bulu-bulu lebat di dada dan seluruh tungkainya.
"Tom, tolong dibasuh dulu dengan air hangat," katanya masih setengah mengantuk.
Akupun melakukannya. Dengan air hangat dan handuh halus perlahan kuusap-usap wajahnya pertama kali. Tampak olehku wajahnya yang tampan dan bersih tapi masih maskulin. Perlahan gerakanku bergerak ke bawah dan membasuh dadanya yang bidang. Posturnya proporsional walaupun tidak terlalu dilatih baik. Pasti banyak wanita yang mengandrunginya, kataku dalam hati. Tapi aku ingat pengalamanku tempo hari. Ah, bukan urusanku.
Akhirnya aku selesai membersihkan bagian depan tubuhnya. Segera kubalikkan tubuhnya dan sedikit terkejut, ternyata punggungnya pun ditumbuhi bulu-bulu cukup lebat sampai setengahnya. Seksi sekali dia! Kubasuh tubuhnya perlahan seakan takut membangunkan dirinya hingga seluruhnya. "Tom, tolong gantikan jockeyku," tiba-tiba ia mengagetkan aku lagi dengan permintaannya.
"Baik, Pak," kataku singkat saja.
Perlahan kutarik tali kecil CD-nya dan tampaklah kedua pinggulnya yang bulat dan ditumbuhi bulu dicelah pahanya sampai kesekitar "asshole"-nya. Lebat bulu-bulunya menghalangi pandangan mataku untuk dapat menikmati asshole-nya. Ah, seandainya.. pikiran nakalku menari-nari menggodaku. Segera kupupus pikiran itu. Tapi aku tak kuasa menahan laju gerakan otomatis dibalik CD-ku, yang secara pasti mulai tumbuh membesar. Akh, aku harus menahannya. Karena pinggulnya belum kubasuh, maka dengan handuk hangat kubasuh perlahan. Kurasakan ia menggerakkan tubuhnya memeluk guling dan menarik sebuah kaki kanannya ke atas. Akh, tampaklah asshole-nya yang kemerahan menantang gairah nafsuku. Dan aku terkejut manakala kudapati tatoo kecil didekat asshole-nya bertuliskan "Please.." yang tertutup oleh lebatnya bulu-bulu tubuhnya. Membaca tatoo tersebut membuatku mulai berani bertindak lebih jauh. Kini usapanku bukan lagi untuk membersihkan tubuhnya, melainkan memberikan rangsangan nakal di daerah yang selalu menjadi daerah idamanku selama ini.
Kuambil lotion dan kupijat dengan teknik pijat gaya pijatan cinta yang pernah kupelajari dari sebuah buku. Kurasakan pinggulnya mulai bergerak perlahan merespon gerakan tanganku. Pinggulnya mulai terangkat dan kudengar bibirnya memanggil namaku pelan. Aku pun paham isyarat itu. Kini pijatanku mulai meluas ke bagian atas tubuhnya, pundaknya, lehernya, bahunya dan seterusnya. Lidahku dengan lihainya memberikan rangsangan di belakang telinganya. Ia mengerang dan menarik leherku dan menciumku dan melumat lidahku dengan ganasnya. Bau alkohol sudah tidak terasa olehku. Aku pun membalasnya dengan tak kalah hot-nya. Ia membalikkan tubuhnya dan menarikku di atasnya. Kami berciuman cukup lama sampai kami hampir kesulitan bernafas. Aku lalu bangun dan mulai membuka kancing kemejaku. Ia tampak mengagumi otot-otot tubuhku yang keras terlatih. Kini aku berada di pangkuannya dan kurasakan batang kemaluannya mengarah ke atas menggesek kemaluanku yang berontak ingin bebas. Sekali lagi kami berciuman dengan hot. Hanya desah nafas kami yang terdengar di ruang itu diiringi keringat yang banjir walaupun AC ruangan itu amat dingin.
"Tom, aku butuh kau. Please, Tom," ia merengek manja di teligaku.
"Tapi Mr. Ed.." ucapanku dipotongnya dengan meletakkan sebuah jarinya di bibirku.
"Jangan panggil aku begitu saat ini. Panggil saja dengan "Sayang", Tom. Edward ada di kantor saat ini, yang ada saat ini adalah aku apa adanya. Aku yang membutuhkan belaianmu, kehangatanmu, tubuhmu, cintamu. Lain tidak," katanya lembut.
"Lepaskan pakaianmu semuanya, Tom. Aku ingin menikmatinya."
Perlahan aku turun dan kulepas pakaianku. Kulihat tatap matanya hendak melahapku. Ia menarikku dan kuhampiri dirinya hingga kini aku duduk di atas dadanya dan ujung batang kemaluanku berada persis di depan wajahnya. Kupandangi wajahnya yang tampan dengan lahapnya melumat batang kemaluanku. Tak kusangka ia berusaha menelan seluruhnya, namun ia tiba-tiba "choking". Tampak air mata mengalir di pipinya, mungkin menahan rasa ingin muntahnya. Kutahan wajahnya agar tidak melalakukannya lagi.
"Tom, kau ingin menyetubuhi aku?" tiba-tiba ia bertanya dengan lembut.
Aku menggeleng dan segera aku beringsut melakukan manuver lembut dengan memakai lidahku, bibirku dan belaian tanganku yang lembut mulai dari bagian atas tubuhnya.
Amat perlahan sehingga aku berulang kali mendengar namaku dipanggilnya karena sensasi nikmat yang dirasakannya.
"Tom, aku tak tahan. Tom.. Tom.."
Aku tak pedulikan itu. Yang ada dalam pikiranku adalah kenikmatan tertinggi buatnya dan buatku malam itu. Berkali-kali ia mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi dan membuka lebar belahan pahanya untuk memberi kesempatan padaku. Namun kubiarkan saja, malah kulakukan ciuman lembut dan gigitan kecil di betisnya dan kakinya yang berbulu lebat. Ibu jari kakinya kuisap pelan dan lembut. Erangannya makin menggila. Setengah jam kuperlukan untuk menikmati keindahan tubuhnya dan sekaligus merangsangnya. Kubalikan tubuhnya perlahan dan ia pasrah total. Dan kini seranganku menjelajahi bagian tubuh belakangnya. Kadang kugigit dan kutarik bulu-bulunya dan ia mengerang manja dan memanggil namaku.
Lidahku kini mulai membelai asshole-nya, dan diangkatnya pinggulnya setinggi mungkin sehingga aku dengan leluasanya menikmati lubang idamanku. Kujulurkan lidahku ke arah asshole-nya dan kugelitik tepi lubangnya. Kusibakkan bongkahan pinggulnya nan putih indah dan kuremas, kugigit lembut.
"Gigit yang keras Tom. Keras, keras sekali," pintanya.
Kulakukan permintaanya dan tampak kulit lembutnya kemerahan jadinya.
"Nikmat Tom, terus Tom."
Tampak dia menikmati belaian lidahku di lubangnya sambil terus mengerang-erang.
"Tom aku nggak kuat, nggak kuaatt, Tom."
Kubiarkan ia mengerang nikmat.
"Please.. Tom. Aku menginginkannya, Tom."
"Aku ambil jelly dulu sayang," kataku lembut.
"No, no, no! Aku ingin merasakannya apa adanya. Please, Tom."
"Kau akan sakit nanti, sayang.."
Ia menggeleng sambil menatapku ke belakang.
"Fuck me, please.." katanya.
"Ini akan lama sekali, bolehkan?" tanyaku.
Ia menggumam. "Kalau kelamaan nanti kutinggal tidur lho, Tom," katanya menggodaku.
Kini kuangkat sedikit pinggulnya untuk memudahkanku memasuki tubuhnya. Ia menurut dengan pasrahnya. Batangku yang kehitaman berurat kutempelkan di asshole-nya dan siap menyerang. Kugeser-geserkan dulu di sekitar lubangnya. Ia menggerakan pinggulnya berusaha mencari glans-ku dengan tak sabarnya. Kumainkan agar dia penasaran.
"Please, please, fuck me..Jangan lagi kau sisksa aku, Tom."
Setelah puas melihatnya menantiku, mulailah penetrasi batang kemaluanku.
Ternyata sulit ditembus, dan ia kesakitan.
"Teruskan Tom, aku pasrah padamu."
Kulakukan penetrasi lagi dan kini glans-ku yang merah maroon lenyap dalam tubuhnya. Kulihat ia menggigit bantal keras-keras dan keringat keluar bagai banjir di punggungnya.
"Kau kesakitan sayang. Aku nggak mau menyakitimu, Say.." kataku menggodanya.
"No, please. Fuck me, do'nt stopping fucking me, Tom."
Seiring dengan berakhir ucapannya kubenamkan dengan keras seluruh batangku. Ia teriak keras kesakitan. Tampaknya ia tak menyangka serangan yang mendadak.
"Go, go, go, Tom."
Dengan keras kukeluar-masukkan batangku berkali-kali dan kulihat batangku kini mengkilat indah. Kuciumi lehernya dengan lembut sambil kuhentakkan terus-menerus pinggulku ke arahnya dan ia tidak mungkin menghindarinya karena pinggangnya kupegangi erat-erat.
Kini kami berganti posisi ia menghadapku dan tusukan kerasku berlanjut. Kusetubuhi lagi tetap dengan keras dan terus-menerus. Ia mengerang-erang kadang teriak sambil menarik-narik rambutnya.
"Tom, oh thanks Tom.. More, more.. please.."
Kurasakan spermanya berhamburan ke perutku, dadaku dan perutnya.
"Tom, habis sudah spermaku."
Ia menunjukkan dua jari tangannya sebagai tanda ia mencapai puncak.
"Masih lama Tom?" tanyanya.
"Aku lelah sekali, tapi nikmatnya nggak dua."
Aku senyum saja sambil terus mengacungkan batangku di asshole-nya. Kadang aku perlambat seranganku sambil kukecup dalam bibirnya.
"Masih lama, Tom? aku ketiduran lho nanti," katanya.
"Boleh aku melanjutkan Sayang?" tanyaku.
Ia mengangguk.
Aku baru tersadar dan tidak tahu kalau Mr. Edward sudah tertidur, karena sayup-sayup kudengar dengkur halusnya saat aku masih melakukan serangan bertubi-tubi. Aku tak tahu bila ia tertidur karena saat itu sebuah kakinya kuangkat dan ia dalam posisi miring ke kiri. Aku tidak peduli karena ia sudah memberiku izin. Dan aku masih dapat merasakan remasan asshole-nya pada batangku sebagai pertanda dalam tidurnya pun ia masih merespon serangan rudalku. Cukup lama aku menari di dalam tubuhnya, sampai aku mulai merasakan lahar spermaku akan keluar.
"Sayang, terimalah hadiahku ini. Ohh.."
Lega rasanya saat spemaku keluar dan rasanya aku tidak di bumi. Kucabut segera batangku yang masih mengeras dan segera kuselimuti tubuhnya dengan selimut tebal setelah sebelumnya kukeringkan keringatnya yang bak banjir itu hari menjelang pagi. Kulihat bibirnya yang indah tersenyum kecil.
Tiba-tiba phone di sebelah tempat tidur berbunyi. Saat kuangkat kudengar suara Mr. Kris di seberang sana.
"Tom, giliran aku kapann..?" goda Mr. Kris.
"Besok bisa nggak..?"
Aku diam saja.
"Gila gua dikerjain rupanya!"
Belakangan aku jadi malu saat aku tahu mereka memasang mike kecil di bawah meja di samping tempat tidur Mr. Ed. Kokok ayam mulai terdengar saat aku meninggalkan hotel itu.
"Ada apa ya, Ron?" tanyaku sekenanya.
Kumasuki ruang Bossku yang luas dan nyaman. Dihadapannya ada dua orang tamu pria yang sedang berbincang dengan Boss.
"Oh ya Tom, ini kenalkan Bapak Edward dan yang ini Bapak Kris. Tugasmu adalah mendampingi mereka selama 2 minggu kunjungan di kantor ini. Pokoknya coba bantu sepenuhnya segala keperluannya. Be carefull, okey!" kata Bossku.
Aku tidak bisa tanya atau menolak keinginannya. Pokoknya kerjakan saja, pasalnya Bossku itu mantan tentara. Selama tugas luarku, aku bebas dari kerjaanku sehari-hari. Ternyata Mr. Edward dan Mr. Kris adalah orang dari Kantor Pusat yang bertugas melakukan inspeksi. Kami semua repot dibuatnya. Tapi aku harus memberikan pengawalan kepada mereka berdua.
Suatu saat aku terpaksa harus kembali ke apartemen untuk mengambil tas kerja Mr.Edward. Dengan tergesa-gesa aku menuju ruang tidurnya. Kubuka lemarinya dan kuambil tas tersebut, tapi aku tiba-tiba terperangah melihat sebuah majalah pria bule bugil di dekatnya. Pikiranku segera paham tentang siapa Mr.Edward itu. Tapi sebagai utusan perusahaan aku tidak boleh mempermasalahkan hal itu. Aku segera bergegas ke tempat rapat di sebuah ruang VIP di hotel besar di Kuningan. Malam Minggu aku bebas dari tugas, karena bisa dibilang tugasku 24 jam selama 5 hari kerja mendampingi mereka berdua. Malam sudah larut, namun tiba-tiba HP-ku memanggil. Itu pasti panggilan tugas, karena untuk mendampingi mereka aku khusus disediakan HP dinas dan mobil sedan.
"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku sopan.
"Ma'af, ini rumah Bapak Tommy?" tanya seseorang yang suaranya tidak kukenal.
"Betul, Pak. Ada kabar apa, Pak?" tanyaku lagi.
"Ma'af, apa Pak Tommy bisa kemari (ia menyebutkan nama hotel dan ruangnya) karena ternyata rekan bapak perlu diantar pulang." lanjutnya.
Aku segera menuju ke sana. Ternyata mereka berdua sedang dalam kondisi setengah mabuk, dengan wajah yang sayu dan terbaring di sofa restroom. Setelah mereka yakin bahwa aku adalah yang dihubungi, maka aku dibiarkan saja di ruang itu.
"Terima kasih Pak," kataku pada seorang satpam yang ternyata tadi menghubungiku.
"Saya antar mereka berdua pakai mobilku saja. Saya titipkan mobil mereka di sini, bisa nggak?" tanyaku pada satpam tadi.
"Beres, Pak. Nanti saya uruskan."
Ia segera kuberikan kunci mobil yang tadi ada di kantong Mr. Kris.
"Tolong saya dibantu memapah mereka ke mobil," pintaku.
Si satpam dengan sigap membantu memapah mereka satu persatu. Setelah memberi tips kutinggalkan hotel tersebut.
Sambil mengemudi kunyalakan lagu klasik. Sekali lagi aku terkejut manakala Mr. Edward memegang tanganku. Rupanya ia sudah hampir pulih kesadarannya.
"Ini di mana Tom?" tanyanya, dengan bau alkohol yang tajam.
"Dalam perjalanan pulang, Pak. Tadi Bapak minum berlebihan sehingga saya harus antar Bapak pulang," jelasku perlahan.
"Thanks Tom," lalu ia tertidur lagi.
Giliran di hotel, mereka aku minta bantuan bagian keamanan memapah mereka ke ruang masing-masing.
"Tom, tolong gantikan pakaianku," pinta Mr.Edward.
Segera aku beranjak memilihkan pakaian kimono untuknya. Kulepaskan satu persatu pakaiannya yang basah oleh keringat dan tercium bau parfum "GUFO" bercampur alkohol. Kutinggalkan pakaian dalamnya yang berwarna hitam dengan lambang "G. Versace", amat kontras dengan kulitnya yang putih bersih dan bulu-bulu lebat di dada dan seluruh tungkainya.
"Tom, tolong dibasuh dulu dengan air hangat," katanya masih setengah mengantuk.
Akupun melakukannya. Dengan air hangat dan handuh halus perlahan kuusap-usap wajahnya pertama kali. Tampak olehku wajahnya yang tampan dan bersih tapi masih maskulin. Perlahan gerakanku bergerak ke bawah dan membasuh dadanya yang bidang. Posturnya proporsional walaupun tidak terlalu dilatih baik. Pasti banyak wanita yang mengandrunginya, kataku dalam hati. Tapi aku ingat pengalamanku tempo hari. Ah, bukan urusanku.
Akhirnya aku selesai membersihkan bagian depan tubuhnya. Segera kubalikkan tubuhnya dan sedikit terkejut, ternyata punggungnya pun ditumbuhi bulu-bulu cukup lebat sampai setengahnya. Seksi sekali dia! Kubasuh tubuhnya perlahan seakan takut membangunkan dirinya hingga seluruhnya. "Tom, tolong gantikan jockeyku," tiba-tiba ia mengagetkan aku lagi dengan permintaannya.
"Baik, Pak," kataku singkat saja.
Perlahan kutarik tali kecil CD-nya dan tampaklah kedua pinggulnya yang bulat dan ditumbuhi bulu dicelah pahanya sampai kesekitar "asshole"-nya. Lebat bulu-bulunya menghalangi pandangan mataku untuk dapat menikmati asshole-nya. Ah, seandainya.. pikiran nakalku menari-nari menggodaku. Segera kupupus pikiran itu. Tapi aku tak kuasa menahan laju gerakan otomatis dibalik CD-ku, yang secara pasti mulai tumbuh membesar. Akh, aku harus menahannya. Karena pinggulnya belum kubasuh, maka dengan handuk hangat kubasuh perlahan. Kurasakan ia menggerakkan tubuhnya memeluk guling dan menarik sebuah kaki kanannya ke atas. Akh, tampaklah asshole-nya yang kemerahan menantang gairah nafsuku. Dan aku terkejut manakala kudapati tatoo kecil didekat asshole-nya bertuliskan "Please.." yang tertutup oleh lebatnya bulu-bulu tubuhnya. Membaca tatoo tersebut membuatku mulai berani bertindak lebih jauh. Kini usapanku bukan lagi untuk membersihkan tubuhnya, melainkan memberikan rangsangan nakal di daerah yang selalu menjadi daerah idamanku selama ini.
Kuambil lotion dan kupijat dengan teknik pijat gaya pijatan cinta yang pernah kupelajari dari sebuah buku. Kurasakan pinggulnya mulai bergerak perlahan merespon gerakan tanganku. Pinggulnya mulai terangkat dan kudengar bibirnya memanggil namaku pelan. Aku pun paham isyarat itu. Kini pijatanku mulai meluas ke bagian atas tubuhnya, pundaknya, lehernya, bahunya dan seterusnya. Lidahku dengan lihainya memberikan rangsangan di belakang telinganya. Ia mengerang dan menarik leherku dan menciumku dan melumat lidahku dengan ganasnya. Bau alkohol sudah tidak terasa olehku. Aku pun membalasnya dengan tak kalah hot-nya. Ia membalikkan tubuhnya dan menarikku di atasnya. Kami berciuman cukup lama sampai kami hampir kesulitan bernafas. Aku lalu bangun dan mulai membuka kancing kemejaku. Ia tampak mengagumi otot-otot tubuhku yang keras terlatih. Kini aku berada di pangkuannya dan kurasakan batang kemaluannya mengarah ke atas menggesek kemaluanku yang berontak ingin bebas. Sekali lagi kami berciuman dengan hot. Hanya desah nafas kami yang terdengar di ruang itu diiringi keringat yang banjir walaupun AC ruangan itu amat dingin.
"Tom, aku butuh kau. Please, Tom," ia merengek manja di teligaku.
"Tapi Mr. Ed.." ucapanku dipotongnya dengan meletakkan sebuah jarinya di bibirku.
"Jangan panggil aku begitu saat ini. Panggil saja dengan "Sayang", Tom. Edward ada di kantor saat ini, yang ada saat ini adalah aku apa adanya. Aku yang membutuhkan belaianmu, kehangatanmu, tubuhmu, cintamu. Lain tidak," katanya lembut.
"Lepaskan pakaianmu semuanya, Tom. Aku ingin menikmatinya."
Perlahan aku turun dan kulepas pakaianku. Kulihat tatap matanya hendak melahapku. Ia menarikku dan kuhampiri dirinya hingga kini aku duduk di atas dadanya dan ujung batang kemaluanku berada persis di depan wajahnya. Kupandangi wajahnya yang tampan dengan lahapnya melumat batang kemaluanku. Tak kusangka ia berusaha menelan seluruhnya, namun ia tiba-tiba "choking". Tampak air mata mengalir di pipinya, mungkin menahan rasa ingin muntahnya. Kutahan wajahnya agar tidak melalakukannya lagi.
"Tom, kau ingin menyetubuhi aku?" tiba-tiba ia bertanya dengan lembut.
Aku menggeleng dan segera aku beringsut melakukan manuver lembut dengan memakai lidahku, bibirku dan belaian tanganku yang lembut mulai dari bagian atas tubuhnya.
Amat perlahan sehingga aku berulang kali mendengar namaku dipanggilnya karena sensasi nikmat yang dirasakannya.
"Tom, aku tak tahan. Tom.. Tom.."
Aku tak pedulikan itu. Yang ada dalam pikiranku adalah kenikmatan tertinggi buatnya dan buatku malam itu. Berkali-kali ia mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi dan membuka lebar belahan pahanya untuk memberi kesempatan padaku. Namun kubiarkan saja, malah kulakukan ciuman lembut dan gigitan kecil di betisnya dan kakinya yang berbulu lebat. Ibu jari kakinya kuisap pelan dan lembut. Erangannya makin menggila. Setengah jam kuperlukan untuk menikmati keindahan tubuhnya dan sekaligus merangsangnya. Kubalikan tubuhnya perlahan dan ia pasrah total. Dan kini seranganku menjelajahi bagian tubuh belakangnya. Kadang kugigit dan kutarik bulu-bulunya dan ia mengerang manja dan memanggil namaku.
Lidahku kini mulai membelai asshole-nya, dan diangkatnya pinggulnya setinggi mungkin sehingga aku dengan leluasanya menikmati lubang idamanku. Kujulurkan lidahku ke arah asshole-nya dan kugelitik tepi lubangnya. Kusibakkan bongkahan pinggulnya nan putih indah dan kuremas, kugigit lembut.
"Gigit yang keras Tom. Keras, keras sekali," pintanya.
Kulakukan permintaanya dan tampak kulit lembutnya kemerahan jadinya.
"Nikmat Tom, terus Tom."
Tampak dia menikmati belaian lidahku di lubangnya sambil terus mengerang-erang.
"Tom aku nggak kuat, nggak kuaatt, Tom."
Kubiarkan ia mengerang nikmat.
"Please.. Tom. Aku menginginkannya, Tom."
"Aku ambil jelly dulu sayang," kataku lembut.
"No, no, no! Aku ingin merasakannya apa adanya. Please, Tom."
"Kau akan sakit nanti, sayang.."
Ia menggeleng sambil menatapku ke belakang.
"Fuck me, please.." katanya.
"Ini akan lama sekali, bolehkan?" tanyaku.
Ia menggumam. "Kalau kelamaan nanti kutinggal tidur lho, Tom," katanya menggodaku.
Kini kuangkat sedikit pinggulnya untuk memudahkanku memasuki tubuhnya. Ia menurut dengan pasrahnya. Batangku yang kehitaman berurat kutempelkan di asshole-nya dan siap menyerang. Kugeser-geserkan dulu di sekitar lubangnya. Ia menggerakan pinggulnya berusaha mencari glans-ku dengan tak sabarnya. Kumainkan agar dia penasaran.
"Please, please, fuck me..Jangan lagi kau sisksa aku, Tom."
Setelah puas melihatnya menantiku, mulailah penetrasi batang kemaluanku.
Ternyata sulit ditembus, dan ia kesakitan.
"Teruskan Tom, aku pasrah padamu."
Kulakukan penetrasi lagi dan kini glans-ku yang merah maroon lenyap dalam tubuhnya. Kulihat ia menggigit bantal keras-keras dan keringat keluar bagai banjir di punggungnya.
"Kau kesakitan sayang. Aku nggak mau menyakitimu, Say.." kataku menggodanya.
"No, please. Fuck me, do'nt stopping fucking me, Tom."
Seiring dengan berakhir ucapannya kubenamkan dengan keras seluruh batangku. Ia teriak keras kesakitan. Tampaknya ia tak menyangka serangan yang mendadak.
"Go, go, go, Tom."
Dengan keras kukeluar-masukkan batangku berkali-kali dan kulihat batangku kini mengkilat indah. Kuciumi lehernya dengan lembut sambil kuhentakkan terus-menerus pinggulku ke arahnya dan ia tidak mungkin menghindarinya karena pinggangnya kupegangi erat-erat.
Kini kami berganti posisi ia menghadapku dan tusukan kerasku berlanjut. Kusetubuhi lagi tetap dengan keras dan terus-menerus. Ia mengerang-erang kadang teriak sambil menarik-narik rambutnya.
"Tom, oh thanks Tom.. More, more.. please.."
Kurasakan spermanya berhamburan ke perutku, dadaku dan perutnya.
"Tom, habis sudah spermaku."
Ia menunjukkan dua jari tangannya sebagai tanda ia mencapai puncak.
"Masih lama Tom?" tanyanya.
"Aku lelah sekali, tapi nikmatnya nggak dua."
Aku senyum saja sambil terus mengacungkan batangku di asshole-nya. Kadang aku perlambat seranganku sambil kukecup dalam bibirnya.
"Masih lama, Tom? aku ketiduran lho nanti," katanya.
"Boleh aku melanjutkan Sayang?" tanyaku.
Ia mengangguk.
Aku baru tersadar dan tidak tahu kalau Mr. Edward sudah tertidur, karena sayup-sayup kudengar dengkur halusnya saat aku masih melakukan serangan bertubi-tubi. Aku tak tahu bila ia tertidur karena saat itu sebuah kakinya kuangkat dan ia dalam posisi miring ke kiri. Aku tidak peduli karena ia sudah memberiku izin. Dan aku masih dapat merasakan remasan asshole-nya pada batangku sebagai pertanda dalam tidurnya pun ia masih merespon serangan rudalku. Cukup lama aku menari di dalam tubuhnya, sampai aku mulai merasakan lahar spermaku akan keluar.
"Sayang, terimalah hadiahku ini. Ohh.."
Lega rasanya saat spemaku keluar dan rasanya aku tidak di bumi. Kucabut segera batangku yang masih mengeras dan segera kuselimuti tubuhnya dengan selimut tebal setelah sebelumnya kukeringkan keringatnya yang bak banjir itu hari menjelang pagi. Kulihat bibirnya yang indah tersenyum kecil.
Tiba-tiba phone di sebelah tempat tidur berbunyi. Saat kuangkat kudengar suara Mr. Kris di seberang sana.
"Tom, giliran aku kapann..?" goda Mr. Kris.
"Besok bisa nggak..?"
Aku diam saja.
"Gila gua dikerjain rupanya!"
Belakangan aku jadi malu saat aku tahu mereka memasang mike kecil di bawah meja di samping tempat tidur Mr. Ed. Kokok ayam mulai terdengar saat aku meninggalkan hotel itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)